Malam perjamuan tiba, semua orang sibuk mempersiapkan kelancaran berlangsungnya acara. Evelyn bersiap dengan dibantu Ginna dan beberapa pelayannya sibuk menata rambut dan make up nya agar terlihat cantik.
Malam ini dia memakai gaun berwarna biru muda dipadukan permata berwarna putih. Gaunnya panjang sampai mata kaki tanpa lengan, dengan kain pendek yang melingkari bagian atas dada sampai bahunya, serta memiliki pita kecil dibagian belakang gaun. Jadi tidak terlalu terbuka sehingga Evelyn lebih nyaman memakainya.
Sesampainya di perjamuan, sudah banyak yang datang, kasim mengumumkan kedatangan Duke Gregory, Duchess Gregory beserta Evelyn selaku putri keluarga Gregory.
Semua pasang mata melihat kearah mereka, semua orang ingin tahu seperti apa keluarga Gregory beserta rumor tentang putri Gregory itu.
Duke Justin memasang wajah dingin sedangkan Duchess Nathalie memasang senyum anggun dan sopan. Dibelakang mereka berjalan Evelyn dengan wajah tenang, menggunakan gaun biru muda memberi kesan dingin dan anggun.
(apa dia gadis Gregory itu? sama sekali tidak terlihat seperti orang sombong dan tidak masuk akal )
(benar, bagaimana gadis seanggun itu difitnah buruk oleh orang-orang, oh astaga semua orang tahu bagaimana pentingnya citra baik bagi seorang gadis apalagi yang belum menikah )
(hmmp pembuat rumor sungguh mengada-ngada. gadis itu sudah kehilangan keluarganya kemudian bahkan harus menghadapi rumor buruk tentangnya)
(ck, bagaimana kalian bisa berkata seperti itu, bisa jadi gadis itu sedang memperlihatkan citra baiknya supaya kita semua terkesan, tunggu sampai dia membuka mulutnya baru kita tahu bagaimana sifat aslinya)
Bisikan demi bisikan terdengar, mereka tidak menyadari bahwa gadis yang mereka bicarakan mendengar dengan jelas ucapan mereka.
Tidak ingin terlalu menghiraukan ucapan penuh pujian dan sindiran itu, Evelyn berlalu mencari tempat duduk yang lumayan terlihat tenang. Sedangkan paman dan bibinya sudah berhenti di tengah jalan untuk berbincang dengan rekan kerja ataupun bangsawan kenalan mereka.
Tidak lama kemudian terdengar lagi suara kasim yang mengumumkan kedatangan Marquess Lovell dan putrinya, Emely Lovell.
Marquess mengenakan jubah mewar berwarna biru malam dan berjalan dengan bermartabat. Sementara Emely mengenakan gaun putih bersih yang sangat cocok dengan rambut coklat keemasan dan mata hijau zamrudnya.
Penampilan Emely memberi kesan indah, lembut dan berwibawa layaknya calon ratu. Pantas saja dua pangeran kerajaan tergila-gila padanya pikir Evelyn.
Evelyn menghela napas dan memperhatikan sekeliling, dari semua hal, dia paling tidak suka akan perjamuan yang mementingkan status, tidak jauh berbeda dengan di dunia nya dulu.
Orang-orang mencuri pandang kearah Evelyn yang duduk tenang sendirian dipojok aula luas itu. Mereka membandingkan gadis itu dengan rumor ,mereka sama sekali tidak dapat membayangkan gadis secantik dan seanggun ini akan dirumorkan kasar, sombong dan tidak berguna.
Tiba-tiba sebuah suara memecahkan ketenangannya,
"Oh jadi ini dia mutiara keluarga Gregory." Terdengar suara seorang gadis.
Evelyn mendongak, dia melihat dua orang gadis berdiri tidak jauh darinya, gadis yang berbicara tadi menyeringai melihat Evelyn tidak menjawab ejekannya.
"Ah Dyana, kau jangan seperti itu, dia itu mutiara. Yang sangat dijaga oleh orang tuanya, ups aku lupa, dia kan tidak punya orang tua lagi." Ucap gadis satunya menimpali dengan ejekan.
Evelyn menatap datar kedua gadis bodoh itu, dia tidak terlalu menghiraukan ejekan mereka.
Sedangkan kedua gadis tadi, Dyana Hubert, putri Count Hubert Dan Isabelle Maurynn, putri Viscount Maurynn memperhatikan respon itu dengan geram.
Mereka salah satu Lady bangsawan yang iri dengan kecantikan dan keanggunan Evelyn. Bagi mereka, tidak ada yang bisa dan boleh menyaingi mutiara kerajaan ini, calon putri mahkota, Emely Lovell.
Saat ejekan mereka telah mencapai batas dan mulai menyinggung masalah keluarganya, Evelyn berdiri, mendekati dua gadis itu dan berkata dengan suara tenang dan sedikit senyuman,
"Aku heran, bagaimana kalian bisa diundang. Gadis gadis yang hanya tahu bergosip dan membicarakan pria pria tampan. Lain kali, jika ingin menggonggong, carilah musuh yang takut dengan suara kalian, bukan malah membuat kalian terlihat memalukan." Ucap Evelyn tenang dan kemudian berlalu pergi.
Syukurnya aula ini luas jadi tidak semua orang mendengar dan memperhatikan keributan mereka.
"Dimana letak sopan santunmu nona." Suara seseorang mencegatnya, dia menoleh kebelakang dan melihat seorang gadis bergaun putih yang ternyata adalah Emely, berusaha menenangkan dua gadis tadi yang sedang marah dan malu.
Evelyn mengangkat alis, tampaknya pemilik dua gadis itu datang dan ingin membela mereka.
"Kau bertanya padaku dimana sopan santunku? Tolong tanyakan juga pada dua temanmu itu, jangan hanya merasa tinggi dan mulai merendahkan orang lain tanpa berpikir akibatnya." Ucap Evelyn dingin.
Karena bagi dia yang putri seorang Duke, dia bisa saja menuntut dua gadis tadi yang hanya putri seorang Count dan Viscount karena statusnya lebih tinggi dari mereka.
"Jika kau gadis bangsawan yang berpikiran terbuka, tolong lupakanlah masalah ini dan biarkan semua berlalu. Aku tahu kau pintar dan tahu bagaimana mengendalikan emosi untuk tidak memperbesar masalah." Ucap Emely lembut.
Evelyn terkekeh, dia sebenarnya tidak ingin meladeni mereka dari awal karena memang tidak ingin menyebabkan keributan. Tapi dia tidak tahan dengan ocehan dua gadis itu dan berakhir dengan masalah kecil seperti sekarang.
Baginya yang telah dididik oleh keluarganya, harga diri adalah segalanya, jangan merendahkan tapi juga jangan mau direndahkan.
'Menjengkelkan' batinnya.
"Aku akan memaafkan mereka, tapi sebagai bangsawan juga harus mendisiplinkan para bawahan mereka, aku harap kau bisa sedikit merapikan temanmu itu, karena siapa tahu nanti mereka hanya akan jadi bumerang untukmu, seorang pemilik juga akan dinilai karena barangnya." Ucap Evelyn pelan dengan Emely agar dua gadis tadi tidak mendengar ucapannya dengan jelas. Dia sedikit menyayangkan gadis seperti Emely mempunyai teman yang tidak tahu aturan seperti itu.
Emely menatap kepergian Evelyn dengan dingin, tadi dia sudah diberitahu identitas gadis itu. Gadis yang digadang-gadang pernah menjadi calon kandidat putri mahkota sebelum dia dengan kokoh mengamankan posisi tersebut.
Gadis itu cantik, auranya penuh dengan keanggunan dan kecerdasan, hampir sama dengan citra yang telah susah payah ia bangun.
Evelyn berjalan ingin menghampiri paman dan bibinya, tanpa diduga bahunya ditepuk oleh seorang gadis. Gadis itu cantik dengan gaun ungu dan rambut merah, serta mata berwarna coklat. Gadis yang berani, itulah kesan pertama Evelyn saat melihat gadis itu.
"Hei apa kau sendirian, aku juga sendirian karena baru sampai, sepertinya kita cocok, kalau begitu sekarang mari temani aku makan." Evelyn heran dengan gadis yang tiba-tiba datang dan duduk berdekatan dengannya ini.
"Kau cantik, oh iya perkenalkan namaku Reina Reinhard, kau bisa memanggilku Reina, salam kenal." Ucap gadis itu antusias sambil mengulurkan tangan kepada Evelyn.
"Aku Evelyn, Evelyn Gregory." Ucap Evelyn singkat sambil membalas uluran tangan dari gadis yang ternyata putri Duke Reinhard, yang merupakan salah satu Duke kerajaan.
"Oh astaga, kau putri Gregory yang dirumorkan itu?" Reina bertanya sambil menutup mulutnya terkejut. Lalu dia menatap Evelyn dengan tatapan menyelidik.
Sebelumnya ia sudah melihat bahwa gadis ini terlibat sedikit masalah dengan Dyana dan Isabelle, dia tidak menyangka gadis berani itu adalah Evelyn Gregory.
Evelyn memasang wajah dingin dan setelah beberapa saat mengamati, Reina kembali memasang wajah seperti tadi dengan santai dan sembrono seakan tak peduli citra bangsawannya.
"Kau tidak seperti rumor ternyata, mereka bilang putri Gregory itu manja, tidak berguna dan hanya tahu berdandan saja. Bahkan ada juga yang mengatakan bahwa putri Gregory itu sombong, kasar dan emosional. Tapi lihatlah sekarang, kau begitu anggun dan penampilanmu cantik tanpa banyak perhiasan. Orang yang menyebarkan rumor sungguh buta, bagaimana kau yang begitu baik ini disebut sebagai orang tanpa otak." Oceh Reina tanpa menghiraukan apakah lawan bicara akan menanggapi atau tidak.
Evelyn sedikit tersenyum melihat Reina, yang berbicara apa yang dipikirkannya tanpa beban, itu sepertinya akan melegakan.
Gadis ini sungguh menyenangkan dengan kepribadian lugasnya, dia juga tulus dalam memuji dan mengkritik seseorang. Dia mungkin tidak akan terganggu dengan kehadiran gadis ini.
"YANG MULIA RAJA DAN RATU MEMASUKI AULA." ucapan menggema seorang kasim mengisyaratkan mereka semua agar berdiri dan memberi hormat.
Mereka bergegas mengatur posisi dan memberi jalan tengah untuk dua orang paling penting di kerajaan untuk lewat.
Semua orang di aula menunduk hormat menyaksikan pemimpin kerajaan ini. Raja masuk dengan berwibawa beriringan dengan Ratu yang sedang merangkul lengannya.
Raja mengenakan jubah Kebesarannya yang berwarna emas, sedangkan sang Ratu berjalan anggun dengan rambut pirang disanggul dan menggunakan gaun indah keemasan khas seorang Ratu.
Tidak lama kemudian Pangeran Mahkota, Leonardo Von De Coutland, berjalan dengan gagah dan berwibawa menggunakan jubah kebesarannya yang berwarna emas dengan sedikit corak putih.
Evelyn melihat dengan jelas wajah Pangeran Mahkota kerajaan ini , tampan, mulia dan bermartabat. Mata birunya sangat menarik dipadukan dengan rambut hitamnya.
Visual yang membuat Evelyn asli tergila-gila sampai mendatangkan petaka bagi seluruh rakyat Gregory. Memang orang yang sempurna untuk menjadi seorang raja masa depan.
Evelyn melirik ekspresi Reina yang ada disebelahnya, gadis itu berdiri dengan santai sambil melihat kuku-kuku nya. Tampaknya Reina bukan tipe gadis yang tertarik dengan ketampanan, atau justru dia tidak menyukai tipe seperti pangeran mahkota.
Kemudian dibelakang lagi berjalan Pangeran Ketiga kerajaan, Louis Von De Coutland. Menggunakan jubah kebesaran putih dengan corak keemasan, Pangeran ketiga berjalan anggun sambil tersenyum lembut dan ramah ke semua bangsawan yang ada. Hal ini membuat pangeran ketiga juga merupakan pangeran yang banyak disukai orang-orang karena pembawaannya yang menyenangkan.
Evelyn sempat memperhatikan mata pangeran ketiga, dia juga memiliki mata biru dan rambut hitam yang sama dengan pangeran mahkota. Bedanya, mata pangeran mahkota lebih muda, sedangkan pangeran ketiga lebih biru kehijauan, mirip mata Ratu.
'Apa semua anggota kerajaan memiliki mata biru' pikirnya.
Hal ini mengingatkannya dengan warna mata orang yang bertarung dengannya beberapa hari yang lalu. Warna matanya juga biru, tapi entah karena pencahayaan malam itu, dia yakin warna mata pria itu biru yang lebih gelap lagi, biru tua dan dalam.
"PANGERAN KEDUA MEMASUKI AULA."
Disaat semua orang bersiap untuk kembali ke tempat duduk masing-masing, terdengar lagi suara kasim yang mengumumkan bahwa pangeran kedua kerajaan, Ethan Sander De Coutland datang ke perjamuan.
Orang-orang ramai berbisik karena Pangeran yang paling misterius dan dingin itu tidak pernah hadir ke perjamuan kerajaan setelah beberapa waktu karena sibuk berperang.
Gadis-gadis bangsawan ramai memuji paras tampan Pangeran kedua itu, parasnya yang tampan dengan rambut hitamnya benar-benar memberi efek visual yang bagus.
Pangeran kedua biasanya dikabarkan hanya datang beberapa saat ke istana, kemudian pergi lagi untuk berperang, oleh sebab itu semua orang saat ini sangat terkejut dan penasaran. Setelah sekian lama, Pangeran Kedua telah berhasil meraih gelar jenderal muda diusianya yang baru menginjak 23 tahun.
Pangeran kedua berjalan dengan memasang wajah dingin tanpa melirik ke sekitar. Pria itu mengenakan jubah Kekaisaran berwarna hitam dengan corak emas dan hanya sedikit putih, selaras dengan kepribadiannya yang dingin dan kejam.
Saat melewati Evelyn, Pangeran kedua sedikit menoleh dan bersitatap dengan Evelyn yang sedari tadi memperhatikannya.
Mereka bertatapan hanya sekitar tiga detik sebelum pangeran kedua memutuskan kontak mata dan lanjut berjalan ke depan tanpa menoleh kemanapun lagi.
Evelyn tertegun ketika bersitatap dengan mata biru laut pria itu, mata dan alis yang sama dengan pria yang telah bertemu dengannya hari itu.
Walaupun wajah pria itu kabur di ingatan Evelyn karena dalam kondisi penerangan minim, sekarang setelah dia melihat dengan jelas wajah Pangeran Kedua, dia dapat mengkonfirmasi keyakinannya.
Semua orang kemudian kembali ke tempat duduk masing-masing, dan sedikit melanjutkan makan sebelum acara benar-benar dimulai.
Ditempat duduk, Reina menyenggol Evelyn yang sedang menikmati hidangan dan bertanya
"Eve, katakan sejujurnya, apa kau dan pangeran dingin itu saling kenal? " Tanya Reina
Evelyn berbalik dengan tatapan bertanya, dia bingung dengan gelar pangeran dingin dari mulut Reina.
"Pangeran dingin siapa yang kau maksud." Ucap Evelyn. Dua pangeran tertua kerajaan mempunyai sifat dingin dan berwibawa, pangeran mana yang dimaksud Reina.
"Maksudku pangeran kedua, tadi aku menyaksikan kalian sempat bersitatap selama tiga detik." Ucap Reina lagi dengan menyipitkan mata ke arah Evelyn.
"Tidak ada apa-apa, mungkin tadi posisiku sedikit lebih maju karena itu pangeran sempat melirikku, lagipula kami tidak saling kenal." Jawab Evelyn menjelaskan.
"Itu mustahil, kau tidak tahu bahwa pernah ada gadis bangsawan yang dengan sengaja mendekatinya, bahkan duduk disamping pria itu, tapi tidak dihiraukan oleh pangeran, pangeran bahkan tidak meliriknya. Juga tadi selama pangeran itu masuk, dia hanya memandang lurus tanpa melirik kemanapun, tapi saat melewatimu, dia sedikit berhenti dan menatapmu. Ingat, hanya menatapmu." Kekeh Reina dengan nada tak percaya.
"Memang, selalu ada yang pertama dalam segala hal, mungkin di antara semua orang di aula ini, aku orang pertama yang tidak sengaja di liriknya, tapi kemudian dia berjalan lagi, lagipula itu hanya tiga detik, jadi tidak perlu dipikirkan." Ucap Evelyn panjang lebar.
Reina akhirnya menyerah mengorek informasi dari Evelyn dan dengan pasrah melanjutkan makannya.