Arka berdiri di tepi danau yang berkilauan bagai lautan emas cair. Permukaan airnya tenang, namun ia bisa merasakan kekuatan yang berdenyut dari dalamnya seperti jantung raksasa yang berdetak lambat.
Di tengah danau itu, sebuah pulau kecil muncul seperti titik hitam di samudra emas, dengan menara hitam menjulang tinggi menembus langit kelabu. Di puncak menara, sesosok siluet berdiri diam, menatap lurus ke arah Arka.
Jaraknya terlalu jauh untuk melihat jelas, tapi hatinya berdegup kencang.Itu ayah… atau setidaknya, orang yang memakai wajahnya.
Perjalanan Melintasi Danau Emas
Arka menatap sekeliling, mencari cara untuk sampai ke pulau itu. Tidak ada perahu, tidak ada jembatan. Namun begitu kakinya menyentuh air, permukaan danau berpendar dan membentuk jalur pijakan emas yang muncul satu per satu.
Ia mulai melangkah. Setiap pijakan yang ia injak segera larut kembali menjadi cairan emas, memaksa Arka untuk terus maju tanpa ragu.
Namun, setiap langkah membuat pikirannya semakin berat. Bisikan-bisikan samar terdengar dari air di sekelilingnya.
"Kau meninggalkan janjimu.""Bagaimana jika ia bukan lagi orang yang kau kenal?""Jika kau melangkah lebih jauh, tak akan ada jalan kembali."
Arka menggenggam tombak emasnya lebih erat. "Aku akan tahu jawabannya sendiri… tidak peduli seberapa pahitnya."
Gerbang Menara
Saat ia mencapai pulau, udara di sekelilingnya berubah. Udara terasa dingin, seperti berada di bawah tanah, meski matahari samar terlihat di langit. Menara hitam itu berdiri bagai monolit purba, dindingnya penuh ukiran aneh yang bergerak seperti hidup.
Di depan gerbang menara, dua patung penjaga berdiri bukan manusia, melainkan makhluk bersayap dengan wajah tertutup topeng besi. Mata patung itu memancarkan cahaya biru, mengikuti setiap gerakan Arka.
Begitu ia mendekat, patung itu membuka mulutnya secara bersamaan, dan suara yang keluar terdengar seperti gema ribuan orang berbicara sekaligus.
"Hanya mereka yang telah mengorbankan masa lalu yang boleh masuk. Apakah kau siap menghadapi masa depan yang tidak bisa diubah?"
Arka menjawab tegas, "Aku siap."
Gerbang pun berderit terbuka, mengeluarkan cahaya emas yang terlalu terang untuk dipandang langsung.
Pendakian ke Puncak
Bagian dalam menara dipenuhi lorong spiral yang tampaknya tak berujung. Setiap dindingnya terbuat dari batu hitam mengilap, namun di sela-sela batu itu, Arka melihat arus emas mengalir, seperti sungai kecil yang terjebak di dalam tembok.
Saat ia menaiki tangga, suara langkahnya bergema, namun ia sadar… ada langkah lain yang mengikuti dari belakang.
Arka berhenti. Suara langkah itu juga berhenti.
Ia berbalik, dan samar-samar melihat bayangan seorang anak kecil berdiri di tangga