WebNovels

Chapter 23 - Bab 23 – Pertempuran di Lorong Air

Lorong air itu bergetar hebat, seolah akan runtuh kapan saja. Gelombang berputar di kedua sisi mereka, menciptakan dinding biru transparan yang memantulkan wajah setiap orang seperti cermin retak.

Arka berdiri di barisan depan, napasnya cepat. Satria berada sedikit di belakang, pedang terhunus, ujungnya berkilau karena menyerap cahaya dari pusaran merah di langit.Di sekeliling mereka, makhluk air berwujud manusia melangkah perlahan, mata kosongnya menatap tajam. Gerakan mereka lambat, tapi tekanan aura yang mereka pancarkan membuat udara terasa berat.

Serangan Pertama

Makhluk air pertama menyerang tanpa suara, tubuhnya melesat seperti panah. Arka mengangkat tangannya secara refleks, dan kalung di lehernya memancarkan kilatan cahaya keemasan.Sinar itu mengenai dada makhluk tersebut, memecah tubuhnya menjadi percikan air yang jatuh ke dasar lorong.

Namun sebelum ia bisa menarik napas lega, tiga makhluk lain langsung menyerbu dari kiri dan kanan.

Satria melangkah maju, pedangnya menebas membentuk setengah lingkaran. Air di udara terbelah, meninggalkan jejak seperti potongan kaca yang memantulkan warna merah dari langit. "Jangan biarkan mereka mendekat!" teriaknya.

Intrik Penjaga Arus Hitam

Di sisi lain lorong, pemimpin Penjaga Arus Hitam berdiri tenang, membiarkan anak buahnya melawan makhluk-makhluk air. Tapi Arka menangkap tatapan aneh di matanya tatapan seseorang yang lebih tertarik pada pulau bercahaya daripada keselamatan orang-orangnya.

Tiba-tiba, pemimpin itu mengangkat tangannya, dan dari dalam air, muncullah belenggu hitam seperti rantai hidup yang melilit dua makhluk air sekaligus. Energi itu menghisap cairan dari tubuh mereka, hingga berubah menjadi patung es biru yang langsung pecah menjadi serpihan.

Arka merasakan hawa dingin menusuk tulang. Kekuatan itu… bukan kekuatan manusia biasa.

Gelombang Kedua

Suara gemuruh terdengar dari kedalaman. Dinding air di sebelah kanan bergetar hebat, lalu retak terbuka. Dari celah itu, melesat keluar seekor naga air dengan sisik transparan, matanya menyala merah. Panjangnya puluhan meter, tubuhnya meliuk cepat mengelilingi lorong, menciptakan arus pusaran mematikan.

Satria terhuyung, hampir terbawa arus. Arka menariknya sambil berkata, "Kita tidak bisa melawannya di sini. Ruang terlalu sempit!"

Namun naga itu tidak memberi pilihan. Ia membuka mulutnya, memuntahkan semburan air bertekanan tinggi yang menghantam dinding lorong. Sebagian dinding mulai pecah, membuat air dari luar masuk deras.

Kalung dan Jejak Ayah

Di tengah kekacauan itu, kalung Arka kembali bergetar, kali ini lebih keras dari sebelumnya. Ia menunduk dan melihat jejak kaki ayahnya yang bersinar semakin redup di dasar lorong.Kalung itu mengirimkan gambaran singkat di pikirannya ayahnya berdiri di bawah pohon bercahaya di pulau tengah, memegang benda berbentuk tombak pendek dengan ujung kristal emas.

Arka menggertakkan gigi. "Aku tidak akan berhenti di sini."

Strategi Terakhir

Arka menatap Satria, lalu berbisik cepat, "Aku akan membuka jalan. Kau jaga belakang."Satria mengangguk, meski tatapannya ragu.

Arka mengangkat kalungnya setinggi kepala, membiarkan cahaya keemasan memancar penuh. Cahaya itu membentuk lingkaran perlindungan di sekitar mereka, menahan makhluk air dan bahkan memaksa naga itu mundur sesaat.

Kesempatan itu dimanfaatkan Satria untuk mengayunkan pedangnya, membelah jalur air yang mengarah langsung ke pulau bercahaya. Namun waktu mereka sangat sedikit pusaran merah di langit mulai berputar lebih cepat, menandakan sesuatu yang jauh lebih berbahaya sedang turun.

Lompatan ke Pulau

Dengan sisa tenaga, Arka dan Satria berlari di lorong air yang mulai runtuh. Di belakang mereka, suara teriakan dan ledakan air bercampur, tanda Penjaga Arus Hitam juga dipaksa bertempur mati-matian.

Saat jarak ke pulau tinggal beberapa meter, lorong benar-benar hancur, dan air menelan segalanya.Namun kalung Arka memancarkan kilatan terakhir yang mendorong tubuhnya dan Satria keluar dari arus, melempar mereka ke tepi pulau.

Mereka tergeletak di pasir putih, napas terengah-engah, sementara di depan mereka menjulang pohon bercahaya yang lebih indah dari yang pernah mereka bayangkan.

Tapi dari balik pohon itu, terdengar suara langkah kaki… dan sosok yang muncul membuat darah Arka membeku.

More Chapters