WebNovels

Chapter 9 - Chapter 9. kejaran waktu dan peta misteri

Setelah berhasil keluar dari lorong bawah tanah dan kembali ke rumah, Alif dan Rani duduk di meja dengan napas yang masih memburu. Perasaan lega setelah berhasil keluar dari tempat itu segera berganti dengan kekhawatiran dan ketegangan. Pak Arman jelas tahu tentang lorong dan kemungkinan juga tahu tentang artefak yang mereka temukan. Kini, mereka tahu bahwa waktu mereka terbatas.

Alif membuka peta yang mereka temukan di dalam kotak besi. Peta itu tampak usang, tetapi cukup jelas menunjukkan kota mereka dengan beberapa titik yang ditandai, mirip dengan peta yang mereka lihat di arsip kota. Di salah satu pojok peta tertulis sebuah kalimat dengan tinta yang hampir pudar: “Yang tersembunyi di antara jejak sejarah akan menjadi kunci.”

“Lihat ini, Alif. Beberapa lokasi yang ditandai di peta ini mirip dengan lokasi-lokasi yang kita lihat di arsip kota kemarin,” kata Rani sambil menunjuk beberapa titik di peta.

Alif mengangguk. “Benar, dan sepertinya ada lebih dari satu tempat yang menyimpan benda berharga. Mungkin artefak-artefak itu tersebar di seluruh kota, di tempat-tempat tertentu yang mungkin tidak banyak diketahui orang.”

Mereka berdua memeriksa titik-titik yang ditandai pada peta tersebut. Ada lima lokasi yang ditandai, termasuk lumbung di tepi sungai yang baru saja mereka kunjungi. Titik-titik lainnya tampak berada di lokasi yang berbeda, tersebar di beberapa tempat penting di kota seperti bangunan tua di pusat kota, sebuah taman tua, dan sebuah menara jam yang jarang dikunjungi orang.

“Jadi kita harus memeriksa empat tempat lagi,” ujar Rani dengan nada khawatir. “Dan dengan Pak Arman di sekitar, kita harus lebih berhati-hati.”

Alif mengangguk. “Aku rasa kita harus bergerak cepat, tapi kita juga harus cerdik. Pak Arman mungkin sudah punya petunjuk tentang beberapa lokasi ini. Kita harus mendahuluinya, atau setidaknya mengalihkan perhatiannya.”

Keduanya menyusun strategi. Alif memutuskan bahwa mereka akan mengunjungi lokasi yang tampak paling jauh dari pusat kota lebih dulu, berharap Pak Arman tidak akan menduga bahwa mereka akan memulai dari tempat yang terpencil. Lokasi pertama yang mereka pilih adalah taman tua di pinggir kota, tempat yang dulunya sering dikunjungi warga sebelum akhirnya terbengkalai.

---

Esok harinya, di Taman Tua

Mereka tiba di taman tua itu pagi-pagi sekali, ketika masih sepi. Taman itu sudah lama ditinggalkan, rumput liar tumbuh tinggi, dan bangku-bangku kayu yang ada di sekitar tampak berkarat. Di tengah taman, terdapat patung seorang tokoh sejarah kota yang menjadi daya tarik utama tempat itu saat masih ramai dulu.

Mereka mulai menyusuri taman dengan hati-hati, mengikuti arah di peta yang menandai bagian tengah taman sebagai lokasi yang harus diperiksa. Alif memeriksa patung itu dari dekat, mencari tanda atau simbol seperti yang pernah mereka temukan di lumbung tua.

“Ada tulisan kecil di sini,” kata Alif sambil menunjuk bagian bawah patung.

Tulisan itu berbunyi: “Waktu adalah pelindung rahasia.”

“Apa maksudnya, ya?” tanya Rani, mengerutkan kening. “Sepertinya ada hubungan dengan waktu, tapi bagaimana?”

Alif memikirkan kata-kata tersebut. Ia memperhatikan patung itu, lalu tiba-tiba menyadari sesuatu. “Rani, lihat jam yang dipasang di atas patung ini. Jarumnya menunjukkan pukul tiga tepat. Mungkin ini adalah petunjuk untuk mencari di sekitar sini pada pukul tiga nanti?”

Rani terkejut. “Tapi, itu berarti kita harus menunggu di sini sampai pukul tiga sore?”

Alif mengangguk sambil tersenyum tipis. “Sepertinya begitu. Aku rasa rahasia ini memang dirancang untuk membuat siapapun yang menemukannya harus sabar.”

Dengan rencana tersebut, mereka memutuskan untuk menunggu sambil memeriksa taman lebih lanjut, berjaga-jaga jika ada tanda tambahan. Namun, menjelang sore, ketika jam sudah mendekati pukul tiga, mereka merasakan ketegangan kembali meningkat. Mereka tahu bahwa Pak Arman bisa saja menyusul kapan saja.

Akhirnya, tepat pukul tiga, mereka kembali ke patung dan mengamati setiap sudutnya. Saat itulah Alif melihat bagian alas patung yang bisa digeser. Dengan hati-hati, dia dan Rani memindahkan alas tersebut, dan di bawahnya, mereka menemukan sebuah kotak kecil yang tertanam di tanah.

“Ini dia!” seru Rani dengan penuh antusiasme.

Di dalam kotak itu, mereka menemukan benda kecil yang tampak seperti bagian dari peta lain, serta sebuah pesan tertulis yang berbunyi: “Jika kau sampai sejauh ini, teruslah mencari di antara jejak-jejak yang terlupakan.”

“Sepertinya ini adalah bagian pertama dari peta yang lebih besar,” kata Alif sambil memeriksa potongan peta tersebut. “Kita harus mengumpulkan semua bagian untuk mendapatkan petunjuk penuh.”

Namun, sebelum mereka sempat melanjutkan pembicaraan, mereka mendengar suara langkah kaki di belakang mereka. Ketika mereka menoleh, mereka melihat Pak Arman berdiri dengan ekspresi marah, matanya menatap tajam ke arah mereka.

“Kalian pikir kalian bisa mendahuluiku?” kata Pak Arman dengan nada dingin. “Serahkan kotak itu sekarang juga.”

Alif dan Rani mundur beberapa langkah, saling berpandangan. Mereka tahu, mereka tidak akan bisa melawan Pak Arman sendirian. Dengan cepat, Alif menutup kotak itu dan memasukkannya ke dalam tas Rani, lalu membisikkan sesuatu ke telinganya.

“Lari sekarang!”

Tanpa berpikir dua kali, Rani berlari keluar dari taman dengan kotak tersebut, sementara Alif berusaha menghalangi Pak Arman agar dia tidak bisa mengikuti Rani. Pak Arman tampak marah, namun ia dengan cepat mengejar Rani, meninggalkan Alif yang tertinggal di belakang.

Menyadari situasi ini, Alif pun segera berlari keluar taman dan menyusul Rani, berharap mereka bisa bertemu di tempat yang aman.

---

Setelah beberapa waktu, Alif akhirnya berhasil menemukan Rani di sebuah tempat tersembunyi di dekat perpustakaan. Nafas mereka terengah-engah, namun mereka merasa lega karena berhasil menyelamatkan kotak itu dari tangan Pak Arman.

“Kita harus lebih berhati-hati,” kata Alif sambil mengambil kotak dari tas Rani. “Pak Arman jelas tidak akan menyerah dengan mudah.”

Rani mengangguk, masih dengan wajah pucat. “Tapi, sekarang kita punya petunjuk pertama. Kita tinggal mencari empat lokasi lagi.”

Dengan penuh semangat dan kewaspadaan, mereka memutuskan untuk melanjutkan perjalanan mereka. Meski bahaya selalu mengintai, mereka tahu bahwa rahasia artefak ini adalah kunci untuk mengungkap sejarah kota mereka – sejarah yang harus mereka lindungi dari orang-orang seperti Pak Arman.

Setelah itu, mereka menuju ke cafe untuk beristirahat, lalu mereka secara tidak sengaja melihat pak Arman masuk ke cafe, bersama dengan seorang, pemuda berwajah tampan dan memiliki aura misterius lalu mereka pun segera bergegas keluar dari cafe, tanpa menarik perhatian setelah keluar dari cafe Rani, mengerutkan kening ny "org itu Wiliam?".

Keesokan harinya, setelah berhasil menyelamatkan kotak dari tangan Pak Arman, Alif dan Rani tidak bisa beristirahat lama. Meskipun mereka kini memiliki petunjuk pertama, mereka tahu bahwa ancaman belum berakhir. Justru, itu baru permulaan. Pak Arman mungkin seorang ancaman, tetapi mereka kini juga harus waspada terhadap seseorang yang jauh lebih berbahaya dan licik-Wiliam.

Alif memandangi potongan peta yang baru ditemukan. Mereka harus segera mengumpulkan semua bagian dari peta ini sebelum pihak lain mendapatkannya. Namun, semakin dalam mereka terlibat dalam misteri ini, semakin banyak bahaya yang mereka hadapi. Wiliam, yang baru saja mereka dengar namanya diucapkan oleh Pak Arman dalam pertemuan singkat di sebuah cafe, ternyata bukan sekadar nama. Wiliam adalah seorang yang memiliki kecerdasan luar biasa, namun juga seorang manipulatif yang bisa menyusun rencana berlapis-lapis untuk mengendalikan orang lain.

"Wiliam...," Rani mengulang nama itu, "Kau tahu dia?"

Alif mengangguk pelan. "Ya, aku pernah mendengar cerita tentang dia. Wiliam bukan orang biasa. Dia memiliki keahlian dalam membaca orang dan memanipulasi situasi. Dulu dia dikenal sebagai anak yang pendiam, tapi rumor mengatakan bahwa dia telah melakukan hal-hal yang sangat gelap, bahkan membunuh beberapa orang."

Rani tampak terkejut. "Maksudmu... dia membunuh?"

"Dia telah membunuh lebih dari dua puluh orang yang menurutnya adalah 'penghalang' bagi misinya. Dia menyebut mereka sebagai orang-orang yang merusak dunia ini," kata Alif, matanya berkilat tajam. "Pak Arman menganggap Wiliam sebagai ancaman yang lebih besar daripada dirinya. Itu sebabnya dia mungkin saja menggunakan kita untuk menghadapinya."

Mereka terdiam sejenak, merasakan beratnya ancaman yang baru saja mereka sadari. Wiliam bukan hanya seorang musuh yang cerdas, tetapi juga berbahaya dalam cara yang lebih halus dan meresahkan.

---

Beberapa hari kemudian, mereka tiba di lokasi kedua yang terletak di sebuah menara jam tua di pusat kota. Menara itu terletak di ujung jalan yang jarang dilewati orang, dengan kondisi bangunan yang sedikit rapuh. Namun, di balik keusangannya, menara itu menyimpan banyak sejarah-dan kemungkinan petunjuk berikutnya.

Mereka mengelilingi menara, mencoba mencari petunjuk atau simbol yang mungkin tersembunyi di sekitar bangunan tersebut. Saat matahari mulai terbenam, mereka mendengar suara langkah kaki yang mendekat. Alif dan Rani saling berpandangan dengan gugup. Mereka segera berlindung di balik dinding batu menara, berharap bisa menghindari perhatian.

Tiba-tiba, sosok tinggi dan tampan muncul di depan mereka. Wiliam.

"Tidak mudah menemukan kalian," kata Wiliam dengan suara rendah dan penuh teka-teki. "Aku tahu kalian sedang mencari sesuatu yang besar. Tapi, tahukah kalian, kalian tidak akan bisa bersembunyi selamanya."

Rani terkejut dan bersiap melarikan diri, namun Alif mengangkat tangan untuk menghentikannya. "Apa yang kau inginkan, Wiliam?"

Wiliam tersenyum dingin, ekspresinya tetap tenang. "Kalian ingin tahu tentang peta ini, kan? Ternyata, kita punya tujuan yang sama. Tapi aku akan memberitahumu satu hal-jangan pernah berpikir kalian bisa mengalahkanku dalam permainan ini."

Alif merasa darahnya mendidih, tapi dia tahu bahwa Wiliam bukan orang yang bisa dilawan dengan kekerasan. "Kami tidak akan menyerah pada kalian," kata Alif dengan tegas. "Jika kau menginginkan peta ini, kau harus mengalahkan kami dengan cara yang lebih cerdik. Tapi kami akan terus maju. Kami akan menemukan seluruh petunjuk."

Wiliam tertawa pelan. "Kalian masih terlalu muda untuk memahami permainan ini. Kalian tidak tahu seberapa jauh aku akan pergi untuk mendapatkan apa yang aku inginkan."

Dia kemudian berbalik dan berjalan menjauh dengan langkah-langkah tenang, meninggalkan Alif dan Rani dalam keadaan terkejut dan bingung. Mereka tahu bahwa Wiliam bukan hanya berbahaya dalam hal kekuatan fisik, tetapi juga dalam kemampuannya untuk memanipulasi situasi dan mempengaruhi pikiran orang.

"Alif, kita tidak bisa membiarkan dia mendapatkan peta ini. Kita harus lebih berhati-hati," kata Rani, suaranya penuh keprihatinan.

Alif mengangguk. "Kita harus bergerak lebih cepat. Wiliam bukan orang yang bisa dianggap enteng. Dan kalau Pak Arman juga terlibat, kita berada di tengah permainan yang lebih besar daripada yang kita kira."

Saat mereka melanjutkan pencarian mereka, satu hal jelas: mereka tidak hanya berhadapan dengan Pak Arman, tapi juga dengan Wiliam yang licik dan berbahaya. Rahasia kota ini semakin terbuka, dan hanya satu hal yang pasti-kejaran waktu semakin mendekat, dan mereka harus siap menghadapi semua tantangan yang akan datang.

More Chapters