WebNovels

Chapter 7 - Chapter 7.Perpustakaan kota

Keesokan harinya, setelah mengumpulkan energi dan keberanian, Alif dan Rani berangkat ke perpustakaan kota yang terkenal dengan koleksi buku sejarahnya. Bangunan tua dengan dinding bata merah itu berdiri kokoh di tengah kota, tampak seperti saksi bisu yang menyimpan berbagai cerita dari masa lalu.

Di dalam, perpustakaan itu tampak luas dan penuh dengan deretan rak buku yang tinggi. Mereka melangkah dengan hati-hati, mencoba tidak membuat suara berisik. Di balik meja resepsionis, seorang wanita paruh baya yang mengenakan kacamata tipis memperhatikan mereka dengan ramah.

"Selamat datang. Ada yang bisa saya bantu?" tanyanya.

Alif dan Rani saling berpandangan, kemudian Alif menjawab dengan sopan, “Kami sedang mencari informasi tentang simbol kuno atau mungkin sandi yang sering digunakan pada zaman kolonial. Apakah perpustakaan ini memiliki buku atau arsip yang bisa membantu?”

Wanita itu, yang ternyata bernama Ibu Sri, tersenyum hangat. “Simbol kuno, ya? Itu mungkin ada di bagian sejarah kota. Ikuti saya, saya akan menunjukkan tempatnya.”

Ibu Sri membawa mereka ke lantai atas, menuju sudut ruangan yang sunyi dan penuh dengan buku-buku tua. Bau khas kertas tua memenuhi udara di sana. Setelah menunjukkan beberapa rak yang berisi buku-buku tentang sejarah dan simbol-simbol kuno, Ibu Sri pergi, membiarkan mereka menggali sendiri.

Rani mengambil salah satu buku yang berjudul “Simbol dan Rahasia dari Masa Kolonial” dan mulai membukanya. Halaman demi halaman mereka bolak-balik, mencari referensi yang sesuai dengan simbol di medali yang mereka temukan.

Setelah beberapa waktu mencari, Alif akhirnya menemukan sesuatu yang tampak menarik. Di dalam sebuah buku yang cukup tebal, ada halaman yang membahas simbol-simbol yang digunakan oleh para penguasa kolonial untuk menyembunyikan lokasi harta atau benda berharga.

“Rani, lihat ini,” panggil Alif sambil menunjukkan halaman itu. Di sana terdapat gambar simbol yang mirip dengan salah satu simbol di medali mereka.

“Itu mirip, tapi tidak persis sama,” kata Rani sambil memperhatikan. “Tapi mungkin ini bisa menjadi petunjuk. Di sini disebutkan bahwa simbol-simbol ini sering digunakan untuk menunjukkan lokasi rahasia atau untuk menyembunyikan informasi penting.”

Alif mengangguk. “Kalau begitu, ini memperkuat dugaan kita bahwa medali ini adalah peta atau petunjuk untuk menemukan artefak lain.”

Namun, sebelum mereka sempat mencari lebih jauh, Ibu Sri kembali mendekat dengan tatapan penasaran. “Maaf, saya tidak sengaja mendengar pembicaraan kalian. Apakah kalian mencari simbol tertentu?”

Alif dan Rani ragu sejenak, tetapi akhirnya mereka menunjukkan gambar simbol di medali mereka kepada Ibu Sri. Wanita itu mengamati simbol tersebut dengan seksama, lalu berbisik, “Simbol ini… saya pernah melihatnya di salah satu buku koleksi khusus kami. Namun, buku itu jarang dibuka karena usianya yang sudah sangat tua.”

Ibu Sri mengajak mereka ke sebuah ruangan kecil di belakang meja resepsionis, tempat perpustakaan menyimpan koleksi buku-buku langka yang tidak dipajang di rak-rak umum. Dia mengambil kunci dari sakunya, membuka pintu besi, dan menyalakan lampu di dalamnya. Di ruangan itu terdapat deretan buku dengan sampul tebal yang usang dan rapuh.

Dengan hati-hati, Ibu Sri mengambil sebuah buku yang tampak sangat tua dari rak teratas dan meletakkannya di atas meja. Judulnya adalah “Rahasia dan Kode-Kode Kolonial”.

“Buku ini berisi banyak sekali simbol dan kode yang dulu digunakan untuk berkomunikasi secara rahasia. Semoga simbol yang kalian cari ada di sini,” ucap Ibu Sri, memberikan buku itu kepada Alif dan Rani.

Mereka membuka buku itu dengan penuh antisipasi, halaman demi halaman, sampai akhirnya menemukan bagian yang membahas simbol-simbol dari masa kolonial. Dan di sana, mereka menemukan simbol yang mirip dengan simbol di medali mereka, lengkap dengan penjelasan.

“Lihat ini, Rani!” Alif menunjuk deskripsi di bawah simbol itu. Di situ tertulis bahwa simbol tersebut merupakan bagian dari sebuah kode rahasia yang digunakan oleh para petinggi kolonial untuk menyembunyikan lokasi harta atau barang berharga lainnya.

“Simbol ini menunjukkan koordinat yang tersembunyi, semacam penunjuk arah ke lokasi rahasia,” baca Rani dengan suara penuh takjub. “Jadi, setiap simbol di medali ini mungkin mengarah ke titik yang berbeda.”

Ibu Sri mengangguk, tampak senang dengan penemuan mereka. “Kalian tampaknya menemukan sesuatu yang sangat penting. Pastikan kalian berhati-hati, ya? Kadang, pengetahuan tentang hal-hal seperti ini bisa menarik perhatian yang tidak diinginkan.”

Alif dan Rani tersenyum dan berterima kasih kepada Ibu Sri sebelum kembali ke meja mereka. Mereka mendiskusikan simbol tersebut dan mencoba menyusun ulang petunjuk yang mereka miliki. Setiap simbol di medali itu ternyata bukan hanya sekadar hiasan, melainkan kode arah yang menunjukkan titik tertentu di kota mereka.

“Jadi, mungkin ada empat atau lima lokasi rahasia di kota ini, masing-masing ditandai dengan simbol yang berbeda,” kata Alif sambil mengamati peta kota. “Kalau kita bisa menemukan semuanya, kita mungkin bisa menyusun potongan terakhir dari misteri ini.”

Mereka menyadari bahwa jalan mereka belum selesai. Pengetahuan baru ini memberi mereka arah yang lebih jelas, tetapi juga menambah risiko yang mereka hadapi. Mereka tahu bahwa Pak Arman mungkin sudah menyadari keberadaan mereka dan bisa saja mendahului mereka di lokasi-lokasi selanjutnya.

Namun, semangat mereka justru semakin berkobar. Mereka telah menemukan kunci dari rahasia medali itu, dan dengan setiap langkah, mereka semakin dekat untuk mengungkap misteri besar yang tersembunyi di balik artefak-artefak kuno ini.

Dengan tekad yang bulat dan semangat yang membara, Alif dan Rani keluar dari perpustakaan kota, siap untuk melanjutkan perjalanan mereka. Mereka tahu bahwa semakin dalam mereka menyelidiki, semakin besar tantangan yang akan mereka hadapi. Tapi mereka juga tahu, setiap simbol yang terpecahkan adalah langkah menuju kebenaran yang selama ini tersembunyi di kota mereka.

Dengan semangat baru setelah menemukan arti simbol di perpustakaan, Alif dan Rani menuju lokasi yang mereka yakini menjadi titik pertama dari petunjuk di medali itu. Lokasi tersebut berada di tepi sungai di bagian selatan kota, di sebuah area yang jarang dikunjungi orang. Mereka memilih untuk pergi saat senja agar tidak menarik perhatian.

Ketika sampai di tepi sungai, mereka melihat sekeliling, memastikan tidak ada orang yang mengikuti. Tempat itu sepi dan tenang, hanya terdengar suara gemericik air yang mengalir perlahan. Rani mengeluarkan salinan simbol dari medali yang sudah mereka buat, lalu mencoba membandingkannya dengan lingkungan sekitar.

“Di mana kita harus mulai mencari?” tanya Rani sambil melihat peta kota dan mencoba mencocokkan posisi mereka.

Alif mengamati sekitar. “Simbol di medali ini mirip dengan bentuk batu besar di tepi sungai, di sana,” katanya sambil menunjuk ke arah sebuah batu besar berlumut yang berada di tepian sungai. Batu itu tampak kuno dan berbeda dari bebatuan lain di sekitarnya, seolah-olah ia memang diletakkan di sana sebagai penanda.

Mereka berjalan mendekati batu tersebut dan mulai memeriksanya. Alif meraba permukaan batu, yang terasa kasar dan dingin di tangannya. Dia merasa ada sesuatu yang tidak biasa pada salah satu sisi batu tersebut.

“Rani, coba lihat di sini,” Alif memanggilnya. “Ada ukiran di sisi batu ini.”

Rani mendekat, melihat ukiran yang hampir tertutup lumut. Mereka menggosok permukaan batu dengan hati-hati sampai ukiran itu terlihat lebih jelas. Ukiran itu ternyata berbentuk simbol yang sama dengan yang ada di medali mereka, hanya saja terlihat lebih besar dan detail.

“Ini pasti petunjuk selanjutnya!” seru Rani bersemangat. “Tapi, maksudnya apa, ya?”

Alif mengamati ukiran itu dengan seksama, memperhatikan bahwa di bagian bawah simbol tersebut ada tanda panah kecil yang mengarah ke sebuah jalan setapak yang tersembunyi di balik pepohonan di dekat mereka.

“Kita harus mengikuti jalan itu,” kata Alif yakin. “Mungkin ada sesuatu di ujung sana yang bisa membawa kita ke petunjuk berikutnya.”

Mereka berdua berjalan menyusuri jalan setapak itu, yang terasa sepi dan misterius. Semakin jauh mereka berjalan, suasana di sekitar semakin sunyi, dan udara mulai terasa dingin. Jalan setapak itu akhirnya membawa mereka ke sebuah area terbuka yang dipenuhi reruntuhan bangunan tua, yang tampak seperti bekas gudang.

“Aku tidak tahu ada tempat seperti ini di dekat sungai,” ujar Rani dengan kagum, melihat sekeliling. Reruntuhan itu tampak seperti peninggalan dari masa lalu, mungkin dari zaman kolonial, dengan dinding yang sebagian besar sudah runtuh dan tumbuhan liar yang tumbuh di sela-selanya.

Alif merasakan ketegangan yang semakin meningkat. “Mungkin ini salah satu gudang tua yang dulu dipakai untuk menyimpan barang-barang perdagangan. Tapi mengapa medali itu membawa kita ke sini?”

Mereka berdua mulai mengelilingi reruntuhan itu, mencari tanda atau petunjuk lainnya. Rani menemukan sesuatu yang menarik di salah satu dinding yang masih berdiri. Ada simbol yang sama seperti di medali mereka, tetapi kali ini ada ukiran tambahan berupa angka dan huruf.

“Alif, coba lihat ini,” Rani menunjuk simbol itu. Di samping simbol tersebut, ada ukiran angka “1865” dan huruf “L.T.”.

“1865? Itu tahun, mungkin,” ujar Alif berpikir keras. “Tapi apa artinya ‘L.T.’?”

Mereka berdua merenung sejenak, namun belum juga bisa memahami arti dari simbol tersebut. Rani tiba-tiba mendengar suara langkah kaki dari arah belakang mereka. Dia langsung menarik tangan Alif dan berbisik, “Ssst, ada yang datang!”

Mereka bersembunyi di balik reruntuhan dan mengintip ke arah jalan setapak. Beberapa saat kemudian, tampak seorang pria yang tidak asing lagi bagi mereka—Pak Arman, orang yang sudah mengikuti mereka sejak awal petualangan ini. Dia tampak serius dan hati-hati, seakan tahu bahwa ada sesuatu yang sangat penting di sini.

“Apa dia juga tahu tentang lokasi ini?” bisik Rani cemas.

“Sepertinya iya. Kita harus lebih cepat daripada dia,” jawab Alif, memutuskan untuk tetap mengamati.

Pak Arman tampak mencari-cari di sekitar reruntuhan. Wajahnya menunjukkan bahwa dia sangat fokus dan seolah tahu persis apa yang dia cari. Dia mendekati simbol yang baru saja ditemukan oleh Alif dan Rani di dinding, lalu mengeluarkan sesuatu dari tasnya. Alif dan Rani tidak bisa melihat jelas apa yang dia keluarkan, tetapi terlihat seperti sebuah peta kecil.

“Aku rasa dia sudah menemukan simbol lain seperti ini di tempat lain,” bisik Alif dengan nada khawatir.

Mereka menahan napas saat Pak Arman memperhatikan simbol itu dengan cermat, lalu mencatat sesuatu di kertasnya. Setelah beberapa saat, Pak Arman melangkah pergi, kembali ke jalan setapak dan menghilang di balik pepohonan.

Alif dan Rani akhirnya keluar dari persembunyian mereka, merasa sedikit lega namun juga semakin gelisah.

“Kita harus mencari tahu lebih cepat daripada dia, atau kita akan ketinggalan,” kata Rani penuh tekad. “Dia sepertinya sudah lebih jauh dalam menyusun potongan misteri ini daripada kita.”

Mereka berdua kembali memeriksa simbol di dinding dengan lebih teliti, mencoba memahami makna angka “1865” dan huruf “L.T.”. Alif tiba-tiba teringat sesuatu.

“Mungkin ‘L.T.’ itu adalah singkatan dari ‘Lumbung Tua’ atau ‘Lokasi Tersembunyi’. Dulu, tempat ini mungkin dikenal dengan nama tertentu, dan itu bisa membantu kita menemukan lokasi lain,” ujarnya sambil mencoba mengingat sejarah kota.

Mereka menyadari bahwa tanpa informasi lebih lanjut, mereka harus mencari referensi tambahan. Mereka memutuskan untuk mencatat detail yang mereka temukan dan kembali ke perpustakaan, berharap bisa menemukan arsip atau peta lama yang menunjukkan lokasi lain yang memiliki simbol atau inisial yang sama.

“Ini mungkin awal dari serangkaian petunjuk yang harus kita pecahkan,” kata Rani saat mereka bersiap untuk kembali.

Alif mengangguk. “Kita harus berpacu dengan waktu. Kalau tidak, Pak Arman mungkin akan sampai duluan ke lokasi-lokasi berikutnya.”

Dengan tekad baru dan sedikit kecemasan, Alif dan Rani meninggalkan reruntuhan tua itu. Mereka sadar bahwa petualangan mereka baru dimulai, dan bahwa bahaya semakin mendekat. Tapi bagi mereka, misteri ini adalah panggilan yang tidak bisa mereka abaikan—sebuah rahasia kota yang harus diungkapkan, apapun risikonya.

More Chapters