WebNovels

Chapter 5 - Bangku Kosong di Kelas 12

Bab 5: Luka yang Tidak Pernah Sembuh

Pita putih bernoda darah itu terasa dingin di tangan Ayla. Ia menyentuhnya perlahan, dan seketika dunia di sekitarnya seperti melambat.

Pandangan matanya kabur…Lalu semuanya berubah menjadi merah kelam.

Ayla melihat dirinya berdiri di dalam kelas 12 IPA 2 yang berbeda—lampu padam, hanya diterangi cahaya lilin. Di tengah ruangan, Siska terikat di kursi.

Lima siswa berdiri melingkar di sekelilingnya.Satu di antaranya... Dito.

"Ini cuma permainan. Biar kamu jadi legenda sekolah," ujar salah satu dari mereka sambil tertawa kecil."Kamu bisa jadi 'hantu bangku kosong' pertama di sekolah ini."

Siska menangis. "Tolong… aku enggak mau."

Tapi yang dilakukan berikutnya bukanlah main-main.

Salah satu dari mereka menusukkan jarum panjang ke bibir Siska.Yang lain... menulis nama-namanya di papan tulis dengan darah.

Dan saat Siska menjerit... Bu Wati masuk.

"Cepat selesaikan. Jam dua lewat lima. Kalian harus keluar sebelum suara lonceng terakhir.""Jangan sampai pintu tertutup saat roh keluar."

🫀 Kilasan yang Tak Terhapus

Ayla terjatuh ke lantai kosnya, napas terengah. Pita putih itu kembali ke tangan, tapi kini warnanya berubah... merah sepenuhnya.

"Kamu sudah lihat semuanya," suara Siska terdengar lagi."Sekarang, kamu tahu siapa yang pertama menyakitiku."

Ayla bergumam pelan, "Itu bukan hanya Dito…"

"Ya… yang pertama menusukku adalah orang yang kamu percaya sebagai pelindung: Bu Wati."

Kepulangan yang Salah

Keesokan harinya, Ayla tak langsung ke kelas. Ia pergi ke ruang guru, membawa catatan buku merah dan pita berdarah dalam tas.

Tapi saat sampai di depan pintu ruang guru, pintu itu sudah terbuka… sepi.

Dan di dalamnya, Ayla melihat Bu Wati duduk membelakangi, seperti menulis sesuatu.

"Bu…"Tak ada jawaban.

"Bu Wati?"

Saat Ayla melangkah mendekat, Bu Wati berhenti menulis. Lalu dengan suara datar, tanpa menoleh, ia berkata:

"Kamu tahu terlalu banyak, Ayla.""Kalau kamu masih ingin lulus, kamu akan tutup mulut. Atau kamu akan menggantikan bangku itu... untuk selamanya."

Ancaman Resmi

Di sore hari, Ayla menerima surat. Bukan dari sekolah, bukan dari guru.

Tulisannya tangan, tinta hitam:

"Kami tahu kamu ingin membocorkan semua ini. Tapi kami juga tahu… kamu tidak sendirian di malam itu. Seseorang ikut menyaksikan. Dan kalau kamu buka mulut, dia yang akan kami jemput duluan."

Di dalam amplop, ada foto.

Foto teman kos Ayla... sedang tidur.

More Chapters