WebNovels

Chapter 15 - Bab 15 – Setelah Cahaya Padam

Cahaya putih yang begitu menyilaukan akhirnya mereda. Gua hitam yang sebelumnya berguncang hebat kini hening, hanya menyisakan debu dan kepingan kabut yang melayang perlahan.

Laras terjatuh berlutut di lantai gua, tubuhnya gemetar. Ia meraih tanah dengan jemari bergetar, matanya mencari-cari sosok yang ia panggil berulang kali."Jaka… di mana kau…? Jangan tinggalkan aku…"

Ki Samudra yang masih bertahan dengan tongkatnya menghela napas berat. Cahaya pelindungnya sudah padam, tubuhnya terlihat lelah. "Pertarungan itu… telah mengubah segalanya. Tapi kita harus lihat apakah Jaka berhasil menghancurkan perjanjian itu atau tidak."

Altar yang Retak

Altar batu di tengah gua kini penuh retakan. Naskah berdarah yang selama ratusan tahun berdenyut seperti jantung kini terbelah, darah yang mengalir darinya mengering perlahan. Wajah-wajah yang sebelumnya menjerit di permukaannya menghilang satu per satu, seolah terlepas dari belenggu.

Laras menatap dengan penuh harap. "Apakah… itu berarti kutukan sudah berakhir?"

Namun sebelum Ki Samudra sempat menjawab, suara berat bergema samar di gua:"Tidak… ini belum selesai…"

Dari sisa kabut hitam di sudut ruangan, siluet Rangga Sakti muncul kembali. Tubuhnya hancur, sebagian wajahnya lenyap, namun matanya tetap menyala merah. Ia merangkak, seakan berusaha mempertahankan wujudnya.

"Selama… ada kebencian… aku akan selalu ada…"

Laras menjerit, mundur beberapa langkah. Ki Samudra segera maju, tongkatnya menyala, namun tubuhnya terlalu lemah untuk mengeluarkan kekuatan penuh.

Kembalinya Jaka

Saat kabut Rangga Sakti hendak meraih Laras, cahaya putih tiba-tiba muncul di altar. Dari dalam cahaya itu, sosok Jaka perlahan terlihat terhuyung, tubuhnya penuh luka, namun keris Cahaya Sukma masih tergenggam di tangannya.

"Tidak, Rangga," suara Jaka parau namun tegas. "Perjanjianmu sudah berakhir. Kau tidak punya lagi naskah untuk menopang kekuatanmu."

Rangga Sakti meraung, tubuhnya semakin retak."Bocah sialan! Kau tidak bisa menghancurkan kebencian! Aku adalah bayangan dari hati manusia… aku abadi!"

Jaka menatapnya dengan sorot mata penuh tekad."Mungkin kebencian tidak bisa dihancurkan… tapi bisa dikalahkan dengan pengorbanan dan cinta. Itulah yang kau tak pernah mengerti."

Mayang Sari Dibebaskan

Cahaya lembut kembali muncul di sisi altar. Mayang Sari berdiri di sana, wajahnya kini tidak lagi pucat penuh darah, melainkan bercahaya indah.

"Terima kasih, Jaka… akhirnya aku bebas…" katanya dengan suara bergetar. "Kutukan ini runtuh, dan jiwa-jiwa yang terikat kini bisa beristirahat."

Ia menoleh ke arah Rangga Sakti, yang tubuhnya hampir lenyap. "Keserakahanmu sudah berakhir, Rangga. Aku tidak lagi terikat oleh doaku, karena cahaya yang murni telah memutus perjanjianmu."

Rangga Sakti meraung, tubuhnya pecah berkeping-keping, lalu lenyap menjadi abu hitam yang tersapu angin. Suara jeritannya memudar, hingga gua menjadi hening kembali.

Air Mata Laras

Laras segera berlari menghampiri Jaka, memeluknya erat. Air matanya mengalir deras."Kau kembali… aku kira aku sudah kehilanganmu."

Jaka tersenyum lemah, tangannya membalas pelukan itu. "Aku tidak akan pergi, Laras. Aku berjanji akan selalu kembali padamu."

Ki Samudra menatap mereka dengan mata berkaca-kaca. "Kalian berhasil. Kutukan yang telah menghantui desa ini selama ratusan tahun… akhirnya berakhir."

Perpisahan Mayang Sari

Mayang Sari berdiri di tengah cahaya yang semakin terang. Ia menatap Jaka dan Laras dengan senyum tulus."Jangan biarkan sejarah terulang. Ingatlah bahwa keserakahan hanya akan membawa darah, dan cinta sejati selalu lahir dari pengorbanan."

Air matanya jatuh, namun kali ini bukan karena duka, melainkan karena lega. Perlahan tubuhnya larut menjadi cahaya, terangkat ke atas, hingga lenyap dari pandangan.

Laras menggenggam tangan Jaka erat-erat, sementara Jaka menatap kosong ke tempat Mayang Sari menghilang. Ada rasa lega, namun juga duka, karena ia tahu pengorbanan Mayang Sari adalah alasan mereka bisa berdiri di sana.

Keluar dari Gua

Setelah itu, gua hitam mulai runtuh. Batu-batu besar jatuh, dindingnya retak. Ki Samudra berseru, "Cepat! Kita harus keluar sekarang!"

Dengan sisa tenaga, Jaka, Laras, dan Ki Samudra berlari menuju mulut gua. Cahaya putih dari keris menuntun jalan mereka, menepis runtuhan batu dan kabut terakhir.

Begitu mereka keluar, gua hitam runtuh sepenuhnya, tertutup bebatuan. Dari dalam, tak ada lagi kabut hitam yang keluar hanya sunyi.

Dan untuk pertama kalinya dalam ratusan tahun, air Sungai Darah perlahan berubah jernih. Warna merahnya memudar, digantikan kilauan air bening yang memantulkan sinar bulan.

Warga desa yang menunggu dari kejauhan menatap dengan mata tak percaya. Mereka bersorak, beberapa menangis, karena sungai yang selama ini jadi kutukan kini telah kembali suci.

More Chapters