WebNovels

Empat Hari Menuju Runtuh

Daoistf8uyTk
7
chs / week
The average realized release rate over the past 30 days is 7 chs / week.
--
NOT RATINGS
153
Views
Synopsis
Seorang mahasiswa baru di divisi Kreatif tanpa sengaja menemukan sebuah aplikasi aneh di ponselnya dan aplikasi itu ternyata bisa menampilkan cuplikan masa depan dari event kampus yang sedang ia kerjakan. Ia kemudian dipasangkan dengan seorang senior yang perfeksionis, yang diam-diam adalah admin rahasia di balik aplikasi tersebut. Mau tidak mau, mereka harus bekerja sama untuk mencegah berbagai potensi kegagalan yang muncul dalam “ramalan” aplikasi itu. Tapi semakin banyak masa depan yang mereka lihat, semakin jelas bahwa masalahnya bukan hanya soal event melainkan juga persoalan etika, pilihan, dan hubungan mereka sendiri.
VIEW MORE

Chapter 1 - Empat Hari Menuju Runtuh

Ruang rapat divisi Kreatif malam itu terasa lebih sunyi dari biasanya. Lampu putih memantul di meja panjang yang sudah penuh kertas revisi dan sketsa panggung, sementara sticky notes warna-warni menempel tak beraturan seperti sisa perang ide. Aroma kopi sachet dan dinginnya AC membuat Aira merapatkan jaket tipisnya sambil mencoba tetap fokus.

Baru dua minggu ia masuk divisi, tapi ritmenya terasa seperti dunia baru: cepat, padat, dan penuh standar diam-diam yang tidak pernah tertulis di handbook mana pun. Semua orang tampak sudah ngerti perannya masing-masing—kecuali dirinya.

Val berdiri di depan whiteboard dengan spidol hitam di tangan. Gaya bicaranya ringkas dan tegas, cocok dengan reputasinya sebagai senior yang susah didekati. Tidak pernah marah, tapi juga jarang terlihat santai.

"Deadline konsep final tinggal empat hari," ucapnya. "Kita harus kencengin tempo. Nggak ada revisi mendadak lagi."

Tidak ada yang membantah. Aira hanya mengangguk, meski masih setengah bingung dengan apa yang sebenarnya harus ia lakukan malam itu.

Saat membuka ponsel untuk mengecek catatan, sebuah ikon asing muncul di layar—hitam, dengan lingkaran seperti radar.

ECHO-Event.

Aira mengerutkan dahi. Ia yakin tidak menginstal apa pun hari ini.

Dengan ragu, ia mengetuk ikon itu.

Layar meredup, muncul suara statis pendek, lalu sebuah video: panggung event mereka. Bergetar. Runtuh. Orang-orang panik. Suara teriak menyalahkan tim produksi.

Aira membekap mulutnya. Video itu terlalu nyata untuk dianggap editan. Dan terlalu aneh untuk dianggap kebetulan.

Ia menutup aplikasi itu buru-buru, jantungnya berdebar tak karuan.

Begitu rapat bubar dan ruangan kembali sepi, ia memberanikan diri mendekat pada Val.

"Ka… Val," katanya pelan. "Aku mau nunjukin sesuatu. Aneh, tapi aku nggak bohong."

Val menoleh. Letih, tapi tetap fokus. "Oke, coba lihat."

Aira memberikan ponselnya. Ekspresi Val awalnya biasa saja… sampai matanya menangkap nama aplikasinya. Bahunya mengencang. Wajahnya berubah serius dalam sekejap.

"Ini dari mana?" tanyanya langsung.

"Aku nggak tahu. Tadi muncul sendiri."

Val membuka aplikasinya, tapi layar hanya menampilkan pesan:

ACCESS REVOKED Unauthorized Admin Attempt.

Val menghela napas keras, bukan marahlebih seperti seseorang yang menemukan kembali sesuatu yang seharusnya sudah ditinggalkan.

"Itu nggak seharusnya ada di HP siapa pun," katanya akhirnya.

Aira menatapnya bingung. "Kakak kenal aplikasi ini?"

Val terdiam beberapa detik. Lalu dengan suara pelan, nyaris enggan, ia berkata:

"Aku yang bikin."

Aira mematung.

"Tapi aku kehilangan aksesnya sejak sebulan lalu," lanjut Val. "Harusnya sistemnya udah mati."

Aira mencoba menyambung logikanya, tapi justru semakin bingung. "Jadi… aplikasi ini hidup sendiri?"

"Aku juga nggak tahu," jawab Val cepat, terdengar lebih gelisah dari biasanya.

Aira baru sadar: ini pertama kalinya ia melihat Val kehilangan ketenangannya.

"Video tadi…" Aira menelan ludah. "Panggung roboh. Itu cuma simulasi kan? Bukan beneran?"

Val tidak langsung mengiyakan. Itu membuat Aira merinding.

"Dulu aplikasi ini memang aku buat buat simulasi skenario," jelas Val pelan. "Tapi… beberapa prediksinya pernah kejadian. Mirip. Terlalu mirip."

Ruangan terasa lebih dingin dari AC-nya.

Val berjalan ke pintu, memastikan tidak ada siapa pun di luar, lalu menutupnya lagi. Ketika ia kembali, sorot matanya sudah beda—lebih waspada, lebih tegang.

"Aira… kalau aplikasi ini muncul di ponselmu tanpa kamu instal, berarti ada seseorang yang nge-push sistemnya lagi. Dan kalau video yang kamu lihat itu valid, kita harus pastiin itu nggak kejadian."

Aira memeluk ponselnya, seolah itu benda berbahaya tapi harus ia jaga.

"Kita harus gimana?"

Val menghembuskan napas panjang. "Mulai sekarang, kamu jangan buka itu sendirian. Kita lihat bareng-bareng. Kita selidiki."

Aira mengangguk, meski hatinya campur aduk antara takut dan lega. Val bukan tipe orang yang meminta bantuan—jadi kalau ia mengajak bekerja sama, berarti situasinya memang serius.

"Mulai malam ini," kata Val sambil menyerahkan kembali ponselnya, "kamu sama aku kerja bareng."

Bukan kalimat dramatis. Tidak romantis. Tidak pula hangat.

Tapi ada sesuatu di sana—sesuatu yang menandai titik balik.

Aira menarik napas panjang, mencoba menenangkan diri.

Ia tidak tahu apakah ini awal dari sesuatu yang baik atau justru masalah besar.

Yang jelas… sejak aplikasi hitam bernama ECHO-Event itu muncul, hidupnya tidak akan sama lagi.