Langit di atas Jantung Sungai Emas perlahan berubah warna. Awalnya biru tenang, kini mulai memerah seperti darah yang mengalir di air. Ombak kecil berdesir di permukaan, seolah air itu merasakan ketegangan yang akan pecah.
Arka berdiri tegak, napasnya teratur meski tubuhnya masih terasa berat akibat dua ujian sebelumnya. Di depannya, bayangan dirinya sosok setinggi dan sekuat dia, tapi dengan mata kosong, hitam pekat seperti jurang tanpa dasar.
Tombak hitam di tangan bayangan itu berdenyut pelan… duk… duk… duk… setiap denyutnya membuat dada Arka ikut terasa sesak, seperti jantungnya ditarik keluar.
Permainan Psikologis
Bayangan itu tersenyum tipis, senyum yang dingin dan asing di wajah yang persis sama seperti milik Arka."Begini rupanya… wajahmu ketika memandang dunia. Penuh keyakinan, tapi dalam hati… penuh keraguan."
Arka mengerutkan kening. "Kau hanya bayangan. Kau tidak tahu apa-apa tentangku."
"Oh, aku tahu segalanya," jawabnya sambil melangkah maju. "Aku tahu kau takut tak akan pernah cukup kuat untuk menyelamatkan ayahmu. Aku tahu… setiap malam kau bertanya-tanya apakah perjalanan ini hanya sia-sia. Dan yang terburuk… aku tahu kau pernah berharap menyerah."
Kata-kata itu seperti tombak yang menusuk langsung ke pikirannya.
Benturan Pertama
Tanpa aba-aba, bayangan itu melompat. Gerakannya identik dengan Arka setiap putaran, setiap sudut tusukan, sama persis. Tapi bedanya, tombak hitam itu meninggalkan jejak gelap di udara, seakan membelah ruang itu sendiri.
CLANG!Tombak emas Arka dan tombak hitam bayangannya bertemu. Benturan itu meledakkan riak besar di permukaan air, membuat Arka terdorong mundur beberapa langkah.
Setiap kali mereka bertarung, Arka merasa seperti sedang melawan dirinya yang lebih cepat, lebih kejam, dan tanpa rasa ragu sedikit pun.
Serangan Balik
Bayangan itu berputar, mengayunkan tombaknya rendah, memotong arus di bawah kaki Arka. Air yang terbelah memercik, lalu berubah menjadi rantai hitam yang melilit pergelangan kaki Arka.
Arka mencoba melepaskan diri, tapi rantai itu semakin mengencang."Arus ini akan menelanmu," bisik bayangan itu. "Biarkan aku menggantikanmu… Aku yang akan menyelamatkan ayah kita."
Arka menutup mata sejenak, mengabaikan rasa perih di kakinya. Dalam pikirannya, ia melihat wajah ayahnya, senyumnya, dan kata-kata yang pernah ia dengar sejak kecil:
'Arka… bahkan air yang deras pun selalu memberi jalan bagi batu yang sabar.'
Ia mengatur napas, lalu menancapkan tombak emasnya ke permukaan air. Cahaya menyebar, memutus rantai hitam itu seperti benang rapuh.
Puncak Duel
Dengan teriakan lantang, Arka maju, memutar tombaknya untuk menangkis tusukan dari bayangan. Mereka bergerak cepat, saling bertukar serangan seperti dua bayangan di cermin.
Akhirnya, Arka menangkap momen kecil bayangan itu melangkah sedikit terlalu jauh ke depan. Dalam satu gerakan cepat, Arka memutar tubuh, memanfaatkan momentum lawan, dan menusuk ke inti dada bayangan itu.
Bayangan itu terhenti. Mata hitamnya perlahan berubah menjadi emas, seperti milik Arka."Kau… lebih kuat dari yang kau kira…" gumamnya sebelum pecah menjadi ribuan serpihan cahaya yang jatuh ke permukaan sungai.
Setelah Pertarungan
Sosok bermata emas yang menguji Arka selama ini melangkah mendekat."Kau telah mengalahkan dirimu sendiri, Arka. Ujian ketiga bukanlah untuk mengukur kekuatan fisikmu… tapi keberanianmu untuk menghadapi kebenaran dalam hatimu."
Arka menghela napas lega, tapi juga tahu ini bukan akhir. Sosok itu menunjuk ke arah jauh, ke sebuah pintu raksasa dari air berwarna emas murni."Lewati pintu itu, dan kau akan melihat arus yang mengikat dunia. Tapi ingat… tidak semua yang mengalir di sungai adalah air."
Arka menatap pintu itu, hatinya berdegup kencang. Ia tahu langkah berikutnya akan lebih berbahaya dari semua ujian yang baru ia lewati.