Di ruang kendali utama Aethel Tech, di tengah hiruk pikuk data yang memudar dan komunikasi yang terputus-putus, Elara Vance merasakan ada yang tidak beres. Bukan hanya karena sistemnya yang kelebihan beban, atau karena medan perang Multiversal yang semakin kacau. Ada sesuatu yang lebih personal, sebuah kehampaan yang tiba-tiba.
"Ayah?" Elara mencoba memanggil melalui comms internal, suaranya dipenuhi kekhawatiran. Tidak ada jawaban. Ia mencoba lagi, mengirim ping ke lokasi pribadi Daniel, tetapi sinyalnya hilang. Panik mulai merayapi dirinya. Daniel tidak pernah pergi tanpa memberitahunya, terutama dalam situasi kritis seperti ini.
Ia mengakses rekaman keamanan laboratorium rahasia Daniel, sesuatu yang ayahnya selalu minta untuk tidak pernah ia lakukan kecuali dalam keadaan darurat absolut. Jantungnya berdebar kencang saat ia melihat rekaman beberapa menit yang lalu. Sebuah portal energi yang berdenyut, dan sosok ayahnya melangkah masuk, menghilang dalam kilatan cahaya biru-perak.
"Tidak ... tidak mungkin!" bisik Elara, matanya melebar tak percaya. Ia mengenal teknologi itu dari skema dan cetak biru yang sering ayahnya tunjukkan secara parsial—mesin waktu. Tapi ia tidak pernah tahu ayahnya benar-benar membangunnya. Atau menggunakannya.
Air mata mulai menggenang di matanya saat ia menyadari kebenaran yang mengerikan: Daniel Vance telah pergi. Ia telah pergi sendirian, ke suatu tempat yang tidak diketahui, menghadapi ancaman yang bahkan tidak ia pahami. Ia telah meninggalkan Elara, seorang diri, di garis depan pertarungan Multiversal yang semakin tak terkendali.
"Ayah! Kau... kau gila!" teriak Elara pada layar kosong yang menampilkan bayangan terakhir ayahnya. Rasa marah, takut, dan kebingungan bercampur menjadi satu. Bagaimana bisa ayahnya melakukan ini? Meninggalkannya saat dunia membutuhkan mereka lebih dari sebelumnya?
Namun, di balik kepanikan itu, ada secercah pemahaman. Keberanian ayahnya, ketenangan Daniel Vance di tengah badai, selalu memiliki dasar yang lebih dalam dari sekadar kecerdasan biasa. Kini, Elara merasakan bobot rahasia yang telah dipikul ayahnya.
Dengan tangan gemetar, Elara mengaktifkan pesan rekaman darurat yang Daniel tinggalkan. Suara Daniel yang tenang dan serius mengisi ruangan: "Elara, jika kau mendengarkan ini, berarti aku telah melakukan apa yang harus kulakukan. Ada ancaman yang lebih besar dari yang bisa kita lihat. Aku harus menghadapinya di akarnya. Percayalah padaku. Aku telah melatihmu untuk ini. Semua sistem Aethel Tech kini di tanganmu. Lindungi mereka. Lindungi Bumi. Kau adalah Vance. Kau mampu."
Sebuah pesan terpisah untuk Clark muncul, tapi Elara tidak bisa mengaksesnya. Itu terkunci dengan protokol Kryptonian yang tidak bisa ia tembus.
Rasa takut Elara sedikit mereda, digantikan oleh tekad yang membara. Ayahnya telah pergi, mungkin untuk selamanya, tetapi ia telah menaruh kepercayaan penuh padanya. Elara menghapus air matanya, menarik napas dalam-dalam. Beban dunia, atau setidaknya kendali atas dukungan teknologi untuk mempertahankannya, kini ada di pundaknya.
"Baik, Ayah," gumam Elara, bangkit dari kursinya. "Aku akan melindungi mereka. Aku akan membuktikan bahwa kau tidak salah memilih."
Dengan Daniel Vance lenyap ke dalam celah waktu, Elara kini menjadi satu-satunya jembatan antara Justice League yang bertarung dan sumber daya yang sangat mereka butuhkan. Sebuah tanggung jawab besar yang tidak ia minta, namun kini harus ia pikul sendiri.