Langkah Ryn bergema di lorong-lorong Fraktura. Dinding katedral ini tidak sepenuhnya nyata—sebagian berupa batu kelabu yang retak, sebagian lagi hanyalah siluet transparan yang bergeser seperti gelombang panas. Cahaya redup mengalir dari celah-celah di atas, membentuk jalur tipis menuju altar yang terpisah oleh jurang.
Ryn berhenti ketika melihat siluet bergerak di seberang. Perlahan, bayangan itu menjadi jelas—Lied, Elira, Kael… dan dua wajah lain yang tak ia kenal. Mereka tampak kelelahan, namun tatapan mata mereka masih menyala.
"Ryn?" Suara Lied nyaris tak percaya, seperti baru saja melihat hantu yang dipanggil dari kenangan lama.
"Aku pikir kalian sudah keluar dari sini," jawab Ryn, mendekat. "Spiraeum… sudah selesai, bukan?"
Lied mengangguk tipis. "Selesai, tapi tidak sepenuhnya. Fraktura ini adalah sisa-sisa luka yang tertinggal. Seperti memori yang tak mau pergi."
---
Benturan Masa Lalu
Mereka duduk di lantai batu yang retak, berbagi sisa ransum. Ryn mendengar sedikit cerita—tentang ujian di pusat Spiraeum, tentang pilihan yang memisahkan mereka hampir selamanya. Elira tak banyak bicara, tapi tatapannya pada Lied menyiratkan rasa yang tak sepenuhnya bisa disembunyikan.
Kael menatap Ryn lama, lalu bertanya, "Kau juga merasakan… tarikan itu? Seakan setiap retakan di sini mencoba menulis ulang siapa dirimu?"
Ryn mengangguk. "Aku baru saja bertarung dengan penjaga narasi. Mereka ingin membuatku menjadi karakter figuran di ceritaku sendiri."
---
Retakan yang Hidup
Dari kejauhan, altar Katedral Retak berdenyut pelan. Retakan di dinding mulai menyala, membentuk pola seperti rasi bintang yang bergeser. Lied berdiri, matanya menyipit.
"Itu bukan sekadar dekorasi… itu peta," ujarnya. "Peta menuju inti Fraktura—dan mungkin pintu keluar yang sebenarnya."
Tapi seiring cahaya itu semakin terang, terdengar bisikan halus dari setiap retakan. Kata-kata samar yang mencoba menyusup ke dalam pikiran mereka. Kata-kata yang memelintir keyakinan, menumbuhkan keraguan, dan membangkitkan rasa kehilangan yang pernah mereka kubur.
---
Kesepakatan Baru
"Kalau kita ingin keluar, kita harus melawan ini bersama," kata Lied. "Tidak ada lagi yang berjalan sendirian."
Ryn menghela napas, lalu mengulurkan tangannya. Lied menyambutnya, diikuti Elira, Kael, dan anggota lain. Satu lingkaran terbentuk—rapuh, tapi nyata.
Di atas mereka, retakan katedral berubah warna—dari kelabu menjadi biru redup, seolah mengakui persekutuan baru ini.
Namun di balik altar, sesuatu mulai bergerak. Sebuah bayangan setinggi menara, terbentuk dari huruf-huruf yang melayang, perlahan menyusun diri menjadi wujud yang terlalu besar untuk ditangkap mata sekaligus.