WebNovels

Chapter 8 - Bab 8 – Pertarungan di Kabut Merah

Tanah bergetar hebat, debu dan kabut menari di udara. Sosok raksasa bayangan itu berdiri tegak, tubuhnya hitam legam, matanya menyala merah bagai bara api. Tangannya menggenggam tombak raksasa, dan setiap gerakannya menimbulkan hembusan angin yang membuat pepohonan di tepi sungai tumbang satu per satu.

Jaka berdiri di depan, keris Cahaya Sukma tergenggam erat di tangannya. Meski lututnya gemetar, matanya menyala dengan keberanian. Laras bersembunyi di belakangnya, sementara Ki Samudra berdiri tegak, tongkatnya siap menyalurkan cahaya penahan kabut.

"Jaka," teriak Ki Samudra, "ingat pesanku! Bayangan tak bisa dibunuh dengan amarah, hanya bisa dikalahkan oleh keberanian yang murni!"

Serangan Pertama

Penjaga itu meraung, suaranya bergema bagai ribuan jiwa menjerit. Tombaknya diayunkan ke arah Jaka. Tanah pecah, batu-batu beterbangan. Jaka melompat menghindar, tubuhnya hampir terhempas oleh getaran.

Dengan cepat ia mengayunkan kerisnya. Dari bilah kecil itu memancar cahaya kebiruan yang menembus kabut. Cahaya itu mengenai lengan Penjaga, membuat sosok bayangan itu mengaung kesakitan, tubuhnya retak seperti kaca pecah.

Namun serangan itu belum cukup. Bayangan hitam itu kembali menyatu, matanya semakin merah. Ia mengangkat tombaknya lagi, kali ini menusuk lurus ke arah Jaka.

Ilusi Mengerikan

Saat tombak itu menembus tanah, kabut tiba-tiba berubah. Jaka terpental, lalu mendapati dirinya berdiri di sebuah medan perang penuh mayat. Suara jeritan, tangisan, dan darah mengalir di sekelilingnya.

Di tengah medan itu, ia melihat sosok Bima berlumuran darah, tergeletak di tepi sungai. Mayang Sari berlutut, menangis memeluk tubuhnya. Namun perlahan, wajah Bima berubah menjadi wajah Jaka sendiri pucat, penuh luka, mati di pelukan Laras.

Jaka terhuyung. "Apa… apa ini?"

Sebuah suara bergema dari kabut, suara yang dalam dan menggetarkan jiwa:"Jika kau terus maju, ini yang akan terjadi. Kau akan mati sia-sia, dan orang yang kau cintai akan menangis sepanjang hidupnya. Hentikan langkahmu, atau terimalah nasib ini."

Laras dari dunia nyata berteriak histeris, melihat Jaka berdiri terpaku di tengah kabut, matanya kosong."Jaka! Jangan dengarkan! Itu bukan kenyataan!"

Cahaya Keberanian

Ki Samudra menghentakkan tongkatnya, cahaya biru menyebar. Namun hanya keris di tangan Jaka yang bisa memecahkan ilusi itu.

Dengan napas terengah, Jaka menggenggam keris lebih erat. Ia menutup mata, mengingat semua alasan kenapa ia berdiri di sana: wajah Laras, tangisan Mayang Sari, dan penderitaan desanya.

"Tidak!" teriak Jaka lantang. "Aku tidak akan berhenti! Aku bukan Bima, tapi aku juga tidak akan lari dari kutukan ini!"

Keris Cahaya Sukma tiba-tiba berkilau sangat terang, menembus kabut merah. Medan perang ilusi pecah, dan sosok Penjaga meraung keras, tubuhnya retak-retak.

Pertarungan Penentu

Dengan keberanian yang mengalir, Jaka berlari maju. Setiap langkahnya menyalakan cahaya biru di tanah. Penjaga mengayunkan tombaknya sekali lagi, namun kali ini Jaka menebas dengan kerisnya.

Bilah kecil itu membelah bayangan raksasa, memotong tombak menjadi serpihan cahaya hitam. Tubuh Penjaga bergetar, jeritannya menggema, lalu tubuhnya meledak menjadi pecahan kabut yang buyar ke udara.

Tanah kembali tenang. Kabut mereda, menyisakan hanya suara aliran Sungai Darah.

Jaka terengah, lututnya hampir tak kuat menopang tubuh. Laras segera berlari memeluknya, air matanya jatuh."Kau berhasil… kau benar-benar berhasil…"

Ki Samudra menatap keduanya, lalu menghela napas berat."Itu baru Penjaga Pertama. Masih ada ujian yang lebih berat menunggu di gua hitam. Dan setiap langkah ke depan akan semakin berbahaya."

Namun Jaka menegakkan kepalanya, tatapannya mantap."Tak peduli berapa banyak penjaga yang menunggu… aku akan terus maju. Aku akan bebaskan Mayang Sari, dan akhiri perjanjian ini."

Dari kejauhan, langit mendung bergemuruh. Di dasar sungai, suara tawa Rangga Sakti bergema tipis, seolah menyambut tantangan itu.

More Chapters