WebNovels

Chapter 2 - Selamat ngo- cok

NB : "novel ini masuk kategori bahasa inggris ya dikarenakan mau pakai bahasa indonesia tapi ketentuannya tidak boleh, tapi tenang aja ini isinya full bahasa indonesia kok"

Beberapa hari di sini untungnya Gita membawa makanan diet kesukaannya. Dia memang tidak bisa makan banyak.

Tak heran tubuhnya kurus dan kecil.

Dia tidak bisa memakan nasi dan lauk pauk yang penuh minyak itu. Dia belum mencobanya memang tapi rasanya salah.

Dia tidak mau gendut. Sungguh berada di sini beberapa hari membuatnya tersiksa. Tidak ada air hangat otomatis, tidak ada kolam renang.

Hingga semua persediaan makanannya habis. Dia terpaksa duduk di meja makan itu lagi dengan gugup karena ramahnya Mimah yang membuatnya merasa aneh itu.

Ini kedua kalinya dia duduk di kursi kayu agak sedikit lusuh itu. Membuatnya meringis tidak nyaman.

"Ini apa?" Gita menatap lauk pauk yang ada di atas meja yang baginya begitu tidak nyaman. Tidak ada kemewahan sedikit pun.

"Ini itu tempe, fermentasi kacang kedelai. Ini itu sayuran yang dioseng pakai irisan cabai, enak kok coba aja," Mimah begitu ramah nan hangat.

Membuat Gita tidak berkutik, hanya menggigit sendok sambil menatapnya yang terus menjelaskan ini itu.

Keramahannya mirip seperti mendiang ibunya.

"Ini, cobain."

Gita menatap piring yang penuh dengan nasi dan lauk pauk. "Gue ga bisa makan nasi." gumamnya samar namun Mimah dan James bisa mendengarnya.

"Yaampun, ga makan nasi." Mimah meraih sebelah jemari Gita. "Pantas saja kurus, nak. Kamu harus makan, terus olah raga kalau mau sehat. Abi juga sering lari keliling desa.." terangnya.

Gita terlihat gugup dan menarik tangannya. Dia merasa canggung dan aneh mendapat perhatian dari sosok ibu.

Neneknya saja galak bagai nenek sihir.

Dia nakal pun karena neneknya membuatnya mencari hiburan dengan hidup bebas di sana bukannya kuliah.

"Ga mau!" Gita kembali keras kepala dan mendorong piring itu lalu beranjak tak ingin makan.

"Biarin, bu. Nanti lapar juga di makan," James mengusap lengan ibunya. "Sabar ya bu, maafin istri Abi," lalu tersenyum menenangkan Mimah.

Beberapa hari Gita di sini, ibunya pasti kelelahan karena banyaknya tingkah Gita. Tak hanya merusak hasil pertanian, tapi juga bertengkar dengan anak kecil.

Sungguh menguras kesabaran. Jika sebulan ini Gita semakin parah, James akan membawanya pindah saja dari pada membuat ibunya sakit.

"Ibu ga marah, Gita begitu pasti ada alasannya. Ibu cuma berharap kamu bisa tuntun istri kamu jadi lebih baik,"

"Makasih karena selalu baik sama Gita, bu."

"Kita bantu Gita menjadi lebih baik, dengan kasih sayang, perhatian dan kelembutan. Sekeras apapun suatu saat pasti akan luluh,"

***

James menggelar tikar di dekat kasur seperti biasa. Gita menolak satu kasur, katanya kasurnya sempit dia tidak akan tidur dengan leluasa.

Dan Gita tidak bohong, James melihat bagaimana dia tidur. Begitu aktif hingga berubah-ubah sampai jatuh menimpanya di bawah.

Untung Gita tidak bangun setelah jatuh menimpanya.

James telaten memindahkannya, mengeluarkan bantal dan menyimpannya di sekeliling kasur. Menjaga jika Gita jatuh seperti malam saat itu, tidak akan membuatnya sakit.

Setiap harinya James selalu melakukannya hingga hari ini Gita melihatnya langsung.

"Buat apa bantal gitu?!" tanya Gita sewot sekali, tidak ada sopan-sopannya.

"Kamu pernah jatuh waktu itu, untung ke sebelah sini," tunjuknya ke arah di mana dia tidur. "Kalau ke sana pasti sakit." lanjutnya.

Gita mendengus, mencoba mengabaikan perhatian darinya. Dia merasa risih, mungkin karena selama ini dia tidak pernah mendapatkannya.

"Besok pagi jangan langsung ke kebun, katanya ada ular besar belum ke tangkep."

Gita memicing kesal. Pasti cuma akal-akalan agar dia tidak merusak hasil bertani para petani tua itu lagi kan?

Gita malah bersemangat akan kembali berulah lagi.

Beberapa hari di sini Gita merasa sedikit lega kasurnya empuk walau sekitarnya tidak nyaman. Ruangan yang tidak ada AC, agak kusam. Terkesan kotor walau James rajin bersih-bersih.

Gita memejamkan mata, berpikir kalau dia berada di istananya. Di kamar princessnya yang menenangkan.

"Gue mau lilin aroma terapi ga mau tahu! Kalau besok malem ga ada, liat aja!"

James terlihat diam belum memejamkan matanya. Tidak menjawab juga. Ke kota cukup jauh karena mengandalkan sepeda.

Liat besok saja.

***

James mendudukan tubuhnya. Menatap Gita yang masih tertidur itu dengan lega. Tapi khawatir juga karena dia belum makan.

James harus mengalah dan membeli bahan salad atau makanan lainnya yang istrinya mau, jika saat nanti beli lilin keinginan Gita itu jadi.

James menatap wajah damainya. Cantik juga, rambut pirangnya membuat kulit putihnya bersinar semakin terang.

Sayang sekali, tingkahnya begitu tidak terkendali. Jika saja manja, tidak kasar dan penurut.

Walau begitu tetap saja sesuai janjinya. Siapa pun istrinya. Bagaimana pun istrinya. Dia akan memperlakukannya bagai ratu.

James membenarkan posisi tidurnya, menyelimutinya dengan benar.

Dia memutuskan untuk mandi dan bersiap ke kota tanpa sepengetahuan Gita.

Gita tak lama dari itu terjaga, dia kebelet. Padahal tidurnya sedang enak. Dia celingukan, ibu dari suaminya tidak ada. Suaminya pun sama.

Tapi ada suara air di kamar mandi.

"Sudah bangun, nak?"

Gita tersentak pelan mendengar suara dari seseorang yang tiba-tiba muncul. "Iya!" ketusnya tidak sopan lalu masuk begitu saja ke toilet yang untungnya lagi tidak kotor walau tidak ada toilet duduk.

James melotot kaget, baru saja selesai membilas tubuhnya yang penuh sabun.

Gita meliriknya tidak kaget.

Di negara tempat neneknya berada, di party banyak yang sampai polosan. Melihat berbagai bentuk sudah pernah Gita lihat.

"Wow.." Gita baru melihat bentuk milik James. Ternyata berbeda dengan bule yang pernah dia temui. Tidak disunat kebanyakannya dan juga tidak seberurat dan sekekar itu.

James menutup asetnya lalu hendak mendorong Gita keluar. "Ibu bisa liat-"

"Udah liat." potong Gita dengan masih melihat yang tengah James coba halangi. "Mau pegang," celetuknya sambil menunjuk itunya.

"Apa?!" James begitu terkejut mendengarnya. Bukannya malu, malah ingin menyentuhnya? Memang Gita itu berbeda.

Istrinya itu nakal!

James mencoba tenang. "Keluar, malu sama ibu. Kita masih numpang di sini." jelasnya tetap lembut.

"Gue ga malu, maunya pegang!" kesal Gita dengan keras kepala.

"Sstt.. Jangan berisik!" bisiknya panik.

"Makanya mau pegang!"

James terpejam sejenak. "Oke, pegang." dia tidak menghalanginya lagi. Membiarkan istrinya itu dengan keinginan yang menyiksanya. Ngocoks.com

James terpejam merasakan dua jemari Gita menggenggamnya. Dia tidak mungkin untuk tidak mengeras. Melihat Gita masuk saja membuatnya berdebar dan menggeliat.

"Kamu-" James hampir memekik, dia segera membekap mulutnya saat dengan nakalnya bibir itu menghisapnya. Memijat dengan jemarinya.

Gita menatapnya tanpa berhenti, wajah panik James yang gelisah dan memerah. Sudah cukup membuatnya tersiksa.

Gita menyudahinya, menggantung James dengan mengulum senyum puas. Dia dengan tak malu menurunkan celana dan melakukan tujuan awalnya.

Buang air kecil.

James terengah pelan, menatap Gita yang memasang senyum mengejek. James terpejam sejenak mengulum senyum samar. Kenapa tingkahnya itu jadi lucu di matanya.

Usil sekali.

"Selamat ngo- cok." Gita menggerakan jemarinya seolah tengah mengocok itu.

James menatap kepergiannya dengan senyum samar. Sungguh istri yang nakal. Oke, sabar. James mengerang pelan. Dia harus mengeluarkannya sendiri.

 

More Chapters