WebNovels

Chapter 21 - BAB 21: BAYANGAN YANG MULAI TERUNGKAP

Hiruk-pikuk ujian semester kenaikan kelas telah usai. Suasana SMA Kurogane terasa lebih lengang dari biasanya. Murid-murid berjalan dengan wajah lega, sebagian besar merencanakan liburan pendek mereka. Namun di tengah semua itu, Aveline duduk sendiri di kursi panjang koridor lantai dua, tatapannya kosong menatap halaman.

Tangannya menggenggam sebuah flashdisk kecil, yang ia temukan tak sengaja di ruang kerja ayahnya—Alexandros.

Dan saat ia menyalakan laptop pribadi di kamarnya malam sebelumnya, rekaman video pendek yang buram muncul. Bukan video biasa. Ia mengenali sosok bertopeng dengan siluet hitam... dan gerakan yang sangat ia kenal.

"Mustahil..." bisik Aveline kala itu. Ia memutar ulang rekaman itu belasan kali, memeriksa gerakan, bahkan suara desahan napas pelan dari sang eksekutor. Semua itu... mengarah pada satu orang.

Reivan Arkady.

Hari ini, ia tidak bisa berkonsentrasi.

---

Sementara itu, Reivan duduk di taman belakang sekolah, di bawah pohon besar, bersama Lyra dan Chika yang dengan penuh semangat membicarakan rencana liburan.

"Aku tahu tempat ramen terenak di distrik utara! Reivan, kita harus ke sana!" seru Chika sambil menarik-narik lengan Reivan.

"Aku lebih suka kafe di tengah kota... suasananya romantis dan tenang," timpal Lyra dengan senyum manis, matanya melirik ke arah Reivan yang hanya mengangguk pelan.

"Boleh-boleh saja… asal kalian nggak bikin keributan lagi kayak minggu lalu," ucap Reivan dengan nada datar, namun cukup membuat pipi Chika dan Lyra memerah.

Dari kejauhan, Aveline melihat mereka.

Dia tidak cemburu… bukan itu. Tapi ada sesuatu yang menyesakkan di dadanya.

'Kalau dia benar-benar Night Hunter… kenapa bisa bersikap sebiasa ini di hadapanku? Kenapa dia masih bisa tertawa, tersenyum… seperti tidak ada yang salah?'

---

Malam harinya, Reivan kembali ke apartemen kecilnya. Ia duduk di kursi sambil melepas dasi seragam.

Tanpa suara, sebuah pesan masuk ke ponselnya.

> Dari: [N/A]

Isi: "Mereka mulai mencurigaimu. Termasuk dia."

Reivan menatap layar ponsel cukup lama… lalu tersenyum kecil.

"Sudah kuduga… tapi tak masalah."

Ia menatap ke arah dinding, di mana beberapa papan besar berisi koneksi, informasi, dan foto-foto anggota organisasi bawah tanah masih tergantung rapi. Namun kali ini, ada satu foto baru yang menempel…

Foto Aveline.

Bukan sebagai target.

Tapi sebagai… ancaman yang belum pasti.

Hening malam menyelimuti apartemen Reivan. Di dalam kamar, Reivan duduk di sisi ranjang, menatap kosong jendela yang menghadap ke kota. Lampu-lampu malam memantul di pupil matanya yang tenang, namun pikirannya terus dipenuhi satu nama—Aveline.

Sejak siang tadi, tatapan gadis itu berubah. Tak ada lagi keceriaan lembut atau senyum santainya. Ada sesuatu yang dingin… tajam… penuh tanya.

Dan itu membuat Reivan harus mengambil langkah.

---

Esok paginya, suasana SMA Kurogane begitu riuh. Murid-murid berlarian di koridor, membawa kabar besar yang tersebar seperti api di musim panas.

"Serius? Libur satu bulan penuh?!"

"Gila, bisa liburan ke luar kota, bro!"

"Gua mau tidur sepuasnyaaa!"

Pengumuman resmi telah ditempel di seluruh papan informasi:

> "Sehubungan dengan berakhirnya semester genap, SMA Kurogane akan diliburkan selama 1 bulan penuh. Selamat berlibur, dan tetap jaga kesehatan!"

Di tengah semua keriuhan itu, Aveline berjalan sendirian menuju atap sekolah. Ia butuh udara. Tapi begitu membuka pintu atap… sosok Reivan telah berdiri di sana, seperti telah menunggunya sejak tadi.

"Aveline," ucap Reivan pelan, angin menerpa rambut hitamnya yang kini terurai lembut.

Gadis itu diam. Namun langkahnya tetap mendekat. Jarak lima meter. Empat. Tiga. Sampai akhirnya mereka hanya dipisahkan satu lengan.

"Kamu tahu siapa aku, bukan?" tanya Reivan, langsung dan tanpa basa-basi.

Aveline menunduk. Tangannya gemetar… namun bukan karena takut.

"Rekaman itu… gerakanmu… napasmu… semua terlalu mirip. Tapi yang paling membuatku yakin…"

Ia menatap langsung ke mata Reivan.

"…adalah matamu. Tidak ada yang bisa menyembunyikan mata seperti itu."

Reivan menarik napas. Diam sesaat.

"Aku tidak menyangkalnya."

Hening.

Angin kembali berhembus, dan hanya suara burung-burung yang terdengar jauh.

"Tapi… kenapa kamu masih bisa tersenyum seperti itu? Setelah semua yang kau lakukan? Kau... pembunuh berdarah dingin, tapi juga... orang yang... selalu menolongku."

Reivan menatap langit.

"Aku sudah terlalu lama hidup dalam darah dan kegelapan, Aveline. Saat ini… SMA ini… kalian… itu satu-satunya bagian dari hidupku yang terasa... nyata."

Aveline menunduk, menahan air matanya. Bukan karena takut, melainkan… karena ia tak tahu harus bagaimana.

Reivan lalu memutar tubuhnya untuk pergi, namun langkahnya tertahan ketika Aveline memanggil.

"Reivan…"

Ia menoleh.

"…aku tidak akan mengkhianatimu."

Dan untuk pertama kalinya, Reivan tersenyum… bukan sebagai Night Hunter, bukan sebagai anak dari Azel Arkady.

Tapi hanya sebagai Reivan.

---

Matahari sore perlahan turun. Di bawahnya, dua bayangan berdiri bersama di atap sekolah, diam… namun hati mereka sedang bergolak.

Sementara itu, dari sebuah mobil hitam di kejauhan, seorang pria paruh baya dengan mata tajam memantau mereka melalui teropong kecil.

Alexandros menyipitkan mata.

"Jadi… kau mulai membuka diri, Reivan?"

---

More Chapters