WebNovels

Chapter 2 - Bab 2. time skip and introduction

POV: Shanks

It's been two years since I was transported to this world—a world called Tensura.

Two years since my first parting with Veldanava and Whitebeard's group. Here, we are known as the Yonko, the emperors of the sea, and also as the Auralis race—beings whose power is said to be equal to that of the True Dragons.

The world is slowly changing. New races are emerging. I heard that an ancestral race had been born and working under Veldanava, creating two new races: superhumans and vampires. From them, ordinary humans were born.

Soon, bustling nations, kingdoms, and continents will emerge—replacing the empty seas that were once filled only with silence and waves.

However, I will not interfere in their affairs.

As long as no one challenges me or seeks to disrupt what I protect, I remain neutral.

Perhaps… if they need protection, I will allow them to fly my flag—a skull flag with three slits over the left eye—a symbol of protection and freedom.

And before this story continues, there's one thing I have to say.

I'm not the Shanks you know in the original world.

I'm just someone who died a cliche death—and was given a second chance by God.

He offered to grant any wish.

It's so nice.

Others might ask for unlimited power, a system, or an immortal body.

But I… only ask for four simple things:

1. I want to be transported to the world of Tensura with the body of Akagami no Shanks, complete with Roger's weapons. My arm? Intact—for now. (Heh… I've already prepared an epic story for losing that arm later. Painful? Maybe. But cool? Definitely.)

2. I want Ben Beckman, Whitebeard, Marco, and Teach to come with me. The ocean world must be balanced. No ocean can have only one side of power.

3. We want to be called the Auralis race.

A long-lived race that is no less powerful than magical creatures—a race that doesn't possess magic, and also can't be cured by any magic or potion.

In exchange, we possess the power of Haki.

We can grant it to the beings of this world—but they will lose the right to use magic forever.

Among the five of us, Ben, Whitebeard, and I possess the highest mastery of Haki, even on par with true dragons in terms of power.

4. Finally… the power of the devil.

In the original world, it's called a Devil Fruit, but here we call it the "Logia Curse."

A tremendous power, but hated by the ocean and magical creatures.

The chance of awakening it is only one in ten thousand among new Auralis.

And the power of Conqueror's Haki only appears to one in a million.

Balanced. Rare. That's how it is.

I opened my eyes to a new world—a beautiful yet unfamiliar world.

The vast ocean beneath my feet, the sky a purple hue, and before me stood a giant, jet-black dragon with eyes like stars spinning in a vortex of space.

Veldanava.

The one who would one day be called the God of Creation.

Before long, Ben Beckman appeared at my side—calm as always, a lit cigarette between his lips.

On the other side stood Whitebeard with his group.

I glanced at him… and with just that glance, I knew:

He was still the strongest being among humans.

Back to the present.

It had been two years since that meeting.

I was now sailing the wild seas, riding the gentle breeze.

Our ship was filled with twenty new crew members—humans who had voluntarily asked to become part of the Auralis race. They called me Okashira, their leader.

Most were still apprentices, but they had potential. They might be cannon fodder now, but one day, they would master Haki.

I walked to the captain's quarters and stopped opposite Ben Beckman in the captain's quarters. He looked at me casually, then asked in a lazy yet sharp tone:

"What's wrong?"

I simply smiled, then sat down in the chair opposite him.

Ben poured a cup of wine and pushed it toward me.

I took a sip, stared at the waves outside the window, and then said calmly:

"Let's go. It's time we met Veldanava."

Ben raised his eyebrows slightly.

"You want to fight him?"

I looked at him as if the question was ridiculous.

"Why would I fight for no reason? I just wanted to stop by… maybe chat a bit. I've been wanting to chat with him for a long time."

Ben let out a small sigh, then laughed faintly.

"Huh… okay. Shall we go now?"

I stood up, walked to the main deck, and shouted to the crew:

"Let's go now… Hey! Lower the sails! We're sailing east! Prepare plenty of wine—I'm going to see an old friend!"

One of the crew members asked with a stupid expression.

"O-Okashira… is this war?"

I immediately stomped my foot a few times on the deck and shouted loudly:

"You idiot! Didn't you hear me say I was going to see an old friend?!"

The ship immediately erupted in laughter.

Ben was in the distance.shook his head, chuckled, and said softly,

"What a fool…"

The ship began to drift slowly, gently breaking the waves.

The sails fluttered. The wind carried the salty scent of the sea and new adventures.

POV: Shanks

Sudah dua tahun sejak aku berpindah ke dunia ini—dunia yang disebut Tensura.

Dua tahun sejak perpisahan pertamaku dengan Veldanava dan kelompok Shirohige. Di sini, kami dikenal sebagai Yonko, para kaisar laut, dan juga sebagai ras Auralis — makhluk yang kekuatannya disebut setara dengan para naga sejati, True Dragon.

Dunia ini perlahan berubah. Ras-ras baru mulai bermunculan. Aku mendengar kabar bahwa ras leluhur telah terlahir dan bekerja di bawah Veldanava, menciptakan dua ras baru: manusia unggul dan vampir. Dari mereka, lahirlah manusia biasa.

Tak lama lagi, akan muncul negara, kerajaan, dan benua yang ramai — menggantikan lautan kosong yang dulu hanya dipenuhi sunyi dan ombak.

Namun, aku tidak akan ikut campur dalam urusan mereka.

Selama tidak ada yang menantangku atau berniat mengacaukan apa yang kulindungi, aku tetaplah pihak netral.

Mungkin… jika mereka membutuhkan perlindungan, aku akan mengizinkan mereka mengibarkan benderaku — bendera tengkorak dengan tiga sayatan di mata kiri — simbol perlindungan dan kebebasan.

Dan sebelum cerita ini berlanjut, ada satu hal yang harus kukatakan.

Aku bukanlah Shanks yang kalian kenal di dunia asal.

Aku hanyalah seseorang yang mati dengan cara klise—dan diberi kesempatan kedua oleh Tuhan.

Ia menawarkank akan mengabulkan permintaan apapun

Enak sekali

Orang lain mungkin akan meminta kekuatan tak terbatas, sistem, atau tubuh yang abadi.

Tapi aku… hanya meminta empat hal sederhana:

1.Aku ingin berpindah ke dunia Tensura dengan tubuh Akagami no Shanks, lengkap dengan senjata peninggalan Roger. Lenganku? Tetap utuh—untuk saat ini. (Heh… aku sudah menyiapkan cerita epik untuk kehilangan lengan itu nanti. Sakit? Mungkin. Tapi keren? Pasti.)

2.Aku ingin Ben Beckman, Shirohige, Marco, dan Teach ikut bersamaku. Dunia laut harus seimbang. Tak ada lautan yang hanya punya satu sisi kekuatan.

3.Kami ingin disebut ras Auralis.

Ras yangberumur panjang yang tak kalah dengan makhluk sihir ras yang tak memiliki sihir, dan juga tak bisa disembuhkan dengan sihir atau ramuan apa pun.

Sebagai gantinya, kami memiliki kekuatan Haki.

Kami bisa memberikannya kepada makhluk dunia ini — namun mereka akan kehilangan hak untuk menggunakan sihir selamanya.

Di antara kami berlima, aku, Ben, dan Shirohige memiliki penguasaan Haki tertinggi, bahkan setara dengan para naga sejati dalam hal kekuatan.

4.Terakhir… kekuatan iblis.

Di dunia asal disebut Buah Iblis, tapi di sini kami menyebutnya "Kutukan Logia."

Kekuatan yang luar biasa, tapi dibenci oleh lautan dan makhluk sihir.

Peluang untuk membangkitkannya hanyalah satu banding sepuluh ribu di antara para Auralis baru.

Dan kekuatan Haki Penakluk hanya muncul pada satu di antara sejuta.

Seimbang. Langka. Begitu adanya.

Aku membuka mata di dunia baru—dunia yang indah namun asing.

Lautan luas di bawah kakiku, langit keunguan, dan di depanku berdiri seekor naga raksasa berwarna hitam legam dengan mata seperti bintang-bintang yang berputar di dalam pusaran angkasa.

Veldanava.

Sosok yang kelak akan disebut Dewa Pencipta.

Tak lama, muncul Ben Beckman di sisiku—tenang seperti biasanya, sebatang rokok menyala di bibirnya.

Di sisi lain, berdiri Shirohige bersama kelompoknya.

Aku melihatnya sekilas… dan hanya dengan tatapan itu saja, aku tahu:

Ia tetaplah makhluk terkuat di antara manusia.

Kembali ke masa kini.

Sudah dua tahun sejak pertemuan itu.

Sekarang aku sedang berlayar di lautan liar, menelusuri angin yang berhembus lembut.

Kapal kami sudah penuh dengan dua puluh awak baru—manusia yang dengan sukarela meminta menjadi bagian dari ras Auralis. Mereka memanggilku Okashira, pemimpin mereka.

Sebagian besar masih magang, tapi mereka punya potensi. Mungkin sekarang mereka hanya umpan meriam, tapi suatu hari, mereka akan menguasai Haki.

Aku berjalan ke ruang nakhoda dan berhenti di hadapan Ben Beckman di ruang nakhoda. Ia menatapku santai, lalu bertanya dengan nada malas namun tajam:

"Ada apa?"

Aku hanya tersenyum, lalu duduk di kursi di hadapannya.

Ben menuangkan secangkir anggur dan mendorongnya ke arahku.

Aku menyesap sedikit, menatap ombak di luar jendela, lalu berkata dengan tenang:

"Ayo pergi. Sudah waktunya kita menemui Veldanava."

Ben mengangkat alisnya sedikit.

"Kau mau bertarung dengannya?"

Aku menatapnya seolah pertanyaan itu konyol.

"Untuk apa aku bertarung tanpa alasan? Aku hanya ingin mampir… mungkin berbincang sedikit. Sudah lama aku ingin mengobrol dengannya"

Ben menghela napas kecil, lalu tertawa tipis.

"Hah… baiklah. Apa kita pergi sekarang juga."

Aku berdiri, berjalan menuju dek utama, dan berteriak pada para awak:

"ayo kita berangkat sekarang....Oi! Turunkan layar! Kita berlayar ke wilayah timur! Siapkan anggur dalam jumlah besar—aku mau menemui teman lama!"

Salah satu awak dengan wajah bodoh bertanya.

"O-Okashira… apakah ini perang?"

Aku langsung menghentakkan kaki beberapa kali ke dek sambil berteriak keras:

"Dasar bodoh! Tidakkah kau dengar aku bilang mau menemui teman lama?!"

Suasana di kapal langsung riuh oleh tawa para awak.

Ben di kejauhan menggelengkan kepala, tertawa kecil sambil berkata pelan:

"Bodoh sekali…"

Kapal pun mulai meluncur perlahan, memecah ombak dengan tenang.

Layar berkibar. Angin membawa aroma asin laut dan petualangan baru.

More Chapters