WebNovels

Chapter 4 - Mati Suri di Malam Satu Suro

Bab 4: Rahasia Tanah Kalibiru

Keesokan paginya, sinar matahari yang biasanya hangat terasa dingin di kulit Raka. Ia duduk di dapur bersama nenek, yang tengah mengiris akar-akaran sambil sesekali menatap keluar jendela.

Suasana rumah masih berat. Dupa masih mengepul.

Raka akhirnya bertanya pelan, "Siapa sosok itu, Nek? Yang datang tadi malam?"

Nenek menghentikan gerak tangannya.Sunyi.Lalu, dengan suara serak, ia berkata:

"Namanya Ki Jagal Kendeng. Dulu ia adalah eksekutor adat. Tukang potong kepala para pembangkang desa Kalibiru. Tapi dia melanggar batas. Ia mengeksekusi orang-orang yang tidak bersalah… demi persembahan pada malam Satu Suro."

"Dia dikutuk. Dibunuh oleh warga. Tapi sebelum mati, dia bersumpah: 'Siapa pun yang mengganggu batas antara hidup dan mati… akan kuburu. Akan kubawa kepalanya sebagai gantinya.'"

Raka menunduk. "Dan karena aku kembali dari mati suri…"

"…kau dianggap telah melewati batas itu," lanjut sang nenek. "Dan sekarang… dia menuntut imbalan."

Raka terdiam. Tapi pikirannya berputar cepat.

Kalau Ki Jagal Kendeng memburu orang yang pernah kembali dari kematian, apakah dia satu-satunya yang pernah mengalaminya?

Malam harinya, ia pergi diam-diam ke rumah Pak Modin, juru kunci tertua di desa.

Rumah itu sunyi, tapi lampu temaram masih menyala.

Pak Modin, yang sudah bungkuk dan hampir buta, membuka pintu dan langsung bergumam:

"Akhirnya kau datang… orang yang kembali tanpa izin."

Raka kaget. "Anda tahu?"

Pak Modin mengangguk lemah. "Tentu. Aku pernah mengalaminya. Tahun 1965. Jantungku berhenti dua hari. Kembali... dan malam ketiga, aku melihat Ki Jagal duduk di atas genteng rumahku."

Raka mendekat. "Lalu apa yang Anda lakukan?"

Pak Modin tersenyum miris. "Aku menyerahkan nyawa adikku… sebagai gantinya."

Raka mundur. Jantungnya berdetak tak karuan.

"Tidak... aku tidak akan mengorbankan siapa pun!"

Pak Modin hanya menjawab:

"Kalau begitu... kau harus pergi ke alas kendeng, ke tempat Ki Jagal dikubur hidup-hidup. Minta padanya sendiri. Tapi hati-hati... bukan semua yang datang ke sana bisa kembali waras."

Raka kembali ke rumah. Langit malam itu terang, tapi angin menderu seperti lolongan serigala.

Dan di bawah ranjangnya, dia menemukan kelapa gundul yang basah dan membusuk.

Terukir di kulitnya satu kalimat:

"Satu malam lagi."

More Chapters