Di pusat Spiraeum, ruang itu tak memiliki lantai maupun langit—hanya kehampaan yang lembut, membentang seperti lembar kosong tak berujung.
Tim Lied berdiri di tengahnya.
Elira, Kael, dan Terra-∞ berada bersamanya, mengelilingi Inti Narasi, sebuah bola cahaya transparan yang berdetak perlahan. Di dalamnya: semua kemungkinan, semua sejarah, dan semua luka yang pernah ditorehkan semesta.
Tak ada musuh sekarang. Tak ada suara ledakan.
Yang tersisa hanyalah keheningan, dan suara hati masing-masing.
---
Elira: "Kalau kita ulang segalanya… lalu siapa yang akan mengingat?"
Elira menggenggam fragmen melodi dari ujiannya sebelumnya. Ia memandang Lied dan bertanya dengan suara rendah.
> "Kalau kita tulis ulang… semua penderitaan, semua kehilangan… hilang begitu saja?"
"Lagu yang aku simpan, lagu orang-orang yang sudah tiada… akan ikut terhapus?"
Lied mengangguk perlahan.
> "Begitulah jika kita menulis ulang. Tidak ada jaminan kita bisa membawa semua kembali… mungkin kita justru kehilangan lebih banyak."
---
Kael: "Kita tak perlu menjadi penyelamat… cukup jadi penanggung jawab."
Kael duduk bersila, matanya menatap kosong ke arah dimensi-dimensi yang berkedip jauh di atas.
> "Aku pikir dulu kita diutus untuk menyelamatkan segalanya. Tapi mungkin... tugas kita bukan itu."
Ia menatap Lied dan Elira.
> "Mungkin kita hanya ditugaskan untuk berkata: 'Kami di sini. Kami melihat semuanya. Dan kami tidak akan melupakan.'"
---
Terra-∞: "Aku dibentuk untuk perang. Tapi... untuk pertama kalinya, aku ingin diam."
Suara Terra terdengar dari kristal biru dalam dadanya.
Pancaran cahaya dari tubuhnya kini lebih lembut, nyaris seperti napas.
> "Energi dalam diriku cukup untuk menyalakan ulang dimensi baru. Tapi Lied… aku tak ingin semesta yang lahir dari ketakutan."
> "Aku ingin semesta ini—yang penuh luka, ya. Tapi juga penuh cerita. Penuh perjuangan. Dan penuh kesempatan untuk sembuh."
---
Lied: "Kalau semesta bisa memilih, mungkin dia tak ingin dilupakan."
Lied berdiri paling akhir. Ia menatap bola narasi itu, lalu berkata tanpa ragu:
> "Bukan keabadian yang semesta butuhkan. Bukan kesempurnaan."
"Yang dia butuhkan... adalah waktu. Dan kesempatan untuk belajar mencintai dirinya sendiri lagi."
Ia meletakkan tangannya pada bola cahaya itu.
Tidak untuk mengubahnya. Tapi untuk membiarkannya pulih.
---
Keputusan
Bola narasi perlahan memudar. Cahaya-cahaya di sekitarnya seperti kembali ke poros semesta masing-masing.
Tidak ada ledakan besar. Tidak ada peristiwa megah.
Hanya sebuah keputusan yang sunyi… namun menggetarkan struktur eksistensi.
---
Epilog Awal
> Dalam waktu yang sangat panjang ke depan, planet-planet mulai sembuh.
Voidspawn yang tersisa memilih jalan mereka sendiri: sebagian tidur, sebagian berubah.
Faksi Chronovian membubarkan diri setelah kehilangan kekuatan pusat.
Dan Lied? Dia tetap menjelajah… bukan sebagai pahlawan, tapi sebagai saksi.