WebNovels

Chapter 4 - Suara Gamelan di Ujung Gua Terlarang

ab 4: Pewaris yang Tak Pernah Diminta

Langkah Tama menyusuri lorong gua terasa seperti berjalan di dalam ingatan yang bukan miliknya.

Semakin dalam ia masuk, suasana berubah—tak lagi seperti gua alami, melainkan seperti jalan menuju dunia lain.Dinding gua mulai dipenuhi lukisan-lukisan yang bergerak perlahan, seolah adegan dari masa lampau diputar kembali.

Salah satu lukisan menampilkan seorang bayi lelaki yang diletakkan di atas tikar anyaman, dikelilingi oleh sesajen dan alat musik gamelan tua.Di sekelilingnya, para tetua desa menunduk, menangis, dan memainkan gamelan tanpa irama.

"Itu… aku?" bisik Tama."Apa maksudnya semua ini…?"

Perempuan berselendang putih berjalan di sampingnya tanpa menoleh.

"Kau dilahirkan di desa ini. Tapi sebelum usiamu genap satu bulan, kau dipilih sebagai 'penutup spiral'.""Tubuhmu ditandai. Jiwamu ditukar dengan damai desa. Tapi ibumu… mencuri tubuhmu dan membawamu pergi sebelum ritual selesai."

Tama menatap perempuan itu dengan mata membelalak.

"Berarti… aku seharusnya mati?"

"Tidak mati, Tama.Kau seharusnya tinggal di sini…menjadi suara terakhir gamelan…yang tidak pernah berhenti berdentang."

Tiba-tiba, dari ujung lorong, terdengar gamelan berdentum keras dan cepat.Nada-nada patah, seperti dimainkan oleh tangan-tangan yang marah.

"Apa itu?" tanya Tama.

"Itu adalah suara roh-roh yang terus menunggu kamu kembali menyelesaikan lagu mereka.Karena sebelum kau menyelesaikannya…mereka tak akan pernah bisa diam."

Tama semakin gemetar. Ia belum bisa menerima semuanya.

Namun di depannya, sebuah ruangan batu terbuka.

Di tengahnya berdiri satu set gamelan kuno.Tertutup debu. Tapi mengeluarkan suara sendiri tanpa pemain.

Dan satu kursi kosong.

"Duduklah, Tama.Mainkan not yang terakhir.Not yang kau tinggalkan saat bayi.Dan jika kau bisa menyelesaikannya…semua akan diam.Dan kau bisa pulang."

Tama menatap kursi itu. Tangannya gemetar.

"Kalau aku salah memainkannya?"

"Kau tak akan bisa kembali."

Ia menutup mata.

Dan untuk pertama kalinya dalam hidupnya, tangannya bergerak seperti sudah tahu apa yang harus dimainkan.

Bukan karena latihan. Tapi karena jiwanya mengingat.

Nada pertama dipukul.Suara gua mereda.Angin berhenti.Lukisan dinding menutup.Dan roh-roh mulai menangis.

More Chapters