WebNovels

Chapter 2 - Bab 4-5 (Alkein-Ruhosi)

Bab 4: Bayangan yang Menerawang Masa Depan

Langit malam di Rimba Kiamar tampak seperti lukisan buram. Kabut berwarna ungu tua melayang-layang rendah, menutupi sebagian besar cahaya bintang yang biasanya menghiasi angkasa. Suasana malam terasa hening, hanya ditemani suara ranting patah atau lolongan samar dari kejauhan.

Di sebuah lapangan kecil berlumut, Ruhosi yang masih kecil duduk di atas batu, memeluk lututnya sambil menatap langit. Di sampingnya, sisa daging monster kecil yang dibakar tadi siang sudah tinggal tulang. Matanya tidak berkedip, seolah-olah ia sedang menunggu sesuatu turun dari langit.

"Kau masih saja menatap ke atas seperti itu," suara berat muncul dari balik bayangan. "Apa kau berharap bintang akan menjawab pertanyaanmu?"

Ruhosi menoleh cepat. " Hei! Kau mengejutkanku!"

Morphin adalah salah satu anggota Ras Bayangan yang paling jarang terlihat. Tubuhnya tinggi, berselimut jubah hitam yang menyatu dengan malam. Wajahnya jarang memperlihatkan ekspresi, namun matanya selalu tajam, seperti sedang membaca masa depan seseorang.

"Kau sudah mulai bisa merasakan kehadiranku dari jauh," ujar Morphin, berjalan perlahan ke arah Ruhosi. "Itu pertanda baik. Latihanmu mulai membuka indera keenammu."

"Indera keenam?" Ruhosi mengerutkan kening. "Aku cuma ingin bisa meninju monster lebih besar. Itu saja."

Morphin tersenyum samar. "Kekuatan otot akan membawamu melawan. Tapi kekuatan naluri akan membawamu bertahan hidup."

Pertanda dari Mimpi

Malam itu, Ruhosi bermimpi aneh. Ia berjalan di padang kosong yang tak berujung, dikelilingi bayangan-bayangan yang berubah bentuk. Kadang menjadi sosok raksasa, kadang berubah menjadi siluet seorang perempuan yang tidak memiliki wajah. Di kejauhan, sebuah tablet batu melayang di udara, memancarkan cahaya biru kehijauan. Aksara asing mengalir di permukaannya, berubah-ubah seperti hidup.

Tiba-tiba, suara berbisik masuk ke dalam kepalanya. Suara itu terdengar seperti dari dalam dirinya sendiri, tapi juga seperti berasal dari luar dunia ini.

> "Carilah tujuh fragmen... sebelum yang lain menemukannya. Jika tidak, dunia ini akan terbelah kembali."

Ruhosi terbangun dengan napas tersengah. Tubuhnya dipenuhi keringat dingin, meski malam tidak panas. Ada yang berbeda. Ia merasakannya. Dan ia tahu, mimpi itu bukan mimpi biasa.

Rapat Bayangan

Di dalam gua paling dalam, beberapa tokoh penting Ras Bayangan berkumpul dalam diam. Mereka tidak berbicara dengan mulut, melainkan dengan gelombang pikiran. Di antara mereka adalah Velmra—pemimpin perempuan Ras Bayangan yang sudah hidup selama dua abad—dan Morphin, yang berdiri dalam diam di sudut ruangan.

> "Anak itu... auranya mulai terbentuk. Bentuk yang belum pernah kita lihat."

> "Apakah ini awal dari nubuat yang selama ini kita jaga?"

> "Jika iya, maka waktunya telah dipercepat. Dan itu berarti, kita tak punya waktu lagi untuk bersembunyi."

Morphin memejamkan mata. Ia tahu, Ruhosi tidak akan hidup sebagai anak biasa. Ia sudah berbeda sejak pertama kali ditemukan. Tapi kini... segalanya akan benar-benar dimulai.

Pelatihan yang Lebih Dalam

Usianya baru menginjak delapan tahun lebih sedikit. Tapi Ruhosi sudah menjalani pelatihan yang tak sanggup dilakukan anak seumurannya. Velmra membawanya ke dalam bagian terdalam dari Rimba Kiamar—tempat di mana monster-monster purba mengendap dalam bayang-bayang. Di tempat ini, Ruhosi diajarkan untuk mendengarkan suara hutan, merasakan detak langkah di tanah, dan membaca bau kekuatan yang tersembunyi.

"Alam akan menjawabmu," ujar Velmra suatu hari, "Jika kau bertanya dengan cara yang benar."

Suatu malam, Ruhosi menemukan sebuah batu kecil saat ia duduk di tepi sungai. Batu itu dingin, tapi tiba-tiba bergetar pelan saat ia menyentuhnya. Permukaannya berubah, membentuk simbol yang bercahaya samar. Simbol itu sama persis seperti yang ia lihat di mimpinya.

Morphin muncul tak lama setelah itu, menatap batu tersebut dengan ekspresi serius. "Kau… sudah mulai menemukannya?"

"Menemukan apa?" tanya Ruhosi.

Morphin tidak menjawab. Tapi dalam hatinya, ia tahu: ini bukan kebetulan. Batu itu adalah bagian dari sesuatu yang jauh lebih besar.

Langkah Pertama Menuju Dunia Luar

Pagi berikutnya, Ruhosi berdiri di hadapan Velmra dan Morphin. Matanya penuh semangat, tapi dalam hatinya, ada keraguan kecil yang terus mengganggu.

"Aku ingin tahu siapa aku sebenarnya," ucapnya. "Dan... kenapa aku merasa seperti tidak berasal dari sini."

Velmra menatapnya dalam. "Kalau begitu, sudah waktunya kau meninggalkan hutan ini."

Morphin memberikan sebuah cincin berhias batu hitam. "Ini akan menuntunmu kembali jika kau terluka. Tapi jangan sering-sering menggunakannya. Setiap kali digunakan, dunia akan memperhatikanmu."

Ruhosi tidak tahu persis apa yang dimaksud Morphin. Tapi ia mengangguk.

Dengan bekal sederhana dan keberanian yang belum sepenuhnya matang, Ruhosi melangkah keluar dari Rimba Kiamar. Langkah pertama itu... adalah pintu masuk ke petualangan yang akan membawa dirinya menyelami sejarah kuno, konflik antar dimensi, dan kebenaran tentang siapa dia sebenarnya.

Bab 5: Lembah Asap dan Latihan Bayangan

Matahari belum menyentuh puncak langit saat suara dentuman lembut menggema dari perbukitan Lembah Asap. Kabut tebal yang mengambang sepanjang waktu seperti pelindung abadi bagi tanah itu, menutupi rerimbunan dan akar-akar tajam, membuat setiap pendatang asing kehilangan arah. Tapi bagi Ruhosi, bocah kecil berusia delapan tahun lebih sedikit, kabut ini sudah seperti teman lama—ia tahu di mana harus berpijak, ke mana harus bersembunyi, dan bagaimana cara bertahan.

Sejak ditemukan oleh ras bayangan saat masih bayi, Ruhosi tumbuh dalam dunia yang keras dan penuh rahasia. Ras bayangan, makhluk misterius yang hidup dalam keremangan dan diam, terkenal sebagai pelindung alam liar di kawasan itu. Mereka tak banyak bicara, tapi gerakan mereka anggun dan presisi. Mereka bukan makhluk jahat—hanya terlalu terbiasa hidup dalam dunia yang tak membutuhkan cahaya.

Pemimpin mereka, sosok berjubah kelam yang dipanggil Ma'haltheon, mengambil Ruhosi sebagai anak didiknya. Meskipun mereka semua tahu bahwa Ruhosi bukan bagian dari ras mereka, ada sesuatu dalam diri bocah itu—sebuah aura samar yang menggugah rasa ingin tahu bahkan dari yang paling tua di antara mereka.

Hari-hari Ruhosi diisi dengan latihan keras. Sejak usia lima tahun, tubuh kecilnya sudah dibiasakan untuk berlari di antara rerimbunan beracun, melompat di bebatuan tajam, dan menghindari monster-monster bayangan yang berkeliaran. Tapi yang lebih penting dari semua itu—ia belajar untuk merasakan. Di dunia ras bayangan, penglihatan bukanlah indera utama. Mereka mengajarkan Ruhosi untuk mendengar getaran tanah, membaui arah angin, bahkan merasakan tekanan udara untuk menghindari serangan dari makhluk tak kasat mata.

"Tenanglah… rasakan napasmu, bukan ketakutanmu."

Begitu kata Ma'haltheon setiap kali Ruhosi gagal dalam pelatihan.

Tubuh Ruhosi pun mulai berubah. Retakan samar mulai muncul di permukaan kulitnya mengikuti otot-otot yang tumbuh melalui latihan keras. Retakan itu bukan luka, melainkan jalur energi gelap yang mengalir dari dalam dirinya—sesuatu yang tidak pernah dia pahami, dan bahkan ras bayangan sendiri tidak tahu dari mana asal kekuatan itu. Dari celah itu, sesekali muncul aura seperti asap hitam yang berputar lembut, seolah memiliki kehendaknya sendiri.

Tapi meski memiliki sisi gelap, Ruhosi tak pernah terlihat suram. Ia tetap anak yang ceria, penuh rasa ingin tahu, seringkali membuat para pelatihnya kelelahan dengan pertanyaan-pertanyaan aneh dan keinginan iseng untuk bermain dengan monster. Satu kali, ia bahkan mencoba menunggangi makhluk seperti naga bayangan hanya karena menurutnya itu terlihat "keren".

Namun, di balik semua kegilaan dan semangatnya, Ruhosi memiliki luka terdalam yang belum sembuh—ia tidak tahu siapa dirinya. Malam-malam sepi di bawah langit gelap sering dihabiskannya menatap bintang, bertanya dalam hati: "Siapa aku? Kenapa aku dibuang?"

Satu-satunya petunjuk hanyalah kalung yang selalu dipakainya—berbentuk lingkaran dengan simbol aneh yang menyatu antara cahaya dan kegelapan. Ras bayangan tak bisa membaca simbol itu, tapi mereka tahu itu bukan buatan dunia ini. Dan lebih misterius lagi, setiap kali Ruhosi terluka parah, simbol itu bersinar samar, menyembuhkan lukanya tanpa bekas.

Di usia hampir sembilan tahun, Ruhosi sudah mampu mengalahkan monster-monster kecil sendirian. Ia bisa bersembunyi tanpa jejak, berlari seperti bayangan, dan menghindari panah hanya dengan mendengar anginnya. Tapi perjalanannya baru saja akan dimulai.

Sebab pada malam saat kabut berubah menjadi badai petir, Ma'haltheon memanggil Ruhosi ke altar tua yang tersembunyi di balik lembah…

"Ruhosi," ucapnya dengan suara parau, "Sudah waktunya kau mengetahui dunia di luar sini… dan mulai mencari kebenaran tentang dirimu."

More Chapters