WebNovels

Chapter 1 - pulangin gue plis

Gita menggeleng keras kepala, dia memeluk jok mobil. Berusaha bertahan dengan tarikan dari ayah dan kakaknya.

"Hiks.. Apa setelah ibu meninggal kalian ga mau urus aku? Selama ini bahkan kalian simpen aku ke nenek di California! Oh shit!" Gita hampir tertarik dan melepaskan jeratan dari jok mobil.

"Astaga! Gita! Kamu terlalu nakal, ayah jelas sudah tidak sanggup mengatur kamu, mengarahkan kamu yang semakin urakan!" Glen memijat kening berusaha sabar dan tidak emosi.

Menghadapi Gita setahun ini sungguh menguras tenaga dan mentalnya. Dia begitu boros. Anak gadisnya itu terlalu nakal, susah diatur, selalu bermasalah dengan kepolisian.

James menatap tingkah laku istrinya itu. Pantas saja ayah dari gadis itu menyerah. Kini James yang meragu, apa dia bisa membimbing istrinya untuk menjadi lebih baik?

Di desanya yang kecil, jauh dari kata modern.

James pernah tinggal di kota, dia tahu betapa bedanya di sana dan dengan desa yang menjadi tempat dia lahir.

"Aduh pakaiannya.." gumam James saat melihat pakaian yang dikenakan istrinya.

Jeans panjang dengan pakaian atas yang tidak menutupi perut bahkan lengannya. Tunggu, itu bra? Kaget James untung sudah menjadi istrinya.

Halal James lihat.

"Ga mauuuu!" jerit Gita yang kini berhasil turun dari mobil, diangkat oleh kakak laki-lakinya.

"Argh! Ga bisa diem!" omel Gustav kesal.

Gita melirik James dengan panik. Diakan suaminya itu?

"Ga mau! Mau ikut pulang lagi, ga kenal sama mereka!" teriaknya sambil terus berusaha menerobos Gustav yang menahannya agar tidak kembali ke mobil.

Glen memilih berbincang dengan besannya, membiarkan anak tertuanya mengurus dan menjinakan Gita.

James meraih Gita yang kini menjerat kakaknya, tidak ingin lepas dan berpindah pada suami asingnya itu.

"Engga! Lepas! Fu*k! Argh! Ga mau!"

James merem melek mencoba menghindar dari kerandoman tangan Gita hingga berhasil dia gendong.

"Lepas!" bentak Gita lalu menggeliat namun sialnya suaminya itu sama kuat dengan ayah dan kakaknya.

"Ayahhhh!" jerit Gita saat ayahnya dan kakaknya segera masuk ke mobil dan menjius meninggalkannya.

Gita terus berteriak bagai bocah, disertai tangis tidak terima ditinggalkan di tempat asing yang begitu aneh baginya.

Tidak ada lantai kinclong, hanya tanah becek bekas hujan.

Mobil mereka benar-benar hilang.

Gita terus menangis tanpa peduli dilihat tetangga James.

"Bawa masuk, nak."

"Baik, bu."

Gita hanya menangis dengan lemas. Dia didudukan di kursi kayu yang keras. Membuat tangisnya semakin pecah.

"Sini, ibu—"

"GA!" bentak Gita dengan tidak sopan lalu memeluk tasnya. Semua barangnya tidak ingin disentuh orang asing.

"Yang sopan dia—"

Gita menatapnya begitu benci sampai James urung melanjutkan ucapannya. Bukan takut tapi karena melihat wajahnya pucat, pasti syok.

"Gita!" pekik Mimah— ibu James.

James segera menangkapnya, menggendongnya yang pingsan.

***

Gita terus terisak, duduk di pinggiran kasur di kamar yang katanya kamar suaminya itu. Begitu aneh, tempatnya seperti gubug tidak ada dinding marmer seperti rumahnya.

Dia merasa dibuang lagi.

James membelitkan jaket, cuaca di sini dingin dan Gita hanya memakai pakaian bagai bra itu. Entahlah, James kurang tahu apa yang di pakai istrinya. Yang jelas kurang bahan.

"Mau makan?"

"Ga!" ketusnya sambil menyeka air mata.

"Kalau mau makan bilang aja." James menyimpan koper Gita ke samping lemari. Biar Gita yang menata sendiri, dia sepertinya tidak suka barangnya di sentuh orang lain.

"Gue maunya pulang!" ketus Gita. "Lo malah nahan gue di sini!" teriaknya marah.

"Suaranya kecilin, kita ga lagi di kota. Di sini rumah dempetan dan bu—"

"GUE GA PEDULI! LO ANTERIN GUE—mmpph!"

James membekapnya hingga Gita terdorong dan rebahan di kasur. "Tidur, di sini ada hantu kalau malem berisik." lalu melepas bekapan dan menyelimutinya.

Gita terdiam. Hantu adalah kelemahannya.

James akhirnya tahu kelemahan istri dadakannya itu. Dia memilih keluar untuk menenangkan ibunya yang cukup terkejut dengan istri pilihan mendiang ayahnya.

"Kemana?!" teriak Gita yang membuat James urung membuka pintu kamarnya yang berbahan papan kayu tipis.

"Ke ibu—"

"Katanya ada hantu!" semprot Gita. "Lo harusnya juga diem!" tambahnya.

Gita mendudukan tubuhnya, menatap selimut tipis itu. "Ini selimut gue?" kagetnya.

James urung keluar, ibunya pasti maklum. Besok saja dia menenangkannya. Gita akan berisik, lebih baik utamakan dia agar tidak mengundang tetangga.

"Kenapa? Kurang tebel?"

"Iyalah! Dan kasur ini, kita berdua—" Gita meliriknya canggung.

"Iya, muat kok." James sebenarnya bisa memodernkan rumah penuh sejarah ini.

Tapi dia memilih tidak mengubah apapun kecuali roboh atau rusak. Dia ingin menjaga tempatnya tanpa ingin mengubah.

Di desa ini sungguh masih serba tradisional. Membuatnya terasa hangat penuh kekeluargaan, anak kecil bermain bersama tidak sibuk dengan ponsel.

"Gue janji ga nakal, pulangin gue plis.." Gita turun dari kasur. "Jadi istri yang baik, kalau mau jatah di kasih deh.. Tapi kirim gue ke kota lagi." mohonnya sambil mendekati James.

"Ga bisa, ayah udah titip kamu di sini. Tergantung perubahan kamu, kalau baik kita bisa pindah ke kota."

Gita yang gagal membujuk kembali memasang wajah garangnya. "Liat aja, gue ga akan baik kayak mau kalian. Gue akan bikin kalian buang gue lagi!" suaranya bergetar lirih diakhir lalu kembali naik ke kasur dan menangis.

Gita akan mengacau di desa ini sampai ayah dan kakaknya itu malu dan membawanya lagi. Dia ingin kembali ke tempat neneknya saja.

***

James melotot saat melihat Gita hanya menggunakan celana dalam dan branya saja keluar dari kamar.

"Di mana tempat man—" Gita mengerjap kaget saat tubuhnya diseret kembali ke dalam kamar.

"Lo ap—"

"Di sini masih ada ibu! Kenapa ga pakai— Ha.." James menatap langit-langit kamarnya sejenak lalu menatap tepat dikedua matanya.

"Di pantai udah biasa kayak gini, kenapa heboh dan juga ibu lo juga punya ga akan iri!"

"Di sini bukan pantai. Jadi, jangan pakai bikini. Jangan mengundang kejahatan." James meraih handuk dan membelitkannya.

"Ini bukan handuk gue!" Gita melepaskannya lagi.

James memejamkan mata sejenak. Dia harus melatih kesabaran. Dia harus lebih luluh agar Gita tidak semakin tantrum.

James menatap istrinya yang melenggang dengan celana dalam tipis yang hanya menutupi bagian depannya saja itu.

"Semakin kamu bikin masalah, semakin lama kamu di sini."

"Bodo amat! Gue cuma nunggu dibuang lagi aja, gue ga akan turutin mau kalian!" tekad Gita lalu membawa kaos kebesaran dan memakainya.

***

"Gita kemana, bu?" panik James lalu menoleh pada pintu yang diketuk.

"Bu Mimah, nak Abi.." panggil tetangganya dari luar rumah.

James segera membukakan pintu. "Bu Dewi, ada apa?" tanyanya.

"Itu, nak.. Istrimu, mengacau di sawahnya pak Solihin.. Semua bawang daunnya dicabut, pokoknya berantakan."

James segera menuju tempat Gita berada. Dia tengah meringis menatap lumpur yang penuh di kedua kaki, tangan bahkan muka juga terkena cipratan.

Tak hanya bawang daun, padi yang baru ditanam pun Gita cabut hingga berantakan. Para petani yang menjadi tetangga James di sini terlihat menahanbkesal.

Gita bodo amat. Dia sungguh penuh tekad untuk memberontak.

"Gita," James begitu sabar, suaranya tidak meninggi sama sekali. Dia berjongkok di depan Gita, tidak peduli dengan kedua kakinya yang ikut kotor.

"Kamu rugiin banyak orang, mereka udah tua apa kamu ga kasihan? Mereka harus ngulang lagi," suaranya begitu lembut. James mengusap lumpur di sudut mata Gita yang bisa saja masuk ke matanya.

"Ga! Ga ada yang kasihan sama gue juga! Gue mau pulang! Gue ga suka di sini!" bentaknya dengan keras kepala.

Yang melihat itu langsung berbisik-bisik, menyayangkan James kenapa harus berjodoh dengan istri seperti itu. Lebih baik dengan Jasmin yang lemah, lembut dan kembang desa yang baik.

"Ayo mandi, kotor." James membantunya berdiri tapi Gita tidak mau berdiri.

James menghela nafas sabar. Dia gendong walau malu dengan tetangganya.

"Yang sabar ya, nak Abi." 

Semua memandang ke arah keduanya. Membuat James malu dan tak enak hati. Dia akan ganti rugi jelas saja.

"What? Fu*k!" ketus Gita saat melihat beberapa orang yang sedang bertani itu menatap kearahnya.

"Shhhtt.." tegur James.

***

James menatap Gita yang memakai celana pendek jeans bagai celana dalam itu, dengan atasan kaos lengan pendek dengan pusar terpampang nyata.

"Di sini banyak remaja laki-laki, banyak—"

"Terus urusannya sama gue apa?!" potong Gita kesal.

Mimah menatap menantunya dengan sedih. Entah apa yang dipikirkan oleh mendiang suaminya. Kasihan James hanya dipersulit sampai malu oleh tetangga dan harus keluar uang banyak untuk mengganti rugi apa yang dirusak Gita.

"Gita mau makan apa?" tanya Mimah mencoba sabar.

Gita melirik Mimah, dia mendadak bisu. Mungkin karena kangen dengan mendiang ibunya yang sering menanyakan pertanyaan itu.

 

 

More Chapters