Langkah pertama mereka ke dalam Fraktura seperti memasuki panggung teater raksasa yang ditinggalkan. Pilar-pilar kaca retak menjulang, memantulkan bayangan mereka menjadi sosok-sosok asing. Lantai terdiri dari fragmen cerita yang saling bertumpuk, setiap langkah mengubah urutannya.
Di atas, langit-langit katedral tidaklah solid—melainkan kalimat-kalimat setengah jadi yang bergantung di udara, terus bergerak, seolah mencari tempat untuk selesai.
---
Kehadiran yang Tak Menyapa
Suara langkah bergema, namun bukan milik mereka. Dari kegelapan lorong samping, muncullah sosok-sosok tinggi berjubah putih kusam. Wajah mereka rata, tak ada mata atau mulut. Hanya kulit halus yang membentang tanpa ekspresi.
Elira meraih senjatanya, namun Lied mengangkat tangan, memberi isyarat untuk menunggu. Sosok-sosok itu berhenti, lalu menunduk—bukan hormat, tapi seperti menunggu giliran untuk… berbicara?
Tapi tak ada suara.
Tak ada kata.
Hanya sunyi.
---
Pertarungan Sunyi
Tiba-tiba, salah satu Aktor Tanpa Dialog mengangkat tangan, dan udara di sekitar mereka membeku—bukan dingin, tapi membeku dalam arti narasi: gerakan Elira berhenti di tengah ayunan pedang, kata-kata Kael terhenti di tenggorokan.
Lied merasa tekanan tak terlihat menekan kepalanya. Dia mengerti: makhluk ini hidup di antara kalimat, di jeda di mana penulis tak menulis apa pun.
Jika ia ingin menang, ia harus "mengisi" celah itu.
> Lied (dalam hati): "Selama aku bisa berbicara, aku masih ada."
Dia mulai berbicara, menyebutkan nama-nama mereka, mengucapkan tujuan, bahkan mendeskripsikan setiap gerakannya sendiri. Dengan begitu, Aktor Tanpa Dialog kehilangan pijakan—karena ruang tanpa kata tempat mereka tinggal mulai tertutup.
---
Serangan Balasan
Terra-∞ muncul dari retakan lantai, tubuhnya memancar cahaya biru yang menulis ulang lantai katedral. Mecha itu mengukir "aksi" ke dalam tanah, membuat semua anggota tim bisa bergerak lagi.
Pertempuran berubah menjadi tarian yang aneh: setiap kali salah satu dari mereka berhenti bicara atau berhenti berpikir, Aktor Tanpa Dialog kembali menyerang, berusaha membekukan mereka di tengah cerita.
Akhirnya, Elira menusuk pusat salah satu aktor, yang meledak menjadi serpihan kalimat tak selesai. Sisanya mundur, menghilang ke dalam lorong-lorong retak.
---
Menuju Aula Inti
Setelah pertempuran, Veyndar muncul di balkon atas, menatap ke bawah sambil menepuk tangan pelan.
> Veyndar: "Menarik… Kau menolak diam. Tapi di aula inti, kata-kata saja tidak akan cukup, Lied Rayrate."
Suara lonceng retak kembali terdengar. Pintu besar katedral terbuka perlahan, menampakkan cahaya keperakan yang berdenyut di dalam—jalan menuju pusat Fraktura, dan ujian berikutnya.