Ribuan tahun kemudian, Zenthras menemukan anomali lain. Sebuah "fatamorgana" kosmik seluas nebula. Itu adalah sarang dari Gema Narsissus, sebuah entitas psikis non-korporeal yang tidak memakan materi, tetapi ego. Ia menjebak makhluk-makhluk kuat dalam ilusi realitas sempurna yang terbuat dari ambisi mereka sendiri, lalu perlahan-lahan menyedot kekuatan hidup mereka saat mereka terbuai.
Merasakan kekuatan Zenthras yang luar biasa, Gema itu melihatnya sebagai santapan termewah.
Seketika, Zenthras ditarik ke dalam sebuah lanskap pikiran. Di sana, ia melihat dirinya duduk di singgasana yang lebih besar dari Nexus, dengan Noa dan Zarath berlutut di kakinya. Miliaran Ultra dan ras lain dari seluruh alam semesta meneriakkan namanya. Ia melihat dirinya bahkan menantang dan mengalahkan The Void Sovereign, menjadi satu-satunya penguasa realitas.
Gema itu menunggu Zenthras terbuai oleh visi kekuasaan absolut ini.
Tapi jebakan itu gagal total. Visi itu tidak berpengaruh apa-apa padanya. Zenthras tidak memiliki ambisi untuk memerintah, ia tidak peduli dengan pemujaan, dan ia melihat pertarungan sebagai ujian, bukan sebagai alat untuk dominasi. Keinginannya terlalu murni dan sederhana untuk bisa dimanipulasi.
"Imajinasimu lemah," kata Zenthras di dalam dunia ilusi itu.
Menyadari kegagalannya, Gema Narsissus mencoba melarikan diri. Tapi Zenthras sudah memahaminya. Ia tidak menyerang dengan energi. Ia menyerang dengan kehendak.
Ia memfokuskan seluruh esensinya—keinginan tanpa akhir untuk sebuah tantangan, untuk pertarungan yang layak—dan memproyeksikannya ke dalam Gema itu.
Entitas psikis itu, yang hanya bisa memantulkan dan memperbesar keinginan korbannya, tiba-tiba diliputi oleh keinginan baru yang bukan miliknya. Keinginan yang tak terpuaskan untuk menemukan lawan yang sepadan. Gema Narsissus kini terjebak di dalam penjaranya sendiri, sebuah neraka pribadi di mana ia selamanya menciptakan ilusi lawan yang kuat, tetapi tidak akan pernah merasakan kepuasan kemenangan atau kekalahan. Ia kini menjadi gema dari kehendak Zenthras.