WebNovels

Chapter 3 - PETUNJUK

"Pria asing itu kemana, ya. Tiba-tiba menghilang tanpa memberi kabar," batin Sierra, aneh.

 "Sierra, kenapa kamu bengong?" tanya Kayla, menyenggol bahu Sierra.

"Ah, aku tidak apa-apa, Kay. Hanya ada masalah kecil," jawab Sierra tersenyum simpul.

"Kalo ada apa-apa, jangan sungkan buat cerita sama aku dan juga Alleta," ujar Kayla tersenyum.

"Aku pasti akan cerita sama kalian, kalo ada masalah," jawab Sierra tersenyum

 Kayla mengelus pundak Sierra, dia cukup tahu bagaimana kehidupan Sierra selama ini, nyaris seperti dirinya.

"Wah ada cewek-cewek cantik nih."

Sierra dengan Kayla dikagetkan dengan kedatangan segerombolan preman.

"Pergi kalian, jangan ganggu kami!" usir Kayla.

Segerombolan preman itu menertawakan ucapan Kayla, mereka memandang rendah kepada kedua wanita tersebut.

"Kalian fikir, kami akan takut? Hah! Tidak akan!"

"Jangan salahkan kami, kalo kalian pulang babak belur," lontar Kayla, dia tersenyum sinis.

"Dari pada banyak ngomong, mending ikut kita, kita senang-senang yuk!"

"Bajingan!" kesal Kayla.

"Kita lari saja dari sini, aku malas meladeni mereka," bisik Sierra.

"Aku juga maunya gitu, tapi lihat.. Mereka banyak sekali, dan mereka tidak akan membiarkan kita pergi begitu saja," balas Kayla dengan bisikan.

Sierra mengangguk..

Segerombolan preman itu mendekat kearah mereka.

"Jangan harap, kalian bisa menyentuh kami,' ujar Seirra.

Terjadi perkelahian antara delapan orang preman, dengan dua wanita.

Sierra tidak terlalu fokus, entah kenapa fikirannya seperti kacau, memikirkan seseorang. Sehingga membuat dia tak sengaja terjatuh karena pukulan preman itu.

"Ra, kamu ngak apa-apa?" tanya Kayla dengan raut wajah panik.

Belum sempat Sierra jawab, dia sudah melihat preman itu akan melukai sang sahabat.

"Kay, awas!" teriak Sierra.

Kayla berhasil menyelamatkan dirinya.

"Bajingan, kali ini aku tidak akan diam saja," geram Kayla.

Kayla benar-benar menghajar mereka semua tanpa ampun.

"Kalo kalian berani lagi sama kita, gua akan langsung mengirim kalian ke neraka!" teriak Kayla.

Semua preman itu meninggalkan mereka, dengan wajah yang sudah babak belur, karena hajaran Kayla.

"Sierra, kamu nggak apa-apa?" tanya Kayla cemas.

"Hanya perutku saja yang sakit, yang lain aman," jawab Sierra.

"Kita ke RS aja, yuk. Kamu harus periksa keadaan kamu," ajak Kayla, dia benar-benar khawatir dengan kondisi sang sahabat.

"Aku nggak apa-apa, besok juga sembuh," ujar Sierra tersenyum, dia tidak mau melihat melihat Kayla khawatir.

"Yasudah, kita pulang kalo begitu," ajak Kayla.

Keduanya memutuskan untuk pulang terlebih dahulu, agar Sierra bisa istirahat, kebetulan jarak rumahnya sudah dekat, jadi tidak banyak memakan waktu saat di perjalanan.

"Aku akan menginap disini," ucap Kayla.

"Aku senang sekali, jangan lupa ajak Alleta, nanti dia merajuk," ujar Sierra.

"Aku sudah menghubungi dia, mungkin sebentar lagi akan kesini," kata Kayla.

 "Kalo mengingat Alleta, aku jadi sedih," ucap Sierra,

"Sudah 3 kali, dia gagal menikah, apa lagi mengingat keluarganya yang jahat banget, aku jadi gak tega," lanjut Sierra.

"Apa kita carikan laki-laki baik, yang akan menerima kekurangan dan kelebihan dia, ya. Supaya dia tidak patah hati terus," ujar Kayla.

"Tapi, aku takut kalo Alleta tersinggung dengan apa yang akan kita lakukan," kata Sierra.

"Kamu benar juga," jawab Kayla bingung.

***

Sementara dikota lain.

"Al, kamu yakin kalo ini semua identitas perempuan yang saya maksud?" tanya Zane.

"Benar tuan," jawab Alvaro, sang asisten sekaligus teman masa kecilnya.

"Seperti ada yang terlewatkan, tapi apa," gumam Zane bingung.

Tapi, Zane sangat percaya dengan kemampuan Alvaro, karena Alvaro sangat lihai dalam urusan mencari tahu identitas orang lain.

"Bagaimana dengan pencarian gadis itu, apa sudah ada petunjuk?" tanya Zane.

"Maaf tuan, kalo masalah itu, kami benar-benar belum mendapatkan petunjuk apapun," jawab Alvaro.

"Sebenarnya dimana gadis itu, kenapa susah sekali mencari dia, padahal saya sudah berjanji kepada tuan Watson, kalo saya akan menjaga dia," ucap Zane.

 Lamunan Zane buyar, kala seorang bodyguard masuk kedalam ruangan pribadinya..

"Ada apa, sepertinya penting sekali?" tanya Zane, dengan raut wajah dingin seperti biasanya.

"Saya menemukan sesuatu, dan mungkin ini akan menjadi petunjuk."

Zane langsung melihat kearah sang bodyguard.

"Kalung berlian, dan didalamnya foto keluarga Watson," ucap Zane.

Setelah mengambil kalung itu, Zane langsung mengusirnya.

"Kalung ini, kenapa seperti tidak asing, saya pernah melihat kalung ini, tapi dimana," batin Zane.

Zane terus menatap kalung berlian itu, akhirnya dia mempunyai satu bukti kuat, untuk mencari keturunan Watson yang hilang, 10 tahun yang lalu.

"Alvaro, prihal satu anak laki-laki Watson, dia sekarang bagaimana?" tanya Zane.

"Dia selamat, tapi dia cacat," jawab Alvaro.

Ya, ada dua yang selamat dari keluarga Watson kala itu, Zane dengan semua anak buahnya telat menyelamatkan tuan Watson, dan juga nyonya Watson.

"Apa dia tahu, kalo adik perempuannya masih hidup?" tanya Zane.

"Kemungkinan dia tahu, karena dia sempat menanyakan prihal itu kepada saya," jawab Alvaro.

 "Cari dokter yang bisa menyembuhkan dia, akan mudah mencari keturunan Watson, dengan bantuan kakaknya," titah Zane.

"Baik, akan saya lakukan," jawab Alvaro.

Perbincangan keduanya buyar, kala mendengar suara senjata api bersahutan diluar markas mereka.

"Siapa yang sudah menyelinap, habisi dia!"

Zane dengan Alvaro bergegas keluar dari ruangan itu, masing-masing membawa senjata api yang selalu mereka gunakan.

"Dor"

"Dor"

"Dor"

Suara tembakan bersahutan, Zane dengan Alvaro berhasil melumpuhkan musuhnya dengan hitungan detik.

"Kurang ajar, berani-beraninya dia menyelinap kedalam markas ini!" geram Zane.

"Sepertinya mereka kiriman dari salah satu musuh kita, tuan. Mereka mempunyai tato elang," ujarnya.

"Cari tahu, kalo sudah mendapatkan jawabannya, serang, dan lenyapkan markas mereka!" titah Zane, dengan penuh emosi.

Zane sangat tidak menyukai ketenangannya diusik..

"Alvaro, urus mereka!" titah Zane.

Zane meninggalkan markasnya, markas turun temurun dari para kakek, dan Zane terpaksa harus menjadi penerus mereka, menjadi ketua black iblis.

Saat diperjalanan, ketenangan Zane kembali diusik, dia benar-benar kesal.

"Bajingan, para hama itu selalu menganggu hidup saya," batin Zane kesal.

Zane keluar dari mobil mewah itu, dia tidak pernah takut akan semua hal, kecuali kehilangan orangtuanya.

"Badebah!, kalian memang hama!"

"Tunggu, saya tidak mau berdebat dengan dirimu, tuan Xavier Zane Alveric."

"Lalu, untuk apa kau menghalangi jalanku!" ujar Zane,

"Seorang Xavier Zane Alveric, tidak mempunyai banyak waktu, apa lagi untuk meladeni hama seperti dirimu," lanjut Zane.

Zane selalu sombong dan angkuh, saat berhadapan dengan semua musuhnya, siapapun tidak boleh ada yang merendahkan dirinya.

"Bagaimana kalo kita kerja sama, untuk menghabisi ketua mafia elang," seseorang itu menawarkan kerja sama.

"Terima kasih atas tawarannya, tapi sedikitpun saya tidak tertarik dengan tawaran anda," jawab Zane dengan nada suara angkuh,

"Tidak ada seorang musuh yang bekerja sama, berjalanlah di jalan masing-masing!"

***

More Chapters