Bab 62 – Revolusi Digital dan Ironi Ekstremis
Kerusuhan di Tengah Ketergantungan
Setelah beberapa negara mayoritas Muslim mencoba memblokir produk Bitwhale, kerusuhan sipil pecah di berbagai kota besar.
Di Jakarta, sekelompok remaja pecinta Astral Genesis bentrok dengan kelompok garis keras yang menyerukan pemboikotan.
Di Lahore, pengguna BitMusic membela warnet lokal yang menjadi target pembakaran karena dianggap "menyebarkan budaya Zionis".
Di Kairo, mahasiswa teknologi bentrok fisik dengan pengikut kelompok Islam konservatif di depan kampus Universitas Al-Azhar, membawa spanduk bertuliskan:
> "Kami bukan Zionis, kami hanya butuh Red Queen untuk kerja dan belajar!"
---
Kesadaran Pemerintah dan Proyek Alternatif
Demi meredakan konflik, beberapa negara akhirnya mulai serius membangun "alternatif teknologi Islami":
Arab Saudi meluncurkan inisiatif HalalNet, sebuah platform video dan musik lokal.
Turki menggagas proyek AnatoliaVerse, game online bebas unsur barat dan dilabeli "syariah compliant".
Indonesia menciptakan Sahabat AI, chatbot lokal sebagai tandingan Red Queen.
Namun semua proyek tersebut menghadapi tantangan berat:
Kualitas jauh di bawah Bitwhale.
Kurangnya dukungan pengguna.
Kesan memaksakan ideologi dalam teknologi hiburan.
---
Ironi Ekstremisme Digital
Dalam ironi yang menjadi bahan ejekan global, kelompok ekstremis menggunakan BitPlay—platform video milik Bitwhale—untuk menyebarkan kampanye boikot Bitwhale.
Salah satu video yang viral menampilkan seorang pemimpin kelompok radikal berkata:
> "Kita harus musnahkan produk ini dari bumi Islam!"
(dengan latar video dibuat dan diedit menggunakan BitPlay Editor)
Video ini langsung jadi meme viral di Reddit, TikTok, dan Twitter:
"Boikot pakai BitPlay? Sama aja demo anti cola sambil minum cola!"
Komedian Jepang mengangkatnya dalam acara televisi dengan sketsa berjudul "Jihad Digital", menggambarkan teroris yang gagal meledakkan kantor Bitwhale karena keasyikan nonton anime di BitPlay.
---
Pandangan Dunia Non-Muslim
Reaksi negara-negara non-Muslim, terutama Eropa, Jepang, dan Amerika, cenderung sinis:
The New York Times menulis editorial:
> "Kelompok Islam radikal terjebak dalam produk musuh mereka sendiri—dan tak bisa keluar."
Media Jerman menyebut fenomena ini sebagai "Digital Paradox of Faith."
---
Arah Baru Perang Ideologi
Sementara itu, keluarga Nava, Melon, dan Bosch hanya memperketat keamanan siber dan memperluas dominasi digital mereka.
Mereka tahu satu hal penting:
> "Jika kamu menguasai waktu luang seseorang, kamu menguasai hidupnya."
Bitwhale tidak hanya menjual produk. Mereka menjual identitas dan gaya hidup. Dan perlahan-lahan, mereka memenangkan perang bukan dengan senjata, tapi dengan notifikasi, lagu pop AI, dan leaderboard game.
---