Dunia adalah hal yang tak ada habisnya, banyak hal yang tidak kita ketahui. Semua penelitian hanyalah sebagian dari banyaknya keajaiban. Termasuk mereka yang spesial. Mereka yang bisa melompat tinggi, berlari cepat, terbang, bahkan tak terkalahkan. Mereka yang terpilih adalah cahaya bagi dunia, namun… manusia adalah makhluk berdosa, mereka lebih memilih menggunakan keistimewaan nya untuk kepentingan sendiri.
Brukk!!
Suara pintu mobil ditutup keras.
“Kenapa pak Liu ada disini?” tanya kepala divisi.
2025, taman dekat komplek Everline.
“Jony? Hei sherif” canda Liu.
“Jangan panggil aku seperti itu” bantah Jony.
Jony, salah satu kepala divisi kepolisian, dia dikenal cukup teliti.
Sedangkan Liu, mantan detektif resmi, kini dia hanyalah seorang om-om tua yang suka berpakaian lusuh.
“Pembunuhan lagi? Siapa dalang dari semua ini…” kata Liu, mengepalkan tangan.
Jony bisa merasakan emosi dari mantan seniornya itu,
“Tenang, aku punya mata ini” ia menunjukan matanya.
“Tch… iya aku tau, mata mu itu tajam. Dan aku tak memilikinya” ucap Liu.
“Bukan itu poin ku, maksudnya—”
“Iya~, aku paham…,” Liu tersenyum penuh makna “aku mengandalkanmu, Jon” ia menepuk pundak juniornya,
Liu pergi dari TKP tersebut. Jony hanya menghela nafas panjang, ia lelah, Liu lelah, semua lelah dengan dunia yang kacau.
***
Keesokan harinya, Luminara High School.
Para murid Lumina bergerombol masuk ke gerbang, mereka berjalan sambil berbincang satu sama lain. Termasuk anak pendiam yang kesulitan dengan sikap sahabatnya.
“Sudah kubilang, kalau jalan lihat ke depan” ucap Rico.
“Seharusnya kau menarikku, lihat..! celana ku jadi basah kuyup”
Vias menunjukkan celananya yang basah akibat genangan yang ia injak.
“Siapa yang suruh kau jalan mundur!” Rico meledak.
“Wah… masih pagi udah akur ya…,” satir seorang perempuan, itu Gyuri.
“Gyuri~!” sapa Vias.
Gyuri membalas dengan senyuman, melihat itu Rico memalingkan wajahnya. Gyuri bingung sekaligus kecewa dengan balasan itu.
“Lihat Gyuri, ini ulah dia” Vias menunjuk Rico.
“Apaan, aku udah kasih peringatan” bela Rico.
“Kau kasih tahu aku pas udah basah!!”
“Siapa suruh jalan mundur..!”
Mereka berdua kesal sendiri.
“Hahaha…” Gyuri tertawa kecil.
Tiba-tiba ada yang bergosip sambil berjalan di samping mereka.
“Lihat… ketawanya di imut-imutin” kedua murid perempuan bergosip tentang Gyuri.
Gyuri mendengar nya dengan jelas, tapi ia memilih untuk tetap diam.
“Ehem… ayo masuk” alihnya.
“Em…” angguk Vias. “ayo” Vias mencoba bersikap biasa.
***
Di kelas Rico dan Vias, wali kelas mereka belum datang. Murid-murid masih bercanda-canda, Vias asik nyerocos gak penting, Rico hanya bisa mendengar dan memperhatikan dengan lelah temannya itu. Semuanya berhenti ketika pintu kelas terbuka keras.
Bruuk!!
“Semuanya duduk, aku sudah datang” ucap wali kelas.
“Pak! Kamu terlambat karena tisu toilet habis?!” canda salah satu siswa laki-laki.
Semua murid disana tertawa, termasuk Vias dan Rico yang tersenyum tipis. Itu sudah biasa, wali kelas mereka memang asik, dan suka bercanda dengan murid-muridnya, bahkan candaan kasar sekalipun, namanya Jaren.
“Maaf, tidak hari ini” timbal canda Jaren.
“Hahaha!!” tawa di kelas itu semakin kencang.
“Sudah sudah…” reda Jaren, “semuanya, sekarang kita kedatangan guru olahraga baru. Dia akan menggantikan pak Koli untuk sementara,” jelasnya.
"Silahkan masuk” ucapnya pada guru baru itu.
Guru itu masuk dengan langkah yang elegan, cewek-cewek tersipu melihatnya, beberapa siswa juga kagum melihat penampilan guru itu. Wajah yang bersih, rambut yang keren, dan tinggi badan yang ideal.
“Perkenalkan, nama saya Ryu un. Panggil saya Ryu” ucapnya di depan kelas.
Para cewek menyapa nya dengan suara manja, sedangkan para cowok iri, sinis melihatnya.
“Baik, Pak Ryu, silahkan melakukan perkenalan dulu,” ujar Jaren.
Ryu mengangguk pelan sebagai jawaban, lalu Jaren bersiap melangkah keluar kelas.
“Tina! Jangan makan di kelas,” tegurnya pada seorang siswi yang sedang makan sebelum sepenuhnya keluar dari ruangan.
Bruk
Suara pintu ditutup pelan.
“Baik, semuanya kita melakukan pengabsenan terlebih dahulu” ucapnya pada murid.
“Ana!”
“Hadir!”
Absensi berjalan satu per satu.
“Roni!”
“Hadir!”
“Ri–” tepat saat hendak menyebutkan nama Rico, Ryu terhenti sejenak.
“Rico!” lanjutnya seperti biasa.
Rico mengangkat tangannya, “Hadir!”
Ryu menatapnya sambil tersenyum penuh makna. Sementara Rico hanya bertukar pandang dengan Vias, sama-sama bingung.
Sesi pengabsenan telah selesai, Ryu menutup buku daftar siswa.
“Oke… semuanya bawa baju olahraga?” tanya nya.
“Bawa!” jawab pada murid.
“Kalau begitu, kita pergi ke gimnasium” ia tersenyum puas.
***
Di depan gimnasium, mereka sangat bersemangat untuk berolahraga. Semua murid masuk ke dalam, sementara Rico dan Vias dipanggil oleh petugas yang lewat.
“Nak!” panggilnya, Rico dan Vias berhenti. “Di dalam ada perbaikan sedikit, jadi hati-hati ya, ada beberapa balok kayu”
“Baik pak,” jawab mereka, tersenyum ramah.
Petugas itu pergi, dan mereka berdua masuk.
Di dalam, para murid sudah siap bermain, tapi mereka malah dipanggil oleh Ryu. Suasana disana seketika sangat mencekam. Para siswi di suruh duduk saja di pinggiran, sedangkan semua siswa dikumpulkan menghadap Ryu.
“Ada apa pak?” tanya salah satu siswa.
“Kita akan belajar tentang, kekuatan. Kekuatan itu sangat penting, dan generasi kalian semua ini, banyak yang malas berolahraga” ucap Ryu.
“Jadi?” bingung Vias.
“Ehem…” Ryu peregangan pundak. “Serang aku, terserah pakai apapun” ucapnya dengan santai.
Semua siswa hanya terdiam heran, beberapa terkekeh karena menganggap candaan.
“Kenapa? Aku serius, pelajaran hari ini tentang bela diri” jelasnya.
Para siswa bersemangat, mereka langsung menyerah Ryu. Tapi dengan tenang, dia menghindar serangan banyak itu, beberapa ia tangkis dengan satu tangan.
“Hyaa…!” salah satu siswa melompat sembari memegang bola basket, berniat menghantam Ryu dengan itu.
Plakk!
Ryu menepisnya, hebatnya siswa yang berniat menghantam itu, ikut terpental bersama bola oleh tepisan Ryu.
Siswa lain mulai ketakutan melihat nya,
“Kenapa berhenti? Atau mau aku yang menyerang?” katanya.
Siswi yang melihat di pinggiran saling memeluk ketakutan.
“Hyaaa..!!” mereka mulai menyerang lagi.
Tapi nihil, semua serangan mereka tak ada yang kena sedikitpun pada Ryu. Salah satu siswa melempar bola, diikuti dengan yang lain bersamaan.
Dug dug dug
Semua bola yang mereka lempar memantul sebelum mengenai Ryu, seperti ada dinding transparan di sekitarnya.
“Hyaaa..!!!” seorang siswa melompat dengan balok kayu di tangannya.
Brak!
Balok itu patah tepat diatas kepala Ryu walau tak mengenainya, di sekelilingnya seperti ada sebuah penghalang.
“Balok kayu? Kalian mulai serius”
Bugh!
Ryu memukul siswa itu, ia terdorong hingga menabrak tembok dan pingsan. Teman-temannya merinding melihatnya.
“Sekarang, giliran ku” ucap Ryu.
Syuut…
Ryu berlari dengan gesitnya.
Bugh!
Bugh!
Bugh!
Satu per satu siswa tumbang, dipukul olehnya.
Ryu menargetkan Rico dan Vias yang sedari tadi hanya berdiri, tak ikut menyerang.
Syuutt…
Ryu sudah berada di dekat Vias, pukulannya melayang.
Syutt..
Vias berhasil menghindari pukulan Ryu. Tak hanya satu kali, beberapa kali pukulan Ryu berhasil Vias hindari. Saat menghindar satu pukulan itu, Vias melihat celah terbuka, ia melancarkan pukulannya sendiri.
Bugh!
Pukulan itu berhasil mengenai pipi Ryu, namun Ryu tak merasakan apa-apa, baginya itu geli.
Vias lanjut menghindari pukulan Ryu, seperti pemain boxing.
“Hahh….” desah Vias, ia tersandung oleh kakinya sendiri, akibat perubahan gerak yang sangat cepat.
Ryu menghentikan serangannya pada Vias, ia melihat Rico yang berdiri sendiri.
“Hahaha…” tawa psikopatnya. Ia berlari ke arah Rico.
Sama seperti Vias, rupanya Rico bisa menghindari pukulan Ryu itu. Namun ia tak kaget seperti pertama melihat Vias bisa menghindari pukulannya.
Syuut..
Syuutt…
Syuuttt…
Pukulan Ryu meleset. Saat pukulan Ryu melambat, Rico melihat celah bagian perutnya, ia langsung memukul bagian perut Ryu.
Bugh!
Itu cukup membuat Ryu mundur. Perut lebih sensitif dibanding pipi.
Sudah kesal dengan kekalahannya, Ryu berlari dengan kencang ke arah Rico. Namun bukan untuk menyerang, tapi dia ingin mengambil besi yang ada di belakang Rico.
Setelah mendapat besi itu, ia berlari dan melompat, akan memukulkan besi itu dengan keras.
Doomm!!
Serangan Ryu terpental oleh sesuatu yang tak terlihat.
“Ba… barrier??” bingung Ryu dalam hati saat melihat seranganya
terpantulkan.
Ia terhempas, terguling, lalu berhenti dengan nafas terputus-putus.
Benda yang menahan serangannya itu tidak asing di matanya. Barrier, teknik yang dimiliki oleh Ryu.
Ryu mengangkat kepalanya. “Ba…barrier! Bagaimana mungkin?” mata Ryu membesar, ia sangat terkejut melihat tekniknya digunakan oleh Rico.
Rico berdiri di tengah gimnasium, wajahnya terlihat bingung. Ryu bisa melihat aura besar dan mengancam keluar darinya, energi yang sangat berlimpah.
***
