WebNovels

Chapter 18 - Bab 18 – Bangkitnya Penjaga Arus

Air berputar di sekeliling mereka, membentuk lingkaran raksasa setinggi pohon kelapa. Deru arusnya memekakkan telinga, namun di tengah kebisingan itu, ada suara yang begitu jelas suara berat dan dalam, seperti gema dari perut bumi.

"Kau… membawa darahnya."

Arka menegang. Darahnya?

Dari pusaran yang mendidih, muncul sosok yang selama ini hanya ia dengar dari cerita rakyat desa Penjaga Arus, makhluk mitos yang dipercaya menguasai aliran Sungai Emas. Tubuhnya setengah manusia, setengah naga air. Sisik-sisik emas berkilau di bawah cahaya senja, sementara rambutnya tergerai panjang, mengalir mengikuti arus. Matanya merah menyala, seperti bara di tengah malam.

Satria memegang pedangnya erat. "Arka… kita harus"

"Tidak," potong Arka, suaranya goyah namun tegas. "Kalau ini benar Penjaga Arus… melawannya adalah bunuh diri."

Makhluk itu melangkah di atas air, setiap langkahnya membuat pusaran kecil. "Anak dari Raka Suryadipraja… aku mencium baunya bahkan sebelum kau menginjakkan kaki di sini."

Nama itu membuat Arka tertegun. Ayahnya…? Ia belum pernah mendengar nama lengkap itu dari siapa pun. Bahkan ibunya pun tak pernah menyebutnya.

Penjaga Arus menunduk, wajahnya mendekat hingga hanya berjarak beberapa meter. "Dua puluh tahun lalu, ayahmu berhutang padaku. Hutang yang belum terbayar."

Satria berbisik di telinga Arka, "Dia bicara serius. Kita harus cari jalan keluar"

Namun sebelum ia selesai, gelombang besar menghantam dermaga di belakang mereka. Air itu membentuk sosok-sosok manusia berwujud arus, dengan mata kosong dan tubuh tembus pandang. Mereka berjalan perlahan, mengitari Arka dan Satria seperti kawanan serigala.

"Ini ujianmu, pewaris," kata Penjaga Arus. "Bertahanlah, dan aku akan memberimu pilihan. Gagal… dan kau akan menyusul ayahmu ke dasar sungai."

Arka merasakan udara di sekitarnya semakin dingin. Jantungnya berpacu, tapi ada sesuatu di dalam dirinya mungkin keberanian bodoh, atau mungkin sesuatu yang diwariskan ayahnya yang membuatnya melangkah maju.

Kalung perak di lehernya kembali bergetar, kali ini lebih kuat dari sebelumnya. Cahaya emas memancar, menembus kabut air, membuat para sosok arus itu terhenti sejenak. Namun Penjaga Arus hanya tersenyum tipis. "Ah… jadi itu warisannya."

Satria menatap Arka, keringat bercampur air di wajahnya. "Kalau kau punya rencana… sekarang saatnya."

Arka menarik napas panjang, lalu berkata lirih, "Kita tidak akan lari."

Dan dengan itu, ia melangkah ke tengah lingkaran sosok-sosok air, cahaya kalungnya menyinari setiap tetes di udara. Penjaga Arus memperhatikan, matanya menyipit seolah menimbang apakah bocah ini layak menerima kebenaran… atau layak ditelan sungai.

More Chapters