WebNovels

Chapter 11 - Bab 11 – Jejak Dewa di Tulang Gunung

Gohan terengah, nafasnya memburu seperti badai liar yang mengamuk di puncak gunung terpencil itu. Tubuhnya basah oleh keringat dingin, dan matanya menatap tulang naga purba yang menjulang di hadapannya. Tulang raksasa itu berkilauan aneh, seolah menyerap darahnya yang mengalir, memanggil sesuatu yang lebih dalam, lebih gelap. Jantungnya berdetak seperti gendang perang, suara yang menggetarkan jiwa dan menyedot segala harapan.

"Ah... ini... ini mustahil..." gumamnya, memegangi pedang emasnya yang masih berdenyut dengan energi langit. Petir merah dari langit tadi belum benar-benar mereda dalam ingatannya. Ia tahu, dirinya bukan lagi bocah desa yang dulu dipandang sebelah mata. Ini sudah lebih dari sekadar keberanian. Ini tentang takdir—yang terkadang terasa begitu menusuk dan tak terelakkan.

Rembulan purnama menyinari tulang naga yang membentuk lengkungan besar, seolah gerbang antara dunia fana dan langit ketujuh. Gohan tahu ada sesuatu yang tersembunyi di balik cangkang tulang itu, sesuatu yang harus ia temukan meski nyawanya taruhannya.

Tiba-tiba, darah dari luka di lengannya yang masih segar mengalir jatuh menetes ke tulang itu. Seketika, tulang naga yang kering dan dingin berubah. Aura hangat berpendar, seperti denyut jantung dari makhluk purba yang tertidur pulas ribuan tahun. Dari sela-sela tulang muncul cahaya hijau yang samar, membentuk peta—peta langit dan bumi, sebuah panduan menuju Zhongtian, kota langit yang selama ini hanya ada dalam cerita-cerita legendaris.

"Wah... peta ini... peta takdirku," pikir Gohan dengan campuran takut dan harapan yang membara.

Namun saat matanya terpaku pada simbol kuno yang muncul perlahan di sisi peta, dada Gohan seketika terasa sesak. Tulisan beraksara tua terpampang dengan tinta emas yang berkilau, berkilat seperti api abadi:

"Pengkhianatkan dirimu, selamatkan langit."

"Hah?!" Suara batinnya bergema penuh kebingungan dan kemarahan. Pengkhianat? Apa maksudnya? Siapa yang harus ia khianati? Apakah dirinya sendiri? Dunia? Atau... langit yang selama ini ia dambakan?

Keraguan menghantui pikirannya, seperti bayang-bayang gelap yang terus mengintip di sudut jiwanya. Tapi itu bukan satu-satunya yang mengancam. Saat ia mencoba menghafal peta itu, tiba-tiba peta itu terbakar sendiri, hangus menjadi abu yang berterbangan oleh angin dingin malam.

Satu kata yang tersisa di permukaan tulang itu, berwarna merah menyala seperti darah segar:

"Pengkhianat."

Gohan terjatuh terduduk, kepalanya pusing luar biasa. Ia tahu, petualangan ini semakin rumit dan berbahaya. Tak ada lagi jalan yang lurus. Siapa yang bisa dipercaya? Bahkan dirinya sendiri pun jadi tanda tanya besar.

Teringat dengan kata-kata Maestro Yu Heng, gurunya yang tua dan buta, yang dulu pernah berbisik penuh makna, "Jangan biarkan takdirmu menjeratmu sendiri, Nak."

Gohan menatap langit, berjuang melawan rasa putus asa yang datang seperti gelombang tsunami.

Hook Tengah Bab — Gohan Lee, Pewaris Langit Ketujuh, berdiri di antara dua dunia. Apakah ia akan jadi pahlawan yang menyelamatkan dunia, atau malah menjadi pengkhianat yang membawa kehancuran? Dalam peta kuno yang terbakar itu tersembunyi rahasia yang bisa mengubah segalanya...

Dari balik bayang-bayang, langkah halus terdengar. Yue Xiulan, gadis dari Sekte Bulan yang selama ini sering muncul di mimpi Gohan, kini berdiri tak jauh, matanya yang berkilau misterius menatapnya penuh rahasia.

"Takdirmu, Gohan... tak pernah sesederhana yang kau kira," ucapnya pelan, suaranya seperti bisikan angin malam.

Gohan menoleh, ingin bertanya lebih banyak, tapi Xiulan sudah menghilang seperti kabut yang tertiup angin, meninggalkan pertanyaan dan rasa penasaran yang semakin menggelora.

Malam itu, di bawah cahaya bintang yang redup, Gohan memeluk pedang emasnya erat-erat. Tubuhnya lelah, tapi pikirannya seperti terbakar oleh api pengetahuan baru yang menyakitkan sekaligus membangkitkan.

Bayangan masa lalu, masa depan, dan dunia yang terancam berbaur menjadi satu dalam benaknya. Tiap langkah yang ia ambil kini terasa berat, seberat kutukan yang tak terlihat.

Ia teringat pada Qin Rouye, pewaris Sekte Naga Surga, rival sekaligus sekutu yang penuh kontradiksi. Mereka saling mengintai, saling menantang, dan terkadang bertukar sekilas pengertian yang sulit dijelaskan.

Dan tentu saja, ada Zhao Wuji, pemburu bayang-bayang yang terus mengincar darah dewa di tubuhnya, seperti hantu masa lalu yang tak mau pergi.

Siapa yang akan bertahan di tengah badai pengkhianatan dan rahasia ini?

Gohan tahu satu hal pasti: dirinya sudah terperangkap dalam jaring yang tak terlihat, jaring yang terbuat dari darah, pedang, dan langit yang murka.

Saat ia berlutut di depan tulang naga purba itu, seolah mendengar bisikan terakhir yang menusuk kalbu.

"Jejak dewa tidak akan pernah hilang. Tapi berhati-hatilah... pengkhianatan datang dari tempat yang paling tak terduga."

Ia menarik napas panjang. Langit mulai berubah, warna merah petir mengalun di ufuk barat, menandakan hari baru yang akan menyambutnya dengan ujian yang lebih kejam.

"Aku tidak akan lari," bisiknya dengan tekad membara, "Aku akan menghadapi semuanya... walau harus menjadi pengkhianat sekalipun."

Saat peta kuno terbakar dan kata 'Pengkhianat' terukir di tulang naga, Gohan Lee mulai menyadari bahwa jalan yang ia pilih bukan hanya berliku, tapi berujung pada pertarungan takdir terbesar: antara darah dewa dan pengkhianatan yang menunggu di balik bayang. Apakah ia cukup kuat untuk bertahan? Atau malah akan jadi alat kehancuran dunia?

More Chapters