WebNovels

Chapter 6 - Bab 8 ( Alkein - Ruhosi )

Bab 8 – Kabut yang Tidak Bisa Dilihat

Langkah Ruhosi pelan tapi pasti, melewati celah batu tempat raksasa Ormol menunjukkan jalannya. Udara berubah... tidak hanya dingin, tapi seperti... diam. Bukan sunyi biasa—melainkan kesunyian yang seolah mengawasi.

Kabut tipis mulai menyelimuti jalan tanah sempit itu, tetapi bukan kabut putih seperti biasa. Kabut ini berwarna kehijauan… dan seolah hidup. Setiap Ruhosi melangkah, kabut itu menjauh, lalu kembali mendekat, menggelayuti tubuhnya, dan kadang... membisikkan suara aneh.

> "Apa kau... benar-benar ingin tahu siapa dirimu?"

"Hmm… Aku lagi mikir juga sih… Tapi kalau bisa tahu sambil makan cemilan sih enak juga," jawab Ruhosi sembari nyengir, seakan tak terganggu sama sekali.

Tiba-tiba, suara tawa kecil terdengar dari balik kabut. Suara itu tidak menyeramkan… malah seperti suara anak-anak.

> "Siapa nama kalian? Ruhosi? Hoo... kalian harus main dengan kami dulu…"

Kabut menggulung, membentuk siluet-siluet kecil—seperti anak-anak kecil berlari, tertawa, lalu menghilang begitu saja. Tapi Ruhosi mulai merasakan sesuatu yang aneh. Setiap kabut menyentuh kulitnya, sesuatu dari dirinya... terasa terangkat. Bukan tenaga, bukan kekuatan… tapi ingatan.

Gambaran samar muncul di sekelilingnya:

Seorang wanita muda memeluk bayi dengan wajah teduh.

Sebuah tangan gelap menarik bayi itu dari pelukannya.

Tangisan.

Teriakan.

Dan suara—suara itu…

> "Pisahkan dia... sebelum kekuatan itu membangunkan sesuatu…"

Ruhosi terdiam. Tawa konyolnya lenyap seketika. Tangannya meraba kalung tulang yang tergantung di dadanya. Tapi benda itu... hilang.

"Eh?!! Kalungku kemana?!" jeritnya panik.

Ia berlari ke kanan, lalu ke kiri, menerobos kabut hijau itu, lalu tiba-tiba—

Bruk!

Ia menabrak sesuatu.

"Tuh kan! Aku bilang juga, jangan lari-lari di kabut!" kata sosok misterius yang kini berdiri di hadapannya.

Dia tinggi, kurus, mengenakan jubah panjang berlapis kabut. Wajahnya tak jelas, hanya dua bola mata berwarna hijau pucat yang menyala redup. Di pundaknya bertengger burung hantu berkepala dua—tanda bahwa dia berasal dari Ras Kabut Hijau.

> "Kau kehilangan dirimu, Ruhosi."

Ruhosi melotot. "Aku gak kehilangan apa-apa! Cuma... kalung doang... Dan… eh…"

Tiba-tiba ia sadar. Kabut tidak hanya mengaburkan pandangan, tapi juga sedang menyaring jiwanya.

> "Di tanah ini, yang bisa melihat hanyalah mereka yang bisa menerima siapa dirinya. Bukan hanya dari kekuatan, tapi juga dari bayangannya sendiri."

"Bayangan? Kayak bayangan waktu siang gitu?" celetuk Ruhosi polos.

Makhluk berjubah itu tersenyum samar.

> "Ikuti aku. Kau akan menghadapi cobaan, Ruhosi. Tapi ingat… di sini, kekuatan tak berarti apa-apa jika kau tidak tahu siapa yang kau pertaruhkan."

Mereka berjalan bersama. Di sepanjang jalan, Ruhosi harus melewati ruang-ruang kabut yang menampilkan kenangan—tapi bukan hanya miliknya. Ia melihat peperangan berdarah yang terjadi di masa lalu… benua terbakar… dan sesosok pria raksasa berbadan separuh api, separuh air—memanggil nama "Ruhos".

Dan dari bayangannya sendiri, muncul sosok Ruhosi kedua—mirip dirinya, tapi penuh luka, dan tertawa dalam keputusasaan.

> "Aku adalah kamu… yang tidak pernah percaya siapa pun… Bahkan dirimu sendiri."

Pertarungan terjadi di dimensi jiwa.

Bukan hanya saling pukul dan tendangan, tapi saling membongkar isi hati. Ruhosi melawan amarahnya sendiri, kesepiannya, ketakutannya ditinggalkan… dan ketakutan terbesar: bahwa semua yang ia temui, hanya akan meninggalkannya atau menghancurkannya.

Tapi Ruhosi—seperti biasanya—tersenyum. Tangannya terulur pada bayangan dirinya.

"Kalau kamu bagian dari aku… ya udah. Kita bareng aja, ya?"

Tubuh gelap itu terdiam… lalu perlahan larut ke tubuh Ruhosi sendiri. Saat itu, kalungnya kembali tergantung di leher.

Makhluk Ras Kabut Hijau menunduk hormat.

> "Selamat datang, Ruhosi. Kau adalah yang pertama dari luar yang menyentuh kami... tanpa merusak."

Dan untuk pertama kalinya… Ruhosi mendapat hadiah:

Lensa Kabut — sepasang batu bening yang akan memperlihatkan sesuatu yang tak bisa dilihat oleh siapa pun di luar Ras Kabut Hijau.

Ruhosi pun melanjutkan petualangan, kini dengan pandangan yang sedikit lebih tajam… dan kabut yang tak lagi menghalangi, tapi menjadi pelindung.

More Chapters