WebNovels

Chapter 9 - Bab 9 – Bayangan Kedua di Hutan Gelap

Setelah pertarungan sengit dengan Penjaga Pertama, perjalanan kembali dilanjutkan. Langit yang sebelumnya mendung kini tampak semakin gelap, meski matahari belum sepenuhnya tenggelam. Seakan cahaya enggan menyinari jalan menuju gua hitam.

Jaka berjalan paling depan, keris Cahaya Sukma masih berkilau samar di pinggangnya. Laras mengikuti di belakang, wajahnya penuh kecemasan, sementara Ki Samudra berjalan dengan langkah tenang, tongkatnya sesekali menghentak tanah untuk menepis kabut yang mencoba menyelimuti mereka.

"Semakin dekat kita ke gua," ujar Ki Samudra dengan suara berat, "semakin kuat pula penjaga yang menghadang. Bayangan pertama menguji keberanianmu, Jaka. Yang kedua… akan menguji hatimu."

Jaka menoleh cepat. "Menguji hati?"

"Ya," jawab Ki Samudra. "Karena kekuatan gelap Rangga Sakti berakar pada nafsu manusia. Jika kau tergoda, maka kau akan menjadi bagian dari perjanjian itu."

Hutan yang Mati

Perjalanan membawa mereka ke dalam sebuah hutan tua. Pohon-pohon tinggi berdiri tanpa daun, batangnya hitam dan rapuh, seperti terbakar dari dalam. Tak ada suara burung, tak ada suara serangga. Hanya sunyi yang menekan dada.

Laras menggenggam erat kain putih pemberian Mak Ranti. "Tempat ini… seakan sudah mati sejak lama."

Ki Samudra mengangguk. "Benar. Inilah hutan yang dilalui darah para korban dahulu. Tanahnya menyerap semua penderitaan, dan menjelma menjadi bayangan yang menjaga perjanjian."

Mereka melangkah hati-hati, hingga tiba-tiba suara-suara mulai terdengar—suara harta berjatuhan, tawa manusia yang berkuasa, dan janji-janji manis yang menggoda.

Dari balik pepohonan mati, muncul cahaya emas. Emas, permata, dan perhiasan berserakan di tanah, menggunung bagaikan harta tak terbatas.

Laras tertegun, matanya melebar. "Itu… itu emas sungguhan?"

Jaka menggeleng, meski matanya sendiri hampir terperangah. "Tidak… ini pasti ilusi lagi."

Penjaga Kedua

Tiba-tiba, dari tumpukan emas itu, muncul sosok bermahkota emas raksasa dengan tubuh terbuat dari cahaya merah. Matanya berkilat penuh keserakahan.

"Aku adalah Penjaga Kedua," suaranya bergema, dalam dan memikat. "Aku adalah wujud dari keinginanmu yang terdalam. Ambil harta ini, ambil kekuasaan ini. Dan kau tak perlu lagi berkorban melawan kutukan."

Jaka maju selangkah. "Aku tidak menginginkan emas atau kekuasaan."

Sosok itu tertawa, suaranya menggema hingga membuat pepohonan bergetar. "Benarkah? Lalu kenapa keris itu ada di tanganmu? Bukankah hatimu mendambakan kejayaan? Bukankah kau ingin dikenang sebagai pahlawan? Itu juga bentuk keserakahan, anak muda."

Jaka terdiam. Kata-kata itu menghujam, seolah membuka celah dalam hatinya. Ia memang ingin mengakhiri kutukan, tapi jauh di dalam hatinya, ada keinginan untuk membuktikan diri keinginan untuk dikenang.

Keris Cahaya Sukma tiba-tiba meredup, seakan merespons keraguan dalam hati Jaka.

Ujian Hati

Laras segera menggenggam tangan Jaka."Jaka! Jangan dengarkan! Kau berbeda dari Rangga Sakti. Kau berjuang bukan untuk dirimu sendiri, tapi untuk semua orang di desa ini. Untuk Mayang Sari."

Namun Penjaga Kedua melangkah maju, tubuhnya semakin besar."Tidak, gadis kecil. Aku bisa membaca isi hatinya. Ia ingin dipuji. Ia ingin namanya dikenang. Itulah keserakahan paling halus yang bahkan ia sendiri tidak menyadarinya."

Suara itu menggema di kepala Jaka, membuatnya hampir berlutut. Keris di tangannya bergetar, nyaris jatuh.

"Jaka!" Ki Samudra berseru lantang. "Ingat! Tidak ada manusia yang bebas dari keinginan. Tapi yang membedakan adalah: apakah kau menjadi budak keinginan itu, atau kau mengendalikannya. Pilih dengan hatimu!"

Cahaya Keikhlasan

Jaka menutup mata, napasnya terengah. Ia melihat semua wajah yang ia kenal: Laras yang selalu mendukungnya, Mak Ranti yang menjaga cerita leluhur, para warga desa yang hidup dalam ketakutan, dan arwah Mayang Sari yang menangis di tepi sungai.

"Aku memang ingin dikenang…" bisik Jaka pelan. "Tapi bukan karena kejayaan. Aku hanya ingin desa ini bebas dari ketakutan. Jika aku harus mati, biarlah namaku hilang, asalkan kutukan ini berakhir."

Tiba-tiba keris Cahaya Sukma menyala terang, kali ini lebih kuat dari sebelumnya. Cahaya biru itu menghantam sosok Penjaga Kedua. Bayangan itu menjerit, tubuhnya retak, lalu meledak menjadi abu cahaya yang tersapu angin.

Harta dan permata menghilang, hutan kembali sunyi.

Keheningan Setelah Ujian

Jaka jatuh berlutut, napasnya berat. Laras berjongkok di sampingnya, menggenggam tangannya."Kau berhasil lagi… Jaka. Kau mengalahkan ujian hatimu sendiri."

Ki Samudra menatapnya dengan bangga, meski wajahnya tetap muram."Bagus, anak muda. Kau sudah melampaui Penjaga Kedua. Tapi ingat… setiap ujian membuat kita semakin dekat dengan inti perjanjian. Dan semakin dekat kita, semakin besar pula bayangan yang menanti."

Di kejauhan, kabut menebal lagi, dan samar-samar terdengar suara tawa Rangga Sakti lebih jelas, lebih dekat, seakan ia semakin kuat dengan setiap langkah mereka maju.

More Chapters