WebNovels

Chapter 6 - BAB 6 – Mantan yang Datang

Sudah dua minggu berlalu sejak hari pernikahan.Rania mulai terbiasa hidup serumah dengan Dimas dari berebut remote TV, bikin sarapan bareng, sampai menyiram tanaman gantung di balkon setiap sore.

Semuanya berjalan… nyaman.Terlalu nyaman, sampai kadang Rania lupa bahwa pernikahan mereka bukan dimulai dari cinta.

Namun, kenyamanan itu mulai retak di suatu siang yang tampak biasa saja.

Hari itu Rania sedang lembur di kantor, saat ponselnya bergetar.

📲 [Dimas]: "Aku dijemput teman ya. Nanti pulang bareng."📲 [Rania]: "Oke. Teman siapa?"📲 [Dimas]: "Clara."

Clara.Nama itu terasa asing. Tapi juga... tidak.Clara adalah mantan pacar Dimas dari masa kuliah satu-satunya perempuan yang pernah Dimas sebut sebagai "yang bikin gue beneran patah."Dulu, Dimas pernah cerita bahwa hubungan mereka kandas karena perbedaan prinsip. Tapi Dimas juga bilang, "Clara tuh yang ngajarin gue caranya patah hati."

Dan sekarang, Clara muncul lagi?

Rania mengetik balasan singkat.

📲 [Rania]: "Oke. Hati-hati ya."

Tapi hatinya tidak tenang. Jari-jarinya mengetuk meja, matanya tak bisa fokus pada layar. Entah kenapa, ada rasa yang tidak bisa dijelaskan. Rasa… perih yang ia bahkan belum siap akui sebagai cemburu.

Malamnya, Dimas pulang lebih lambat dari biasanya.Langkahnya ringan, wajahnya tampak berseri.

"Kamu belum tidur?" tanyanya, melepas sepatu.

"Belum," jawab Rania singkat, duduk di sofa sambil memeluk bantal.

Dimas melemparkan tubuh ke sofa di seberangnya. "Tadi seru banget. Clara cerita soal pekerjaannya di Singapura. Ternyata dia udah balik ke Jakarta sejak bulan lalu."

"Dan baru sekarang kamu bilang?" tanya Rania, pelan tapi tajam.

Dimas mengerutkan dahi. "Loh, kenapa kamu ngomongnya kayak gitu?"

Rania menunduk. "Nggak. Cuma… aneh aja. Kamu jarang cerita soal dia. Tapi hari ini kamu pulang bareng."

Dimas diam. Lalu menjawab hati-hati, "Ran… kamu cemburu?"

Rania mendongak, cepat. "Enggak!"

Dimas tertawa pelan. "Kamu cemburu. Keliatan banget."

"Aku enggak! Kita tuh ingat, kita menikah karena kesepakatan. Aku nggak punya hak untuk"

"Ran," Dimas memotong. "Kamu boleh jujur, tahu."

Rania mendadak bungkam. Ia menggigit bibir.Tapi hatinya sedang ribut sendiri.

Bolehkah ia cemburu?Bolehkah ia merasa terusik, jika posisi Clara mulai menggoyahkan batas yang mereka buat?

Beberapa hari kemudian, konflik itu memuncak.Clara datang ke apartemen. Tanpa kabar. Membawa kue dan senyum manis.

"Clara?" tanya Rania di depan pintu.

Clara tersenyum. "Hai, Rania. Boleh aku ketemu Dimas?"

Rania berdiri, kaku. Tapi tetap mempersilakan masuk.

Dimas keluar dari kamar, wajahnya terkejut melihat Clara berdiri di ruang tengah.

"Kamu ke sini?"

Clara mengangguk manis. "Aku cuma pengen ngobrol sebentar. Dan... mau bilang sesuatu yang penting."

Rania berdiri di dapur, pura-pura sibuk mencuci gelas. Tapi telinganya tajam.

"Aku minta maaf soal dulu, Mas. Dan... jujur, aku masih punya rasa."

Deg.Gelas di tangan Rania nyaris jatuh.

"Clara..." suara Dimas pelan.

"Aku tahu kamu udah menikah. Tapi aku nggak bisa pura-pura nggak peduli. Aku cuma pengen kamu tahu." Clara menatapnya lekat. "Kalau suatu hari kamu berubah pikiran... aku di sini."

Rania berjalan ke arah mereka sebelum mendengar jawaban Dimas.

"Maaf, Clara."Dimas menatapnya, lalu menggenggam tangan Rania di depan Clara.

"Dia bukan cuma istriku. Dia sahabatku. Dan sekarang... dia rumahku."

Malam itu, Rania duduk di tepi tempat tidur, masih belum percaya dengan apa yang ia dengar.

Dimas datang, duduk di sampingnya.

"Kamu denger semuanya, ya?"

Rania mengangguk. "Kenapa kamu jawab kayak gitu?"

Dimas menoleh padanya. "Karena aku sadar. Cinta itu bukan soal masa lalu yang datang lagi. Tapi tentang siapa yang mau tinggal... meski tahu kamu nggak sempurna."

"Dan aku milih tinggal," lanjutnya. "Sama kamu."

Rania menatap Dimas lama. Dan untuk pertama kalinya, ia tak bisa menyembunyikan senyuman kecil yang muncul tanpa sadar.

More Chapters