Malam itu kota seperti mengenakan kulit baru: lampu-lampu redup, angin hangat berbau oli, dan suara knalpot jauh terdengar seperti dengusan makhluk yang tak pernah tidur. Di antara lorong-lorong itu, nama Surya mulai bergaung seperti bisik yang menular—pelan, tapi membuat orang merapatkan pintu.
Ia tidak lagi hanya "penagih."
Tidak lagi hanya "anak dari orang kecil."
Bukan pula lagi bocah yang dulu disuruh diam oleh dunia.
Kini, setiap langkahnya punya harga.
Awalnya hanya satu-dua kelompok dunia gelap yang memakai jasanya—itu pun karena penasaran. Mereka ingin tahu apa benar rumor yang beredar:
bahwa ada satu anak desa yang kalau menatap, orang dewasa bisa mundur setengah langkah.
Bahwa dia tidak pernah berteriak, tapi sekali berbicara, orang-orang seolah dipaksa mempercayainya.
Tapi nama Surya melesat ketika ia menangani satu pekerjaan yang seharusnya mustahil diselesaikan.
Sebuah kelompok kriminal tua—yang terkenal paling sukar dibereskan utang dan dendamnya—akhirnya luluh hanya dengan satu kunjungan Surya. Tidak ada baku hantam besar. Tidak ada lempar meja. Tidak ada darah. Tidak ada suara keras.
Hanya Surya.
Mengetuk pintu.
Masuk.
Diam selama lima menit.
Lalu keluar sambil membersihkan tangan seolah baru menyelesaikan hal biasa.
Setelah itu, ketua kelompok itu tiba-tiba membayar semua tunggakan. Tanpa tawar-menawar. Tanpa alasan.
Orang-orang tak tahu apa yang dilakukan Surya di dalam.
Yang jelas, malam itu mata ketua kelompok itu terlihat seperti habis memandang sesuatu yang jauh lebih kelam dari dunia gelap mana pun.
Sejak itu Surya mulai mendapat undangan dari lingkaran-lingkaran yang selama ini hanya hidup di balik pintu baja ruang bawah tanah: lingkaran elit dari dunia gelap.
Meja-meja penuh arak, asap rokok yang menggantung seperti kabut sawah pagi hari, dan pembicaraan yang tak pakai suara normal: semuanya pelan, tapi menusuk.
Dan di tengah para orang besar itu…
Surya, dengan wajah datar dan baju sederhana, seperti tidak punya alasan untuk memamerkan apa pun.
Mereka menyukai itu.
Karena di dunia yang penuh orang sok kuat, seseorang yang tak butuh membuktikan apa-apa jauh lebih mematikan.
Pelan-pelan, ia mendapat posisi yang tidak dimiliki banyak orang:
"Pendengar gelap."
Seseorang yang sering diajak duduk, meski tidak ikut bicara.
Seseorang yang siap dipanggil saat mereka butuh sesuatu "beres tanpa keributan."
Seseorang yang membuat lawan jadi tidak yakin:
"Apa dia manusia biasa? Atau ada sesuatu lain yang mengawasi dari belakang matanya?"
Namanya terus naik.
Rumornya berkembang.
Dan banyak yang belum tahu bahwa ketenangannya bukan hanya karakter…
melainkan sesuatu yang ia pelajari—atau bangunkan—di rumah Mbah Sarpin.
Reputasinya meledak bukan karena kejamnya tangan.
Tapi karena sunyinya aura.
Surya mulai menjadi legenda kecil: seseorang yang tak perlu tinggi suara untuk membuat ruangan terasa lebih dingin.
Dan legenda itu semakin gelap, semakin dalam…
karena tak ada seorang pun tahu apa yang sebenarnya Surya simpan di dadanya.
Atau…
siapa yang kadang berdiri tepat di belakangnya, meski tak pernah terlihat.
