WebNovels

Chapter 2 - CHAPTER 1

Aku terkejut ketika melihat wanita itu berdiri di dekatku. Tempat putih tanpa batas ini terasa aneh dan asing.

Mungkin aku ada di surga... begitu pikirku pada awalnya—sebelum wanita itu berbicara.

Dewi Reinkarnasi: "Halo. Perkenalkan, aku adalah Dewi Reinkarnasi. Aku datang ke sini untuk membangkitkanmu kembali."

Hotaro: "K... kau seorang Dewi? Dan... aku akan bereinkarnasi?"

Dewi Reinkarnasi: "Bukan begitu. Meskipun aku memang Dewi Reinkarnasi, aku datang ke sini bukan untuk memproses jiwamu, melainkan untuk memberimu pilihan."

Aku terdiam. Jujur saja, aku sangat terkejut mendengar ucapannya. Aku tidak sepenuhnya paham apa yang terjadi, tapi yang pasti... aku akan diberi kesempatan.

Hotaro: "Pilihan? Apa maksudmu dengan itu?"

Dewi Reinkarnasi: "Ya, aku akan memberimu sebuah pilihan. Tapi sebelum itu, kau pasti bertanya-tanya—mengapa aku melakukan hal ini, padahal tugasku hanyalah mengurus reinkarnasi, bukan?"

Hotaro: "Ehm... i-iya..."

Wanita itu menggerakkan tangannya ke arah tanah, dan seketika pemandangan di sekeliling kami berubah.

Kini aku berdiri di sebuah tempat yang indah—mirip Jepang pada zaman Edo.

Dewi Reinkarnasi: "Inilah dunia yang akan kau tinggali nanti. Ingatanmu tidak akan kuhapus, dan kau tidak akan bereinkarnasi. Dengan kata lain, kau akan langsung dipindahkan ke dunia ini."

Hotaro: "Kenapa kau tidak menghapus ingatanku? Dan mengapa aku tidak bereinkarnasi seperti biasa?"

Dewi Reinkarnasi: "Alasannya sederhana. Kau sebenarnya bukan manusia dari dunia asalmu. Dunia yang seharusnya kau tinggali adalah dunia ini."

Aku tertegun. Mustahil... aku tidak percaya dengan apa yang kudengar. Namun Dewi itu kembali melanjutkan ucapannya dengan tenang.

Dewi Reinkarnasi: "Kau memang sengaja dilahirkan di dunia manusia. Awalnya kukira semuanya akan baik-baik saja. Namun ternyata tidak. Dirimu akan dianggap anomali bila terus berada di sana. Kekuatanmu terlalu besar... dan yang kau rasakan saat ini hanyalah lima belas persen dari kekuatan aslimu. Itulah alasan mengapa kau begitu luar biasa—karena seharusnya kau terlahir di dunia ini, dunia yang penuh dengan hal-hal yang disebut manusia sebagai fantasi."

Hotaro: "Jadi... sekarang apa yang harus kulakukan?"

Dewi Reinkarnasi: "Aku memberimu dua pilihan. Pertama, pergi ke dunia yang seharusnya menjadi tempatmu. Kedua, hidup kembali di dunia asalmu."

Aku sempat berpikir untuk pergi ke dunia yang seharusnya. Tapi bayangan wajah pamanku—satu-satunya orang yang selalu memperlakukanku dengan tulus—muncul dalam pikiranku.

Dan karena itu, aku memilih untuk hidup kembali.

Sebelum aku pergi, sang Dewi tersenyum dan berkata,

> "Akan ada kesempatan kedua untuk memilih nanti. Jadi untuk saat ini, nikmati saja hidupmu."

Lalu aku terbangun kembali di tubuhku yang telah mati beberapa detik sebelumnya. Tak ada seorang pun yang menyadari kematianku. Aku segera berlari menuju rumah paman, ingin melihatnya tersenyum seperti biasa...

Namun kenyataan menamparku keras.

Pamanku meninggal tanpa alasan yang jelas.

Awalnya aku mencurigai Dewi itu. Tapi saat tanpa sengaja menguping pembicaraan keluarga besar kami yang sedang berkumpul, kebenaran pun terungkap—merekalah yang membunuhnya.

Pamanku diracuni secara perlahan karena dianggap aib keluarga.

Padahal, paman adalah petarung kendo terhebat dari keluarga Izou. Ia memiliki potensi besar, tapi berhenti bertarung karena tidak ingin berkelahi demi kebanggaan keluarga semata. Ia hanya ingin menikmati hidupnya.

Saat mendengar semua itu, amarahku memuncak.

Dan puncaknya—ketika mereka tertawa bahagia atas kematian paman, bahkan menyogok hakim agar bebas dari hukuman.

Di saat itulah jiwa kegilaanku kembali bangkit.

Pupil biruku berubah menyerupai bola api biru menyala. Aku menyeringai, lalu mengambil pedang bambu kesayanganku. Aku membawa beberapa pedang bambu lainnya dan melemparkannya ke arah mereka.

> "Ayo," kataku dengan suara rendah.

"Kalian semua ahli kendo, bukan? Rasakan sendiri apa artinya kekuatan yang kalian agung-agungkan!"

Ada 71 orang di ruangan itu—seluruh keluarga besar Izou.

Awalnya kukira membunuh mereka dengan pedang bambu akan sulit... tapi ternyata tidak.

Mereka semua tewas hanya dengan satu tebasan.

Aku berdiri di antara tubuh-tubuh itu, terengah-engah.

Hotaro: "Hah... hah..."

Saat aku termenung, cahaya biru lembut muncul di hadapanku. Sang Dewi kembali.

Dewi Reinkarnasi: "Sekarang... apa yang ingin kau lakukan? Jangan bilang, setelah semua ini, kau berniat bunuh diri?"

Hotaro: "...."

Dewi Reinkarnasi: "Begitu rupanya... Kau memang berniat melakukannya. Sebenarnya aku tak bisa ikut campur, tapi seperti yang kukatakan sebelumnya—kau masih memiliki satu kesempatan untuk memilih."

Tiba-tiba cahaya terang menyelimuti tubuhku. Saat aku membuka mata, aku berdiri di padang luas yang dipenuhi bunga.

Dan di sana—aku melihat pamanku.

Hotaro: "Pa... paman!!!"

Paman: "Yo, Hotaro. Maaf ya, paman pergi duluan."

Hotaro: "I... iya... hiks..."

Paman: "Oi, kenapa malah menangis?" (mengusap kepala Hotaro)

Hotaro: "Paman... ada sesuatu yang mungkin sulit dipercaya, tapi—"

Paman: "Aku tahu. Kau tidak seharusnya dilahirkan di dunia itu, dan Dewi Reinkarnasi memberimu pilihan, kan?"

Hotaro: "Bagaimana paman tahu?"

Paman: "Dewi itu sudah menjelaskan segalanya padaku."

Hotaro: "Begitu rupanya..."

Paman: "Hotaro, dengarkan. Kau tidak boleh mati sekarang. Hidupkan dirimu di dunia yang seharusnya. Dunia itu penuh dengan keajaiban—dan aku yakin kau bisa tertawa di sana. Selama ini kau hidup terlalu serius, seperti orang dewasa yang kehilangan masa kecilnya. Jadi nanti, di dunia barumu, tertawalah. Nikmatilah hidupmu. Dan tetaplah berada di jalan yang benar."

Hotaro: "Baik, paman..."

Paman: "Bagus. Aku bangga padamu. Dan satu hal lagi—kau pernah bilang ingin menjadi seperti samurai di komikku, kan? Kalau begitu, jadikan itu sebagai filosofi hidupmu."

Hotaro: "Baik, paman. Aku akan menjadikan filosofi samurai sebagai jalanku."

Paman: "Bagus. Sekarang waktuku sudah habis. Aku ingin kau terus menggunakan marga Izou dan membuatnya dikenal dunia."

Hotaro: "Baik, paman... Aku akan membuat dunia tahu tentang samurai dari keluarga Izou!"

Paman: "Hahaha, itu baru semangat! Aku akan menyampaikan semua ini pada istriku di surga, supaya ia juga bangga. Dan, oh ya—lain kali panggil aku Paman Yuichi."

Setelah mengucapkan itu, tubuh Paman Yuichi perlahan memudar bersama cahaya lembut.

Aku menatapnya hingga hilang sepenuhnya... lalu tubuhku kehilangan kekuatan.

Ketika aku membuka mata, aku sudah berada di sebuah hutan yang asing.

Angin berhembus lembut di antara pepohonan tinggi.

Dan dari jauh, samar-samar terdengar suara dunia baru yang memanggilku.

Bersambung...

More Chapters