Suasana: Remang. Bau bensin. tengah malam.
(Dimas berdiri basah, napasnya masih kasar. Reno dan beberapa anak buah menatap, ragu.)
dengan raut wajah yang datar dan dingin Dimas berkata
“Kita gak boleh lebay. Semua yang kita perjuangin nggak bakal selesai dengan ngamuk doang.”
RENO tampak gugup dan berkata:
“Tapi Dim, polisi udah ngambil beberapa orang. Kita harus hati‑hati.”
“Kita langsung serang aja! Biar mereka tahu rasa!”, ujar anggota yang lain
DIMAS (angkat tangan, memotong):
“Gue mau mereka hancur — bukan kita hancur duluan. Kita pakai otak. Kita bikin mereka jatuh: pelan, rapih, rapi.”
(Dimas buka peta kecil, foto, buku catatan lusuh.)
Dengan tenang namun tegas Dimas mengatakan
“Ada empat langkah: lihat, retas reputasi, pisah‑pisahin, lalu pukulan terakhir. Gak langsung brutal. Kita pakai orang luar, akun‑akun, saksi yang kelihatan natural. Kita jadi dalang yang nggak ketahuan.”
Kafe Pelabuhan, Pertemuan Sekutu
Suasana: Lampu neon, asap rokok, meja yang sudah diatur.
(Pak Hakim, lelaki berwajah licin, menunggu. Dimas duduk; suasana tegang.)
PAK HAKIM (senyum tipis):
“Kau butuh jaringan. Aku punya orang yang bisa bikin cerita kelihatan ‘asal muncul sendiri’. Tapi semua ada harga.”
DIMAS (serius):
“Kita butuh yang rapi. Bukan pembantaian, tapi pembusukan reputasi. Media, akun anonim, saksi ‘kebetulan’. Gue bayar — tapi gue mau hasil.”
PAK HAKIM (mencatat):
“Kita mulai pelan. Foto, caption, bisik‑bisik. Orang yang feed‑nya penuh kecurigaan akan langsung ambil. Kita kasih mereka celah untuk menebak—mereka yang akan mengisi narasi.”
(Tangan mereka berjabat. Aliansi tercipta tanpa janji manis.)
Ruang Bawah Tanah, Pembagian Peran
Tokoh: Dimas, Reno, Mira (anak medsos), Arga (penyusup), Lila (orang dalam sekolah).
DIMAS (pukul meja):
“Kita kerja enam jalur: medsos, orang dalam, tekanan ke keluarga, isu finansial, pengalih perhatian, dan jaringan jalanan buat intimidasi halus. Semua punya tugas.”
MIRA (antusias, jari menari di ponsel):
“Aku bikin akun ‘whistleblower’. Kita bocorin potongan kecil—foto blur, kutipan, rumor. Slow drip. Biar publik yang susun kesimpulan.”
LILA (suara tremor):
“Aku bisa selipin info di rapat OSIS, di catatan wali kelas. Tapi gue nggak mau nyakitin murid gak bersalah.”
ARGA (suara datar):
“Kalau mereka balik cari pembuktian, kita siapkan saksi palsu yang kredibel. Jangan remehkan kekuatan narasi palsu.”
DIMAS (menatap satu per satu):
“Kita buat mereka kelihatan rawan, licik, dan manipulative. Begitu publik mulai ragu, saatnya kita pukul reputasinya sampai hancur.”
Montase: Menyusun Jaring
(Cepat: Mira atur tag, Lila titip catatan di meja guru, Arga ngawasi rumah Noah, Pak Hakim telepon media lokal. Semua bergerak sinkron.)
NARATOR (suara singkat):
“Mereka kerja seperti mesin. Setiap bagian punya fungsi. Semua harus berjalan seperti rencana.”
MIRA (berbisik di layar):
“Kita drop foto samar, lalu caption yang provokatif. Biarkan orang isi kekosongan.”
PAK HAKIM (tertawa pelan, di telepon):
“Gosip itu gampang dibakar. Dia cepat meledak.”
DIMAS (memantau):
“Jangan keburu puas. Kita tahan sampai mereka kelelahan. Baru kita remas.”
Retak di Dalam Tim
(Malam. Sebagian anggota gelisah.)
RENO (nyaris nangis):
“Dim… ini udah keterlaluan. Kita terlalu jauh dim.”
ANGGOTA 2 (kasar):
“Kita hidup dari ini! Kita ga bisa pulang ke rumah kosong lagi!”
DIMAS (untuk pertama kali ada kerentanan):
“Kalian semua paham risikonya? Kalo takut,kalian bisa pergi. Gue gak akan paksa. Tapi kalo kalian di sini, kita jalankan rencana ini sampai beres.”
namun reno memikirkan hal yang sebaliknya dia takut bahwa masalah seperti ini akan berdampak sangat buruk untuk dirinya dan teman teman nya
(Reno pergi. Atmosfer jadi dingin. Mereka sadar harga yang dibayar mahal.)
(Pagi. Surat anonim ketemu di meja guru. Kamera siswa merekam. Gelombang kecil mulai.)
GURU 1 (membuka surat, tercengang):
“Siapa yang kirim ini?”
SISWA (ngoceh, menyebar):
“Katanya Noah itu… liat deh. Orang-orang mulai ngomong.”
(Dimas lihat klip itu di ponsel, senyum kecil—tapi ada getar di wajahnya.)
suasana pagi itu tampak ricuh di sekolah, seperti nya rencana yang dibuat oleh dimas mulai berjalan dengan baik.
DIMAS (monolog):
“Kalo mereka hancur, gue dapat apa? Kekuasaan? Atau… kehancuran diri? Kekuasaan itu mahal.”
(Ponsel bergetar: foto Dimas dan beberapa orang asing—tanda ada pihak lain yang ngintai. Reno masuk, panik.)
RENO (terengah):
“Lihat ini! Kayaknya ada yang main dua tangan.”
DIMAS (mata menyala, marah):
“Kalo mereka main dua tangan, kita harus lebih keras lagi. Kita belum selesai.”
dimas tampak sudah mengira bahwa pasti ada yang berusaha menggagalkan rencana nya, namun dia tetap teguh dan bertekad untuk tidak mundur.
Markas Geng Dimas — Malam Hari, suasana tegang
Dimas (berdiri di tengah ruangan, wajah penuh amarah):
“Kita gak punya banyak waktu! Noah sama Jora makin kuat, makin berani. Kalau kita gak gerak sekarang, mereka yang bakal nginjek kita!”
Reno (melangkah maju, suara gemetar tapi penuh tekad):
“Gue ngerti maksud lo, Dim. Tapi… kita harus hati-hati. Geng kita juga ada yang mulai ragu. Beberapa temen mulai mikir, apa ini benar jalan yang harus kita pilih?”
Dimas (menatap tajam, mengepalkan tangan):
“Kita di sini bukan buat debat! Kalau kalian takut, keluar aja! Gue gak butuh pengecut di belakang gue!”
Fajar (anggota geng lain, mencoba menengahi):
“Reno bener, Dim. Kita harus rencanain ini dengan matang. Kalau gegabah, kita malah makin jadi bulan-bulanan. Gue juga denger dari anak-anak, ada yang mulai ngomongin pengkhianatan.”
Dimas (tertawa sinis):
“Pengkhianatan? Biarin! Gue yang paling tahu siapa yang setia dan siapa yang cuma numpang nama!”
Reno (berbisik ke Fajar):
“Aku gak tahan lama-lama di sini. Kalau rencana ini gagal, kita semua yang bakal kena.”
Dimas (mendengar, suara makin keras):
“Gue gak mau denger omong kosong dari kalian! Kita harus bikin serangan besar yang gak bisa mereka lupakan. Gue udah hubungin geng luar sekolah. Mereka punya senjata, informasi, dan orang buat ngebantu kita.”
Fajar (ragu):
“Geng luar sekolah? Lo yakin mereka bisa dipercaya? Kita gak kenal mereka, Dim.”
Dimas (menatap tajam ke arah Fajar):
“Kita gak punya pilihan! Kalau kita terus diem, kita bakal jadi budak di sekolah ini. Geng luar itu peluang kita.”
Reno (berdiri, suara berat):
“Kalau kita pakai mereka, jangan heran kalau nanti kita yang jadi korban. Lo sadar gak, ini bukan cuma masalah kita. Ini bisa jadi perang besar.”
Dimas (memukul meja dengan keras):
“Kalau emang perang yang mereka mau, ya kita kasih perang! Tapi gue yang pegang kendali, ngerti?”
Suasana hening, beberapa anggota saling bertukar pandang, ada yang mulai terlihat cemas dan takut.
Adegan Kilas Balik: Pesan Misterius untuk Dimas
Dimas membuka ponselnya, ada pesan singkat tanpa nama pengirim:
Pesan:
"Ingat, Dim. Main api itu berbahaya. Jangan sampai kamu terbakar sendiri."
Dimas menatap pesan itu dengan wajah berubah tegang, lalu membuang ponselnya ke meja.
Kembali ke Markas
Dimas (berbisik, penuh tekad):
“Kalau kita mau menang, semua harus ikuti perintah gue. Siapkan semuanya. Ini baru awal.”