Keesokannya, di pagi hari yang sangat cerah. Burung berkicau melewati udara yang sejuk dengan matahari yang menyinari kehidupan di bumi.
Ace terbangun di Hari Selasa, ia mengucek matanya, menguap, lalu meregangkan seluruh tubuhnya yang lemas dan pegal.
Ia turun dari kasurnya.
"Brugg!" Salah satu jari kakinya merah berdenyut, menabrak meja belajar disebelah jendela rumahnya.
"Ouchh..." Ia kesakitan namun tidak terlalu bereaksi karena kelelahan.
Disaat ia berjalan, entah mengapa angin mencoba mengalihkan pandangannya ke arah jendela yang menampakkan beberapa rumah di sekitarnya.
Disaat itulah, Ace tidak sengaja menoleh kearah jendela yang menampakkan tetangga yang sedang ganti baju di balik tirai.
Semakin lama ia menoleh, bayangan tubuh itu mirip dengan tubuh seorang wanita yang mengagumkan.
Saat ia sadar, pipinya merona merah dan segera keluar kamar untuk pergi ke kamar mandi.
Ia akan mengambil handuk di sebelah kamar kosong terlebih dahulu yang berisi baju berantakan, kain-kain, dan barang bekas yang berdebu.
Saat melihat jam dinding, ternyata jam masih menunjukkan pukul enam pagi. Ace menyipitkan matanya dengan tubuh yang lemas itu kemudian pergi keluar kamar.
Ace berfikir untuk mencoba jalan pagi sebelum sekolah.
Merasa dirinya memerlukan untuk ruang berfikir.
Tidak lama, ia mengambil jaket, dan celana panjang dikamarnya.
Lalu memakainya, ia segera turun dari tangga, dan berjalan menuju pintu rumah dengan perasaan yang hampa.
Seketika, udara dingin menggelitiki tubuhnya saat ia mulai membuka pintu, memegang kedua pundaknya karena kedinginan.
. . .
Sesaat untuk mulai melangkah lebih jauh.
Ace melihat rumah tetangga yang sebelumnya ia lihat di balik tirai, sedang memakai sepatu di halamannya untuk pergi bekerja.
Ternyata sosok wanita itu adalah orang yang menegurnya di perpustakaan dua hari lalu.
Wanita itu berdiri, berjalan. Lalu terjadilah sebuah pertemuan yang tidak sengaja di perumahan yang sederhana.
Ace melihat, merasakan, tatapan mata itu. Seolah matahari berubah menjadi seorang wanita yang menerangi harinya yang monoton.
Suara burung berkicau, angin dingin yang berhembus, seolah menghilang.
Karena kehadiran seorang wanita, yang membangkitkan perasaannya yang terkubur.
Tubuhnya diikat oleh kenyamanan, matanya terpaku oleh visual yang membuatnya luluh setengah sadar.
Rambut panjang berponi halus, cerah, membuat jantungnya berdebar-debar.
Ace menelan ludah — melihat mata hitam pekat yang lembut, bibirnya yang pink dengan lekuk tubuhnya yang ideal.
Apalagi... bintik hitam yang dibawah mata kirinya.
Terlihat biasa aja, namun membuat jiwa seseorang yang mati rasa telah sembuh, menumbuhkan bibit-bibit harapan untuk merasakan kembali apa itu cinta.
Tubuhnya benar-benar tidak kuat untuk menatap, tapi matanya terus menelusuri tatapan yang indah itu.
Tidak lama, wanita ini langsung mengalihkan pandangannya dan pergi dengan cepat menuju jalan raya dengan berjalan kaki.
Melihat wanita itu yang mulai menjauh, membuat Ace terus memikirkan tatapan hangat yang bisa meledakkan imajinasi romantisnya.
Menundukkan kepalanya sembari menghembuskan nafas yang panjang.
Lalu Ace diam sejenak...
Memutuskan untuk segera kembali ke rumahnya untuk siap-siap bersekolah, dengan tatapannya yang sedikit kesal itu mengepalkan jaketnya sampai remuk, ia memegang pintu rumahnya.
Karena perasaan yang selama ini ia coba untuk dihindari, muncul kembali karena kejadian yang di dasari niat untuk mencari udara segar.
Menutup pintu rumah nya perlahan, namun membuka hati tanpa sepengetahuan dirinya.
. . .
Matahari sudah semakin terik di jam dua belas siang di sekolah Hakama. Kini cahayanya sudah tidak baik untuk di lintasi oleh siapapun.
Terdengar bel istirahat siang sudah berbunyi. "Kringg!!"
Di kelas ini, orang-orang sibuk dengan dunianya, tapi berbeda dengan Tsukishima, Ace, dan Shoryu.
"Tumben Ace diem gitu, kaya yang nangis." Ucap Shoryu dengan wajahnya yang unik dan nyebelin, melihat tingkah Ace yang tidak biasanya.
Diam, tidur di mejanya, seperti tidak ada semangat hidup.
Sedangkan Tsukishima yang melangap sembari mencari air minum dengan tubuhnya yang penuh keringat akibat cuaca yang sangat panas siang ini.
"Ughhh... Air dong..." Wajahnya sangat prihatin.
Kemudian, ia bertanya kepada Shoryu.
"Omong-omong, wanita berambut pink tua yang melemparkan majalah dewasa itu siapa sih namanya, lupa." Nadanya kini semakin lemas, karena ia tidak kuat dengan panas, dan dehidrasi.
Lantas Shoryu berteriak. "OI NANAO, KATANYA TSUKISHIMA MENYUKAIMU!" Ia berdiri dan berteriak penuh antusias.
"APAAN BODOH-" Tsukishima langsung berdiri dengan kesal, menutupi mulut Shoryu dengan lengannya.
Namun, di potong oleh Ace yang terdengar sedikit kesal.
"Jangan berisik." Gumamnya, masih tidur di atas kursi dan mejanya.
Tsukishima yang sedang menutup mulut Shoryu, bahkan setengah kelas terkejut.
Karena Ace biasanya lebih ceplas ceplos dibandingkan siapapun, tiba-tiba mengeluarkan tone suara yang tegas.
Tsukishima diam, mencoba menahan tawa. "Pftt... Ace? BUAHAHAHAHA!"
Shoryu mengambil kertas dari bukunya, kemudian ia mereceknya.
Kemudian, memasukkan sebongkah kertas itu ke dalam mulut Tsukishima yang sedang tertawa lebar.
"Acebsbslelelllel!" Tsukishima berguman tidak jelas, namun terdengar sangat kesal, sambil mencoba mengeluarkan kertas di dalam mulutnya.
Shoryu dengan cepat menuju bangku Ace di dekat jendela yang masih menutup dirinya.
"Ace apa yang terjadi?" Shoryu mengambil bangku kosong, lalu duduk di sebelah Ace.
"Mau pergi keliling dengan ku?" Shoryu merangkul Ace, mencoba untuk meringankan suasana hatinya.
Nanao tiba-tiba muncul dengan tumpukkan buku yang ia bawa di tangannya. "Shoryu, ayo ikut denganku. Memberikan tugas matematika kemarin.
Seketika, tubuh Ace dan Shoryu berkedut saat mendengarkan tugas matematika yang kemarin itu.
Nanao menatap penuh dengan perhitungan. "Apa kalian belum mengerjakannya?"
Shoryu tersenyum, lalu menjawab. "Belum sih, tapi gapapa aku anterin." Membuat Nanao menghembuskan nafas yang panjang. "Astaga, baiklah. Bantu aku mengangkat buku ini setengahnya."
"Berat juga ya." Ia heran kenapa Nanao bisa membawa buku ini semua sebelumnya.
"Ace, tetaplah bernafas aku akan segera kembali." Akhirnya mereka berdua pergi meninggalkan kelas, menuju ruang guru.
. . .
Shoryu melangkah di lorong, memegang buku itu dengan kokoh. Namun, ia sejenak melihat tatapan yang tidak biasa, yang membuat pegangan buku itu melemah.
Pintu kelas lain yang sebelumnya penuh tawa, penuh perbincangan. Berubah menjadi keheningan saat dirinya lewat.
Tatapan mereka seolah berteriak menghakimi tiap langkah yang dilalui oleh Shoryu.
Ia menunduk saat siswa itu semakin banyak yang menatap, wajahnya berkeringat, dan raut kesedihannya yang tidak bisa ditutupi oleh tumpukan buku itu...
Shoryu melangkah berat, matanya membelalak kebingungan... "Apa yang sebenernya terjadi?" Ucap dalam benaknya, mencoba memahami yang seharusnya ia tidak berhak untuk memahaminya.
Karena... "Bukannya aku cuma nganterin buku-buku ini ya?"
Tetapi, "KENAPA SEMUANYA MELIHATNYA SEOLAH AKU ADALAH SEORANG PENJAHAT YANG BERTERIAK PENUH KEBANGGAAN DITENGAH KERUMUNAN?"
Shoryu tidak mendengar lagi suara angin, suara kertas robek, suara pulpen terjatuh.
Ia hanya mendengarkan suara gesekan kaki yang seperti melangkah di tengah api yang membakar jiwa-jiwa tidak bersalah.
Nanao kebingungan dengan keheningan ini, ia menelusuri sekelilingnya, kemudian ia menoleh kebelakang, dan terkejut.
Melihat Shoryu yang menundukkan kepalanya karena ditatap oleh mata yang tidak bertanggung jawab.
Nanao berkata. "Tenanglah Shoryu. Buku-buku itu sangat berat, kamu pasti sanggup jika fokus dengan suaramu sendiri."
Shoryu menarik nafas, mencoba tenang. Namun, tatapannya berhenti, disaat melihat seseorang yang menggeserkan bangkunya menjauh dari jendela kelas.
. . .
Ace bangun dari moodnya yang jelek hari ini,ia terus bergumam. "Aku ingin pulang saja." Namun, kali ini ia mencoba untuk menerima semuanya, tidak mencoba mengeluh agar ia merasa lebih baik.
Saat berdiri, entah mengapa fikiranya terus di aliri dengan wajah Shoryu namun... Bayangan abu-abu mengkilap menutupi wajah Shoryu. Membuat dirinya kesulitan juga untuk membayangi wajahnya.
Dia menghelai nafas, mencoba sebaik mungkin untuk mengendalikan emosinya disaat kelasnya berisik dengan orang-orang bergosip.
Ia bergumam, mengingat seuatu yang belum ia sampaikan juga ke Shoryu. "Bentar, gw kemarin perasaan baru dibanting oleh Fallen... Tapi kenapa seakan tubuhku tidak sakit, seakan aku lupa."
"Aku harus membicarakan ini kepada Shoryu." Ia langsung berjalan cepat, sebelum ditanya oleh Tsukishima.
"Sebaiknya kamu istirahat. Kamu baru sembuh... Tapi dimana lukamu itu semua??" Ia berdiri, melototi sekujur tubu Ace denga penuh keheranan.
Ace bergumam senang, tersenyum. "Iyakan? Ini benar-benar aneh."
Lalu, ia berlari meneriaki nama Shoryu yang menggema di lorong-lorong sekolah. Merasa tidak menemukan Shoryu, ia seketika teringat bahwa sebelumnya Shoryu sedang membantu Nanao memengumpulkan buku di ruang guru.
Ia langsung berlari, dilihat oleh banyak orang karena ia terlihat sangat rusuh di lorong yang tidak luas.
Nafasnya tidak teratur karena penuh antusias, membayangkan wajah Shoryu yang akan penuh ketidakpercayaan kepadanya.
Saat ia sampai, dan masuk ke ruang guru.
. . .
"Kamu akan di keluarkan dari sekolah ini, Shoryu." Suara yang tidak siap untuk didengar sebagai seorang teman.
"Kenapa pak... Aku tidak melakukan apapun, aku... Aku-"
Suara meggertak meja, "BHUKK!" Sembari menunjuk ke sebuah televisi yang menggantung menayangkan sesuatu yang... "Apa kamu tidak melihat ini!"
"Anak konglomerat disini kamu?! HUH?"
Shoryu terdiam, menundukkan kepalanya seperti ditekan oleh penghakiman yang tidak adil, matanya penuh ketakutan.
"Bukan... Aku."
Tiba-tiba, hampir semua guru didalamnya tertawa. "BUAHAHAH!"
Nanao hanya bisa diam, melihat Shoryu yang seperti ini di khalayak para guru... Matanya tidak bisa berbohong. (Penuh kekesalan.)
. . .
"Coba ulangi." Suara halus, tajam dan menyakitkan, namun menggema hampir keseluruhan sudut ruang guru. Sehingga tatapan mereka tertuju kepada suara itu.
Ace... Dia menatap tajam kepada guru yang tertawa paling terbahak-bahak, sembari melangkah pelan.
Shoryu terkejut, tidak bisa berkata saat pertama kali melihat Ace yang dimana wajahnya serius dan penuh amarah, begitu juga dengan Nanao.
Ace melangkah lagi. "Apa yang anda tertawakan...?"
Melangkah lagi. "Apakah... Kalian semua sama seperti mereka..." Ia tidak mengedipkan matanya. Menusuk semua yang ia lihat.
...
Guru yang menertawakan Shoryu mulai berjalan, mendekati, lalu menghadapkan badannya yang penuh intimidasi kepada Ace.
"Padahal sekolah kita salah satu sekolah unggulan... Tapi mengapa ada murid-murid seperti kalian?"
Ia berteriak sehingga suaranya keluar dari ruang guru. "APA KAMU MENDUKUNG KRIMINALITAS?!"
guru ini mencekram baju Ace, wajahnya sangat kesal, membuat beberapa guru mencoba melerai. "PAK ONA SUDAH!"
Namun Pak Ona terus membakar, suasana semakin gaduh dan tak terarah. "Diam... Ini masalah hukum, mereka melanggar!" Wajah Ace menjadi gelap.
Nanao teriak. "Pak, Shoryu belum tentu melakukan itu, pasti ada kesalahan pahaman!" Ia berlari membantu melepaskan Ace yang lagi dicengkram oleh Pak Ona.
"Dasar, kamu juga ya?!! Negara ini sudah mulai rusak." Ia terengah-engah, merasa benar.
"BAHKAN ANAK MUDANYA SAJA SEPERTI INI!" Teriakannya lagi membuat petugas datang.
Ace... Dia menatap semuanya, merasakan semuanya. Dirinya ditatap, dihakimi... Apalagi saat ia menatap Shoryu yang tidak membantunya, menatap Nanao yang mencoba melerai.
Menatap para guru yang menusuk mentalnya, melihat petugas yang biasanya menyapa dirinya sedang marah mencoba menariknya keluar...
Tsukishima, ia juga hanya menatap diam di luar ruang guru. Ace berdiri sendiri, menantang sistem yang...
"Kalian tertipu! Kalian ditipu! Berita itu adalah pembunuhan moral!" Ace teriak melawan, langsung mendorong Nanao, petugas, dan Pak Ona hungga terlempar.
Semua mata tertuju padanya, Ace diam penuh dendam dan amarah.
Ia sendiri tidak tahu, mengapa. Bukannya ia sedang membantu temannya? Tapi kenapa...
Ace menteskan air mata, matanya tajam menatap Pak ona yang terjatuh.
"Bangun! Sebelumnya anda menyebutkan seolah anda adalah orang yang memegang kebenaran."
Ia menunjuk Pak Ona. "Jika memang benar, AKU BERANI MENANTANG KEBENARAN YANG ANDA PAMERKAN ITU!" sayangnya, ia langsung ditangkap oleh guru dan petugas.
Ia terdesak, memanggil temannya dengan mata yang penuh pertolongan. "Shoryu... Tsukishima! Na... Nanao..."
Ia berharap, kali ini saja... Ia dilambai, di genggam harapannya yang rapuh itu, dan dibantu saat ia sedang butuh pertolongan...
melihat semua orang tertuju padanya, membuat jiwanya setengah mati.
Namun, tidak ada respon dari teman dekatnya, hanya tatapan kosong yang malah membuat dirinya semakin sakit seperti ditusuk pedang.
Tubuhnya langsung digusur keluar sekolah dengan kasar. Seolah ia rusuh melawan orang-orang disekitarnya.
Saat di gusur... Banyak siswa yang melihat dirinya aneh, hina, menjijikkan, merendahkan. Tatapan Ace mulai hampa, jiwanya tidak lagi melawan karena kelelahan ekstrim dari batinnya yang mencoba teriak, tubuhnya lemas.
Pupil matanya semakin kecil. Disisi lain, Shoryu merasakan rasa malu saat melihat tatapan Ace yang hampa sedang di gusur dengan kasar, Tsukishima langsung berlari kepada Shoryu dan mengatakan.
"Kamu tidak apa-apa?" Ia sangat panik, wajahnya mencoba memcerna, melamun seketika saat melihat Ace.
Ia merasakan kesedihan yang larut, menyesal tidak menolong temannya yang ceria, telah berubah.
...
Pak Ona mengikuti, tersenyum puas pada dirinya sembari memegang lututnya yang nyeri.
Ia merasakan kemenangan.
Tidak lama... "Kebenaran akan terungkap dengan mudah, akulah yang menciptakan kalian... Aku mengawasi kalian..." Mata ace pucat hitam, namun ada titik-titik putih yang mengkilat.
Membuat Pak Ona berteriak, "AHHH!" Ia terguncang jatuh saat melihat itu...
Dadanya sesak, nafasnya berat, matanya seperti ditusuk.
Reiko terguncang, merasakan sensai yang besar saat sedang membeli permen di toko. Ia mengerutkan keningnya.
Fallen, Torbunal, Yoshida, Ghoul.... Mereka terguncang merasakan sesuatu yang menusuk eksistensi mereka, disaat mereka sedang melakukan aktivitas pada biasanya.
