Zenthras terdiam. Seluruh eksistensinya didedikasikan untuk mencari batas kemampuannya. Ia telah mengalahkan semua yang ia temui di dalam alam semesta ini. Pertarungan melawan para tiran seperti Kryllos mulai terasa... repetitif.
Tetapi ini? Sebuah perang tanpa akhir melawan musuh yang tak diketahui di medan perang yang tak terlihat? Sebuah tantangan yang definisinya adalah "tak terbatas"?
Ini adalah tujuan akhir dari seorang pejuang sejati.
"Tantangan yang tak terbatas," ulang Zenthras, dan untuk pertama kalinya, sedikit senyum muncul di wajahnya yang biasanya tanpa ekspresi. "Ini adalah jalan yang akan terus menempa kekuatanku hingga akhir zaman. Aku terima."
Sovereign mengangguk, rasa bangga yang langka menyelimutinya. Ia melangkah maju dan meletakkan tangannya di bahu Zenthras.
"Maka engkau akan membutuhkan mata yang baru."
Ia tidak memberikan kekuatan fisik tambahan; Zenthras tidak membutuhkannya. Sebaliknya, ia menyalurkan sebagian kecil dari esensi Grand Priest dalam dirinya ke dalam kesadaran Zenthras. Itu adalah berkah pengetahuan, kemampuan untuk melihat dan memahami Kehampaan Luar, untuk merasakan getaran anomali sebelum mereka mencapai perbatasan, dan untuk menavigasi ruang non-kausal yang mematikan itu.
Zenthras merasakan kesadarannya meluas secara eksponensial. Ia kini bisa melihat jaring-jaring realitas, benang-benang multiverse, dan kegelapan total yang ada di antara mereka. Ia melihat "luka" yang ditinggalkan oleh Chronovore dan merasakan gema samar dari ancaman lain yang masih tertidur di kejauhan.
"Aku mengerti," kata Zenthras.
Ketika ia kembali memfokuskan pandangannya, Sovereign telah pergi.
Zenthras, Sang Petarung Sejati, kini memiliki tujuan yang baru dan agung. Ia tidak lagi melihat ke arah pusat galaksi. Ia membalikkan tubuhnya dan menatap ke arah kegelapan yang tak bertuan di tepi alam semesta.
Perjalanannya sebagai seorang pengelana telah berakhir. Jaganya sebagai Sang Penjaga Perbatasan baru saja dimulai.