WebNovels

Chapter 16 - Gema Takdir dari Menara Ilyria

"Bila sejarah dilupakan, maka kutukannya akan terulang." – Pribahasa kuno Arkos

Bayangan malam menggulung perlahan saat Edwin menjejakkan kaki di pelataran berbatu yang menghadap Menara Ilyria. Menara kuno itu menjulang tinggi ke langit, seperti tulang punggung dari naga purba yang dibekukan oleh waktu. Dindingnya terukir simbol-simbol kuno, tertutup lumut dan energi murni yang masih aktif setelah ribuan tahun.

Menara Ilyria bukan tempat biasa. Di sanalah para Penjaga Awal menuliskan riwayat dunia, mengunci rahasia teknik yang dilarang, dan menyimpan potongan-potongan takdir yang belum ditentukan. Banyak yang mencoba masuk—hanya sedikit yang kembali waras.

Edwin berdiri sejenak, membiarkan angin membawa bau bebatuan tua dan kabut spiritual yang bergelombang. Cahaya biru samar dari telapak tangannya berpendar, menyesuaikan dengan frekuensi energi menara. Di tangannya, segel dari Void Sanctum berdenyut—menara ini merespons kehadirannya.

Langkah pertamanya melewati gerbang batu tua memunculkan gema panjang, seolah menara itu menyambut atau memperingatkan. Saat ia masuk, dinding sekeliling berubah menjadi mosaik cahaya, menampilkan bayangan sejarah Arkos: perang antarfaksi, kelahiran kultivasi, hingga kejatuhan Kekaisaran Tertua.

Lalu terdengar suara. Bukan dari luar, tapi dari dalam pikirannya.

"Ah... akhirnya, Pewaris Void datang."

Edwin berhenti sejenak. "Siapa kau?"

"Aku adalah gema. Bayangan para pemegang sejarah. Aku bukan satu jiwa, melainkan ribuan jiwa yang pernah menyentuh jantung menara ini."

Ia melanjutkan langkahnya. Setiap lantai menara yang ia lalui membawa mimpi, ilusi, dan kebenaran yang tak ingin diketahui siapapun. Di satu ruangan, ia melihat gambaran dirinya—memimpin perang, mata bersinar ungu, dikelilingi kehancuran.

Di ruangan lain, ia berdiri di tengah hutan lebat, memeluk seorang perempuan misterius yang wajahnya tak bisa ia ingat, sementara dunia di belakangnya tenang, damai. Dua pilihan. Dua jalur. Dua masa depan.

Namun itu semua belum seberapa dibandingkan lantai kelima belas.

Saat Edwin memasuki ruangan itu, ia mendadak merasa tubuhnya berat. Udara menjadi kental, seperti kabut minyak yang lengket. Di tengah ruangan berdiri sosok berjubah abu-abu, tinggi dan kurus, dengan wajah tertutup topeng serpihan cermin. Sosok itu dikenal dalam legenda sebagai The Watcher of Ilyria, entitas yang menjaga waktu dan informasi.

Sang Penjaga berbicara, suaranya seperti gema dari dasar sumur waktu.

"Edwin, keturunan darah lama, pencari jalan baru... kau datang bukan hanya untuk melihat, tapi untuk memutuskan."

Edwin tak gentar. "Aku ingin tahu... tentang diriku. Tentang apa yang terjadi sebelum aku lahir."

"Maka bersiaplah. Kebenaran tidak selalu indah."

Cermin-cermin di dinding memantulkan gambaran kehidupan—bukan hanya Edwin, tapi ayahnya, ibunya, dan sosok yang selama ini tak pernah disebutkan dalam kisah manapun: Raden Vorthar, kakek Edwin, mantan Jenderal Agung Kekaisaran Aurathar yang dihukum mati karena mencoba membangkitkan teknik kultivasi terlarang: Eclipse Reversal.

Darah Edwin adalah darah pengkhianat dan penyelamat. Campuran dua kekuatan yang bertentangan: keseimbangan dan kekacauan.

Edwin terdiam. Dunia tiba-tiba menjadi sunyi.

"Kau memiliki potensi untuk mengulang jejaknya," bisik sang Penjaga. "Atau membelokkan jalan takdir."

Di tengah kebingungan itu, Edwin melihat dirinya di masa depan—terbelah menjadi dua versi: satu memimpin dunia sebagai Kaisar Kegelapan dengan pasukan bayangan, satu lagi menjadi Pendeta Keseimbangan yang tak pernah menggunakan kekuatannya untuk berperang.

Keringat dingin membasahi lehernya. Pilihan itu terasa semakin dekat.

Namun, sebelum ia bisa menjawab atau bertanya lebih jauh, gempa mengguncang menara. Salah satu cermin retak, dan dari retakan itu, muncul kabut ungu pekat.

"Ada yang masuk paksa ke dimensi menara!" teriak sang Penjaga.

Edwin menarik napas tajam. Aura itu... ia mengenalinya.

Faksi Abyssum.

Tiba-tiba, di belakangnya muncul sosok yang membuat jantungnya membeku: Lyzael, komandan khusus Abyssum yang terkenal karena kemampuannya menyusup dimensi spiritual. Rambutnya keperakan, matanya hijau tajam, dan senyumnya—dingin.

"Hei, Pewaris Void," katanya sinis. "Aku ingin tahu, apa yang membuat Menara ini begitu melindungimu?"

Edwin langsung mengangkat tangannya, memunculkan simbol biru Void.

"Terlambat," kata Lyzael.

Ia mengayunkan pedangnya, dan ruangan runtuh. Edwin terpental ke lantai bawah, terguncang, terlempar kembali ke mosaik-mosaik sejarah yang kini berubah menjadi medan pertempuran.

Namun dalam kekacauan itu, sebuah suara membisik di telinganya:

"Jangan biarkan sejarah menulismu... kau yang harus menulis sejarahmu sendiri."

Edwin bangkit. Luka di pelipisnya berdarah. Tapi matanya bersinar.

Ia tahu sekarang: menara ini bukan sekadar penyimpan kenangan. Ia adalah penjaga takdir.

Dan Edwin akan menulis takdir Arkos dengan tangannya sendiri.

More Chapters