WebNovels

Omniscient Punishing Mysteria

CatLov
7
chs / week
The average realized release rate over the past 30 days is 7 chs / week.
--
NOT RATINGS
188
Views
Synopsis
Di tengah dunia distopia modern yang dipenuhi kriminalitas, okultisme, dan kasus–kasus yang tak dapat dijelaskan, Jeanne Weels hanya ingin menjalani hidup sederhana sebagai pegawai bank. Namun ketika hasrat lama untuk mengungkap kematian ayahnya kembali membara, ia memilih jalan yang paling ia benci: menjadi detektif.
VIEW MORE

Chapter 1 - Chapter 1 Prolog

Di kota Gheena, Republik Inggrasia.

Pada hari kamis, pukul 10.22 Pagi, di kota yang distopia, kabut di langit yang tebal dan jalanan yang becek. Di Bank Gheena Lassore, para buruh, pekerja negeri dan orang-orang yang berlalu lalang keluar masuk dari bankir yang cukup ramai.

Di ruangan besar yang di pisahkan oleh dinding kaca tebal, Wanita berambut putih sepinggang, mata biru jernih namun kantung matanya agak terlalu besar, wajahnya simetris dan kulitnya putih lembut., Usianya sekitar dua puluh dua tahun. Dia mengenakan pakaian teller bank dengan name tag didadanya "Jeanne Weels". Dia duduk di balik dinding kaca tebal menghitung uang dan melayani costumer. Setelah costumer terakhir pergi, Jeane membanting tubuhnya dengan lembut pada sandaran kursi, mengambil topi kecilnya dan mengipaskanya dengan lembut.

" Aku sangat lelah..." Pikirnya, lirih. Mengusap kantung matanya dengan lembut.

"Hei jeanne, apa kamu tahu kasus hilangnya beberapa gadis muda di distrik Gheena 2?" Rekan di sebelahnya tiba tiba mengangkat topik, wanita itu berambut hitam panjang di ikat dan topi kecil bank Gheena Lassore di kepalanya.

Jeanne Menoleh dengan pelan kepada rekan di sebelahnya yang nampak berusia tiga puluh tiga tahun. Dia berkata dalam hatinya. "Apa dia mencoba menakutiku?" Dia tersenyum dan menjawab dengan santai. "Aku baru mendengar kasus itu beberapa hari lalu." Lalu Dia menambahkan. "aku sedikit terkejut bahwa Mrs. Bone tertarik dengan kasus seperti itu."

Bone Mengangguk dan tersenyum. "Yah sebetulnya aku tidak tertarik hanya saja untuk mengingat bahwa orang biadab seperti itu pernah ada" Alis Jeane sedikit terangkat, bingung namun sebelum dia bertanya, Bone melanjutkan. "Aku merasa iba kepada korban-korban itu...aku membaca di koran dan menonton beritanya di televisi, bahwa beberapa korban gadis yang hilang itu telah di temukan, namun kondisi mereka yang mengenaskan." Ekspresinya sedikit berubah seolah mengingat hal buruk.

Jeane yang tidak terlalu tertarik, mengangguk dan berkata. "Semoga mereka tenang." Jawab Jeane dengan santai. Kemudian dia mengambil jus jeruk yang dingin di meja dan menyesapnya, menghilangkan dahaganya.

"Yah Kondisi mereka sangat mengenaskan, kedua telinga dan matanya menghilang, mereka mati karena kehabisan darah." Kata bone sambil membuka ponselnya.

Ketika mendengar itu jeane yang sedang menyesap jus jeruknya hampir tersedak, terkejut. "Kedua telinga dan matanya menghilang?" Punggungnya terasa dingin setelah mendengar perkataan Mrs bone.

"Sungguh orang biadab dan aneh.." Jeanne hanya tahu kasusnya namun setelah mendengar perkataan Mrs Bone Jeane menjadi cukup untuk memikirkan pembunuh itu dan berhati hati.

Pintu bank terbuka beberapa orang masuk untuk mengambil atau meminjam uang dari bank. Segera Jeanne kembali ke posisinya dan melanjutkan pekerjaanya.

Jeanne memperhatikan costumer dan melayaninya dengan profesional. Dia memperhatikan dan mengamati beberapa orang, seperti pria berusia empat puluhan, Ibu rumah tangga yang meminjam uang dari bank, pekerja buruh dan beberapa orang lainya.

"Selamat siang, sir. Apa yang perlu saya bantu?" Tanya Jeanne dengan nada profesional dan konsisten.

Seorang pria berusia dua puluh enam tahun, rambut pirangnya tersisir rapih kearah belakang. Jas formal dan mewah, wajahnya terlihat lembut dan tampan.

"Aku ingin menarik uang dari buku tabunganku." Jawabnya santai, matanya tertuju kepada Jeanne menatapnya lembut dan sedikit tersenyum.

Jeanne mengangguk lalu berkata sambil tersenyum."Baik, bisa kami lihat untuk memverifikasinya, sir? Serta identitas resmi kamu." Tanya Jeane dengan santai.

Pria itu mengangguk dan mengeluarkan rekening dan kartu identitasnya. Kemudian Jeane memeriksanya dan memverifikasinya beberapa kali.

"Apa kamu sudah lama bekerja disini?" Tanya pria itu tiba tiba. Jeane terkejut, ia sedikit canggung karena dia jarang berinteraksi dengan pria. Jeanne mencoba menyembunyikan ekspresinya dan menjawab. "Aku baru bekerja disini selama tiga bulan." Jawabnya dengan nada yang sama sebelumnya.

"Rambutmu indah..." Ucapnya tiba tiba, melirik Jeanne.

Jeanne menghela nafas pelan, dan tersenyum."Terima kasih." Jawabnya tenang, meskipun hatinya cukup berdebar. Tanpa pikir panjang, Jeanne bertanya tentang nominal uang dan dengan cepat memberikannya kepada pria itu.

"Terima kasih." Jawab Pria pirang itu dengan lembut, Jeanne menjawab dan mengangguk, kemudian melihat pria itu pergi. Ketika pria itu berjalan menuju Pintu keluar, dari luar terlihat Seseorang berpakaian serba hitam mengenakan jubah bertudung menutupi sebagian wajahnya dengan bayangan, ia berjalan dengan cepat melintasi depan Bank, ia berjalan dengan cukup tergesa gesa. Kemudian tidak lama setelah Seseorang bertudung hitam tak terlihat dua orang berseragam polis melintas, seolah sedang mengejar Seseorang bertudung hitam.

Pikiran Jeanne segera membara melihat apa yang dia lihat sebelumnya. "Apa yang terjadi di luar?" Pikirnya. "Kriminal? Sepertinya bukan..Apakah.." Pikiranya terhenti ketika mencapai apa yang dia pikirkan, ia segera merinding memikirkannya. "Si pembunuh aneh yang mengambil telinga dan kuping gadis muda?" Tebaknya, meskipun ia ragu.

Kemudian Jeane menghela nafas. "Apa yang ku pikirkan...Aku terlalu berlebihan." Gumamnya, kemudian dia fokus pada pekerjaanya.

...

Malam Pukul. 10.02.

Waktu telah berlalu. Jeanne berdiri dari kursinya dan segera pergi menuju ruang ganti pakaian. Beberapa menit kemudian dia keluar menggunakan mantel coat berwarna krem, kemeja putih dan syal. Dia tahu sekaligus antisipasi dari pengalaman hari hari sebelumnya, Di Inggrasia telatnya Gheena meskipun pada siang hari bisa sangat panas dan menggerahkan, namun ketika malam hari itu keterbalikan dari siang, itu cukup dingin dan membuat mengigil.

"Selamat malam." Setelah berpamitan dengan rekan-rekan kerjanya, Jeanne berjalan pergi menuju stasiun bus, ketika sampai di stasiun bus hanya ada beberapa orang yang menunggu. Beberapa menit, Tak lama Bus berwarna putih, dan kuning meskipun terlihat cukup tua tapi itu masih layak untuk beroprasi. Jeane segera naik saat pintu bus terbuka, Saat dia masuk dan duduk di kursinya.

Supir bus itu berkata."Jalan menuju rute biasa, Rute telah terjadi pengeboman teroris." Ucapnya, menatap beberapa penumpang.

"Terjadi pengebom-an di Distrik 3?" Pikiran Jeanne bertanya tanya. Dia tinggal di distrik 4 dan sekarang dia berada di stasiun ibu kota Gheena begitupun tempat dirinya bekerja."Sepertinya cukup parah, hingga transportasi yang melalui rute itu harus di tutup." Pikir Jeanne, lalu melanjutkan isi pikiranya."Kalau begitu hanya bisa melewati distrik 2?" Ketika Distrik 2 muncul di pikirannya, dia kembali memikirkan kasus hilangnya gadis muda. Membuatnya sedikit takut, namun segera dia menhilangkan seperti itu. "Aku terlalu memikirkan-nya.." Dengan lembut Jeane mengangguk ketika supir bus bertanya kepada penumpang yang tidak keberatan mengambil jalan memutar.

Bus mulai berjalan, Jeanne menyandarkan tubuhnya dan menatap keluar kaca, lampu-lampu jalan yang menyala, gedung-gedung yang tinggi dan tempat demi tempat berganti di pandanganya.

"Memutar jalan sedikit tidak akan melelahkan, tapi cukup menguras waktu." Pikirnya, Dia tersenyum dan mengambil ponsel dari saku mantelnya dan melihat pesan.

"Ah..anna." Jeane tersenyum, Anna adalah teman satu satunya jeane dari universitas-nya setelah lulus 1 tahun yang lalu. Jeane membaca pesan anna, lalu membalas pesan anna.

[[ Anna: Jeanne apakah kamu akan pulang larut lagi?]] 20.19 P.M

[[ Jeanne: Maaf aku lambat membalas, aku pulang larut dan sekarang jalan pulangku memutar karena rute bus di Distrik 3 terjadi pengeboman.]] 22.56 P.M

Jeanne tersenyum, kemudian senyum itu sedikit surut, ketika dirinya melihat Kontak ponsel yang tersimpan.

"Salah satu kontak yang selalu mengirimi pesan hanyalah anna. Sisanya adalah Mrs Bone dan Manager oprasional dan beberapa rekan kerja." Jeanne menghela nafas dan tersenyum. "Menyedihkan." setelah mencela diri, Jeane membuka pesan baru dari sahabatnya.

[[ Anna: Aku sempat mendengar beritanya, yah semoga aja jalan itu cepat di perbaiki dan aku dengar tidak ada korban jiwa, syukurlah..]] 22.57 P.M

[[ Anna: Ahh benar, aku hampir lupa. Saat hari kamu libur, Jeanne ayo kita pergi menonton film detektif terbaru!!]] 22.58 P.M

"Anna...kamu menulis dua pesan yang cukup panjang hanya dalam 1 menit..." Komentar Jeanne, Meskipun Dirinya sudah terbiasa dengan kemampuan mengetik sahabatnya. "Film detektif?" Seketika raut wajah Jeane memudar seolah mengingat sesuatu, ketika jari jarinya hendak mengetik, pesan baru dari anna masuk.

[[ Anna: Ahh maaf, aku tidak bermaksud mengingatkanmu...Aku sungguh minta maaf, jika kamu tidak ingin, kita bisa pergi ke berjalan-jalan ketaman bermain.]] 22.59 P.M

[[ Jeanne: Tidak apa apa, aku menantikannya]] 22.59 P.M

[[Anna: Baiklah..Selamat malam dan hati hati di jalan, ah iya jangan terlalu banyak minum kopi dan tetap ingat tujuanmu, yaitu pulang.]] 23.00

[[Jeanne: Tentu saja, Terima kasih.]] 23.00

Jeanne tersenyum lembut dan bergumam. "Dia ibu-ku?" Mengejek perhatian anna, namun begitu Jeane tetap menuruti perhatian sahabatnya tanpa keberatan.

Jeanne tinggal seorang, Ibu-nya telah meninggal ketika ia awal masuk universitas karena penyakit, dan ayah-nya adalah seorang Mantan Detektif yang meninggal dalam misinya.

...

Saat sampai di stasiun Distrik 2. Perbatasan.

Jeane turun dari bus dan berjalan menuju stasiun kereta, distrik 2.

"Huh...Pengeboman di Distrik 3 memang sangat berpengaruh untuk orang-orang yang tinggal di distrik 4, mereka harus memutar dan menaiki transportasi dua kali." Gerutu Jeane. Dia berjalan dengan santai, rambut putih nya yang seperti salju tertiup angin dengan lembut.

Setelah berjalan hampir 5 menit, Jeanne membuka ponselnya di balik mantelnya.

"Pukul 23.40.." Pikirnya, Sambil berjalan dengan tenang.

Ketika Jeanne berjalan dia melihat pertunjukan badut di sebrang jalan di depanya, beberapa orang menonton, Para pekerja yang larut malam tersenyum dan tertawa ketika melihat pertunjukan konyol badut itu.

Jeanne berhenti tanpa sadar melihat pertunjukan. Badut itu memainkan Cascade juggling sambil mengendarai sepeda beroda 1, rambutnya yang mencolok dan make up badut yang terlihat rapi, tersenyum kepada semua orang.

Jeanne yang berdiri tak jauh dari sana, badut itu mengendarai sepeda beroda 1 nya ke arah Jeane, kemudian dia mengambil sapu tangan yang entah dari mana, lalu membungkuskannya kedalam kepalan tanganya dan berkata.

"Apa kamu bisa menebak apa isinya yang akan muncul?" Tanya badut itu.

Jeanne terkejut."Merpati?" Serunya, Badut itu tertawa, dan menepuk tinjunya.

Ketika kepalan tinjunya terbuka, suara kepakan sayap terdengar.

Merpati!

Jeanne terkejut sekaligus takjub, Badut itu kemudian berkata. "Isinya bukan hanya burung merpati lho!!" Kemudian ia menarik tali entah dari mana dan memasukan tali itu kedalam sapu tangan, lalu meniupnya.

Muncul sebuah bunga mawar putih yang cantik dan sederhana namun indah. Badut itu memberikanya kepada Jeanne.

Sesaat Jeanne canggung, dan mengambil. "Terima kasih..." Jawab Jeanne dengan lembut, Badut itu tersenyum dan perlahan mundur menggunakan sepeda beroda 1 nya.

Kemudian Jeane mengingat perkataan anna sahabatnya. Jeanne mengambil ponsel dan dan memeriksa waktu.

"Pukul 23.48...Aku harus segera pulang." Dia bergegas pergi menuju stasiun kereta. Setelah berjalan cukup jauh dari tempat tadi, Jeanne berhenti dan menoleh kebelakang.

"Seperti ada yang mengikutiku..." Pikirnya, segera dia mempercepat langkahnya, "Mungkin hanya perasaan gelisahku...." dia menenangkan pikirannya.

"Selamat malam, nona." Suara serak tiba tiba terdengar sangat jelas di telinganya. Segera Jeane tersentak dan menoleh.

Pria berjubah hitam bertudung!

Mata Jeanne terbelalak. Dan segera menjauh dan berlari!

Pikiranya membara siapa orang itu. "Pembunuh Biadab!!" Dia langsung menyimpulkannya tanpa ragu.

Jeanne berlari sekuat tenaga dan berbelok dari arah pertigaan jalan yang sepi, Bunga mawar putihnya terjatuh dari saku mantelnya. Jeanne tidak memikirkannya lebih lanjut, dia Terus berlari sesekali menoleh ke arah belakang.

Pembunuh itu masih mengejarnya, seringai di wajahnya terlihat dari balik tudungnya. Itu membuat Jeanne semakin yakin dan takut.

Sesampainya di pertigaan jalan yang sepi, Jeanne Berbelok ke arah kanan.

BRAKK!

Tiba tiba Jeanne menabrak seseorang, Dia terjatuh.

"Kamu baik baik...saja?" Suara pria yang lembut dan tenang, Jeanne segera menoleh.

Pria berambut pirang disisir kebelakang, Jas formal, tidak lain adalah pria yang dia temui ketika bekerja.

Jeanne perlahan menenangkan nafasnya yang terengah-engah.

"T-tolong aku...Pembunuh Biadab mengejarku!" Kata Jeanne ketakutan. Bibirnya bergetar.

"Baiklah...Ayo, aku akan mengantarmu ke kantor polisi!" Ekspresinya menjadi serius, dan mengajaknya, Pria itu merangkul Jeanne, menuju mobilnya di parkiran Bar sebelumnya.

Jeanne duduk di kursi depan, menenangkan pikiranya, dan mengatur nafasnya. Perlahan Mobil berjalan keluar dari parkiran.

...

Di pertigaan jalan sebelumnya.

Badut yang memberikan Jeanne bunga mawar putih, berdiri di depan Bunga mawar putih yang tergeletak di tanah. Tanpa mengatakan apa pun, badut itu pergi berjalan menuju pertigaan dan berbelok kanan, disana bar dan jalanan sepi namun badut itu melihat Mobil mewah berwarna putih telah pergi dari parkiran.

Badut itu memandang dengan heran.

Slashh!

Suara pisau yang di lemparkan dengan cepat menuju kearahnya, Namun badut itu bereaksi dengan cepat menghindari rentetan pisau yang di lemparkan.

"Kau memburu gadis itu?" Tanya Badut itu, suaranya berbeda dari sebelumnya, kini suaranya terdengar serius.

Pembunuh biadab itu terkekeh dengan serak dan menghilang kedalam kegelapan gang di sebrang jalan.

...

Setelah tenang dan mengatur nafas, Jeanne menoleh ke pria pirang yang menyelamatkannya.

"Terima kasih..Sir.." Ungkap Jeanne pelan, Kini perasaanya sedikit tenang.

Pria itu mengangguk, dan tersenyum.

"Sepertinya kamu sedang tidak beruntung.." Katanya, dengan lembut. Matanya tetap tertuju kedepan.

Jeanne mengangguk pelan, ketika tatapannya tertuju kedepan, Jeanne sedikit membeku Kantor polisi telah di lewati, Perlahan Jeanne hendak menoleh namun tiba tiba pandanganya menjadi kabur dan gelap.

...

Perlahan Jeanne membuka matanya.

"Apa yang terjadi..." Kesadarannya perlahan pulih, dan membuka matanya, Ruangan yang sunyi dan kedap, warna suram berwarna merah yang cukup redup.

Jeanne hendak bangun, namun tubuhnya terikat di ranjang seperti rumah sakit, kedua tangan dan kakinya pun terikat, mulutnya di sumpal.

"Kamu sudah sadar?" Suara serak yang sebelumnya dia dengar namun sekarang sedikit terganggu.

"Ahh Maaf maaf..." Pria itu tersenyum di balik jubah bertudungnya dan mengeluarkan cermin, memperlihatkan Jeanne yang terikat.

Mata Jeanne membelalak, Rambut seputih salju dan halu kini di nodai merah, Darah. Dari kedua sisi rambutnya berwarna merah dadah yang tebal.

"Aku juga ingin menunjukan yang lain." Pria itu membuka tudung yang menyembunyikan sebagian wajahnya.

"D-dia..." Sekali lagi Jeanne terkejut, air mata yang mengalir semakin deras, hatinya seperti di hantam batu besar.

"Jangan memberontak, nanti kamu kehabisan darah..." Suara pria itu seketika berubah menjadi lembut dan hangat, rambutnya pirang di sisir belekangan, ia memegang nampan yang di tengahnya terletak kedua telinga Jeanne.

Jeanne menggigit kain dimulutnya dan memberontak. Jeanne menangis tak terbayangkan.

Pria pirang—Pembunuh biadab itu perlahan maju mendekati Jeanne.

"Aku akan memiliki mata indahmu..." Pembunuh biadab itu menyeka air mata Jeanne.

"Sakit...ini sangat menyakitkan...Ayah..Ibu.." Pikirnya, Air matanya tak kunjung berhenti. "Anna maafkan aku..." Pikirnya, air mata mengalir, kedua telinganya telah hilang hanya darah yang mengalir.

Satu satunya pikiran saat ini adalah Jeanne tak ingin mati. Namun dirinya juga tidak mau di siksa oleh Psikopat gila.

Wajahnya memucat, darah mengalir, Pandanganya menjadi gelap dan hampa.

...

"Hei jeanne, apa kamu tahu kasus hilangnya beberapa gadis muda di distrik Gheena 2?" Suara yang jelas dan tidak asing terdengar di telinga jeanne, sekarang lebih jelas.

Jeanne tertegun, segera dia meraba kedua telinganya. Dan mengambil ponsel di lanci meja Teller dan melihat Jam di ponsel.

10.22 A.M