WebNovels

Chapter 3 - Bab 3

 

BAB 3: JAWABAN DI BALIK HATI

Subuh itu tiba cepat. Raka terbangun oleh suara azan yang keras dari mesjid, lelah karena tidur tidak nyenyak — question dari Angela selalu mengganggunya. Dia mandi cepat, pakai baju latihan yang disiapkan di kamar, dan turun ke lapangan latihan yang terletak di tengah hutan.

Kyai Hasan sudah ada di situ, bersama sepuluh siswa lain. Semua mereka sudah memegang pedang — kecuali Raka.

"Kamu belum punya pedang, Raka?" tanya Kyai dengan nada tenang.

"Gue gak butuh itu buat latihan," jawab Raka dengan sombong.

Kyai tersenyum. "Baiklah. Hari ini, kita tidak latihan bertarung. Kita latihan 'mengenal pilihan'." Dia melihat semua siswa. "Ada question yang mungkin beberapa dari kamu pernah dengar: jika seseorang yang kamu sayangi dalam bahaya, mau kamu lawan dengan pedang atau lari bersama dia?"

Raka mata nya terkejut. Bagaimana Kyai tahu question itu?

"Sebutkan jawabanmu, masing-masing," lanjut Kyai.

Salah satu siswa maju. "Lawan dengan pedang, Kyai! Karena seorang Kenshi harus berani menghadapi bahaya, bukan lari!"

Lainnya menyetujui. "Ya, Kyai! Pedang adalah tanda keberanian. Lari itu tandanya pengecut!"

Semua siswa setuju, kecuali Raka yang berdiri diam.

"Bagaimana denganmu, Raka?" tanya Kyai.

Raka mengangkat kepala, matanya penuh pemikiran. Dia ingat ayah yang kehilangan tungkai karena berani berlawan, ingat Angela yang selalu menyapa dia meskipun dia bandel, ingat quote yang ditulisnya: "Pedang yang paling tajam bukan yang paling kuat, tapi yang tahu melindungi yang dicintai."

"Gue... gue pilih keduanya," jawab Raka perlahan.

Semua siswa terkejut, beberapa bahkan menertawakan. "Keduanya? Gimana bisa, Kyai?"

"Jelaskan," kata Kyai dengan nada yang tetap tenang.

"Kalau berlawan dengan pedang bisa melindunginya, yaudah gue lawan. Tapi kalo berlawan cuma bikin dia makin bahaya, gue lari bersama dia," ujar Raka. "Karena yang paling berharga bukan keberanian yang buta untuk bertarung — tapi kesadaran untuk melindungi dia sampai akhir. Pedang cuma alat. Yang penting adalah apa yang ada di hati kita saat memegangnya."

Kyai tersenyum lebar, mata nya menyinari. "Ah, akhirnya ada yang mengerti." Dia mengeluarkan sebatang pedang dari sampingnya — pedang yang sama dengan yang dulu dipakai ayah Raka. "Ini untukmu, Raka. Karena kamu sudah menemukan makna nyata dari menjadi seorang Kenshi: bukan untuk menang perang, tapi untuk melindungi hidup yang berharga."

Raka menerima pedang itu. Beratnya pas di tangannya, tapi rasanya tidak seperti alat untuk bertarung — tapi seperti tanggung jawab.

Saat itu, suara seseorang terdengar dari pintu masuk pesantren. "Maaf, boleh masuk?"

Raka berbalik. Ada Angela yang berdiri di situ, pakai baju putih, rambutnya tergeletak lembut. Dia tersenyum.

"Gue datang bawa berita," ujar Angela. "Ayahmu minta gue ngasih pesan: 'Semoga pedang itu bikin kamu menemukan jalan yang benar, seperti yang gue harapkan'."

Raka tersenyum, matanya sedikit basah. Dia memegang pedang dengan erat, lalu mendekati Angela. "Terima kasih. Untuk question nya, dan untuk semua yang kamu lakukan."

Angela mengangkat bahu. "Sama-sama. Gue tahu kamu pasti bisa menemukan jawabannya."

Di balik mereka, matahari terbit penuh cahaya, menyinari lapangan latihan dan hutan di sekitar pesantren. Raka tahu sekarang: perjalanan yang dia pikir akan menyebalkan ternyata adalah jalan untuk menemukan diri sendiri, dan pedang yang dia benci ternyata akan membimbing dia ke orang yang paling dicintainya.

Dan di hati nya, dia sudah punya jawaban yang pasti untuk question itu: "Apa pun yang terjadi, gue akan melindungi dia — dengan cara apa pun yang perlu."

More Chapters