Cahaya yang menyelimuti mereka pecah seperti ribuan serpihan kaca yang berkilauan, namun tidak jatuh—serpihan itu malah mengambang di udara, mengelilingi Lied dan timnya. Satu per satu serpihan itu menampilkan pemandangan berbeda: perang yang tak pernah terjadi, langit yang terbakar dalam warna yang tak dikenali, dan wajah-wajah asing yang menatap balik seolah tahu mereka sedang diperhatikan.
Udara—jika bisa disebut udara—terasa hangat namun tidak dari panas, melainkan dari gema cerita yang belum ditulis. Seakan-akan setiap molekul di sini adalah huruf yang mencoba merangkai dirinya menjadi kalimat.
---
Bentangan Spiraeum
Saat pandangan Lied menyesuaikan, ia melihat struktur raksasa di kejauhan—bukan bangunan, bukan bintang, tetapi jalinan filamen bercahaya, seperti supercluster kosmik, yang saling terhubung membentuk pusaran tanpa pusat. Garis-garis cahaya itu berdenyut, kadang memudar, kadang bersinar terang, seakan merespons pikiran yang tak diucapkan.
Beberapa filamen berbentuk lurus seperti lorong, sementara yang lain melengkung tak teratur, membentuk huruf-huruf kuno yang hanya bisa dibaca oleh semesta itu sendiri. Warna-warnanya bergeser perlahan dari biru pucat ke ungu gelap, lalu menyala menjadi emas cair sebelum kembali padam.
---
Arah yang Tidak Ada
Langkah pertama mereka terasa berat—bukan karena gravitasi, melainkan karena setiap gerakan di sini membutuhkan "izin". Ketika Lied mencoba melangkah lebih cepat, filamen di bawahnya meredup, memaksanya untuk menyesuaikan ritme. Elira berjalan di sampingnya, matanya penuh kekaguman namun bibirnya terkatup rapat.
Kael, yang biasanya tegas, justru tampak gelisah. "Ini tempat yang menulis nasib kita," gumamnya. "Kalau kita melangkah salah, kita bisa dihapus sebelum semesta mengingat kita pernah ada."
---
Anomali Visual
Mereka melewati zona yang menyerupai laut tanpa air—gelombang tak terlihat menggulung di bawah permukaan filamen, memantulkan cahaya yang membentuk siluet-siluet tak jelas. Di atas mereka, ruang tak berbintang membentang, namun sesekali muncul kilatan seperti tangan raksasa yang menulis di udara, setiap goresannya memunculkan atau menghapus bagian lanskap.
Di kejauhan, terlihat sebuah inti bercahaya raksasa—mungkin pusat Spiraeum—terlindungi oleh lingkaran filamen yang saling berputar seperti mekanisme jam kuno. Setiap rotasinya mengubah "alur" realitas di sekitar mereka, membuat jalan yang tadinya lurus mendadak berbelok, atau pintu yang seharusnya tertutup menjadi terbuka.
---
Isyarat Ujian yang Dekat
Entitas bercahaya yang mereka temui sebelumnya muncul lagi, kali ini lebih jelas—wujudnya seperti siluet manusia, namun tubuhnya terdiri dari kata-kata yang terus berganti bentuk. Suaranya bergema di dalam kepala mereka:
> "Kalian telah melangkah ke naskah yang belum ditulis. Di sinilah keputusan kalian akan membentuk atau menghancurkan segalanya."
Lied menatap ke pusat cahaya itu. Di balik rasa kagum, ada tekanan yang menyesakkan. Dia sadar—ini bukan sekadar ujian kekuatan, tapi ujian eksistensi.
Dengan napas berat, ia berkata pelan, "Kalau kita akan diuji… maka mari pastikan kita tetap ada sampai akhir cerita."