WebNovels

Cinta di Ujung Waktu

Rahayu_8845
7
chs / week
The average realized release rate over the past 30 days is 7 chs / week.
--
NOT RATINGS
54
Views
Synopsis
Arissa, seorang gadis biasa yang bekerja di sebuah perusahaan besar, tanpa sengaja menemukan sebuah jam tua yang membawanya kembali ke masa lalu—ke tahun 1990-an. Di sana, ia bertemu dengan seorang pria bernama Reyhan, yang ternyata adalah nenek moyang dari keluarga yang mengubah takdir hidupnya di masa depan. Arissa terjebak dalam dilema antara mencintai Reyhan dan mencari jalan pulang ke masa kini. Meskipun ia tahu bahwa takdir mereka tidak seharusnya bersatu, Arissa harus memutuskan apakah ia akan mengubah sejarah atau membiarkan perasaan itu menghilang begitu saja.
VIEW MORE

Chapter 1 - Cinta di Ujung Waktu

Perkenalan dengan ICONPLAY

Arissa duduk di meja kerjanya di ICONPLAY, memandangi layar komputer dengan fokus. Perusahaan tempatnya bekerja adalah situs judi online terbesar di Indonesia, tempat penuh kegembiraan, promosi besar, dan kerja keras yang terus menerus. Meskipun sukses besar, Arissa merasa hidupnya masih terasa kosong. Setiap hari, dia duduk di meja desain grafis, membuat banner dan materi visual untuk promosi. Namun, ada sesuatu yang hilang dalam hidupnya, dan dia merasa terjebak dalam rutinitas tanpa arah.

Pada hari itu, Arissa diberi tugas khusus untuk merancang desain banner besar untuk turnamen poker online yang sedang digelar oleh ICONPLAY. Ini adalah proyek yang penting, dan dia tahu bahwa hasil kerjanya akan memengaruhi citra perusahaan. Namun, meskipun terjebak dalam pekerjaan yang padat, perasaan hampa itu tetap mengikutinya.

Beberapa rekan kerja datang dan pergi di ruang kerjanya, namun Arissa lebih suka bekerja sendiri. Di luar sana, banyak rekan-rekannya sedang menikmati suasana kantor yang riuh dengan tawa dan obrolan santai. Namun baginya, segala sesuatu tampak redup.

Tak lama kemudian, sebuah paket kecil tiba di mejanya. Arissa terkejut, karena dia tidak ingat memesan apa pun. Penasaran, dia membuka paket tersebut dan menemukan sebuah jam saku antik yang tampak sudah sangat tua. Di dalamnya, ada sebuah pesan yang tertulis dengan tinta usang: "Temukan jawabanmu di ujung waktu."

Arissa bingung dan heran, namun ada rasa aneh yang mengalir dalam dirinya begitu dia memegang jam tersebut. Tanpa berpikir panjang, ia menekan tombol kecil di sisi jam yang berukir halus. Tiba-tiba, dunia di sekelilingnya mulai berputar dan bergetar, seolah-olah ruang dan waktu telah berhenti.

Melangkah ke Masa Lalu

Arissa membuka matanya dan merasa terkejut dengan pemandangan yang ada di sekitarnya. Ruangan yang biasa ia kenal di ICONPLAY kini berubah. Meja kerja yang dia duduki tadi tidak ada, dan tempatnya kini dikelilingi dengan perabotan kuno dan atmosfer yang jauh lebih sederhana.

"Ini… tidak mungkin," bisik Arissa pada dirinya sendiri.

Ia segera berdiri dan melihat sekeliling. Logo ICONPLAY yang biasa ia lihat sekarang berubah menjadi versi yang jauh lebih sederhana, dan di luar jendela, ia melihat bangunan-bangunan tinggi yang tampaknya belum ada di masa kini. Lalu, ia melihat papan nama jalan yang berbeda, dengan tulisan "ICONLAY"—bukannya ICONPLAY.

"Kenapa semuanya terasa berbeda?" Arissa bergumam, mencoba memahami apa yang terjadi.

Lalu, seseorang mendekat. Seorang pria mengenakan jas rapi yang tampak familiar, meskipun Arissa tidak ingat pernah bertemu dengannya sebelumnya.

"Arissa? Kamu baru saja tiba di sini?" tanya pria itu, menatapnya dengan rasa bingung.

Arissa terkejut mendengar namanya dipanggil. "Kamu… Reyhan?" tanyanya dengan ragu. Tidak mungkin, pikirnya. Reyhan—sosok yang selalu ia kenal dalam ingatannya—tapi… bagaimana mungkin dia ada di sini, di masa lalu?

Reyhan tersenyum bingung. "Reyhan? Nama saya William, dan ini kantor ICONLAY. Kamu baru saja bergabung, kan? Ayo, aku antar ke ruang HRD untuk orientasi."

Arissa masih terkejut. Tidak mungkin semuanya salah. ICONPLAY adalah tempat di mana dia bekerja, dan Reyhan adalah nama yang dia kenal. Tapi di sini, semuanya berbeda. Dalam kebingungannya, Arissa mengikuti William, yang tampaknya tidak mengenalnya, menuju ruang HRD.

Dunia yang Terbelah

Di ruang HRD, suasana terasa jauh lebih sederhana dan kurang berkembang dibandingkan ICONPLAY yang ia kenal. Di belakang meja, seorang wanita menyapa dengan ramah, "Selamat datang di ICONLAY, Arissa! Kami sangat senang kamu bergabung dengan tim kami."

Arissa, meskipun kebingungannya semakin besar, berusaha menyembunyikan kegelisahannya. "Terima kasih," jawabnya pelan. Ia merasa tidak berada di tempat yang semestinya.

Semuanya terasa tidak nyata—seperti mimpi yang tidak bisa dijelaskan. Apakah ini dunia yang sama dengan tempat dia bekerja? Bagaimana bisa semuanya begitu berbeda? Bahkan, ketika ia mencoba mencari tahu lebih banyak tentang ICONLAY, ia merasa tidak ada yang bisa menjelaskan kenapa ia tiba-tiba berada di sini, di dunia yang berbeda.

Namun, ada satu hal yang tidak bisa ia hindari. Setiap kali William berada di dekatnya, ada perasaan yang mengganggu hati Arissa—sebuah koneksi yang tidak bisa ia jelaskan, meskipun pria itu terlihat sangat berbeda dari Reyhan yang ia kenal.

Kenangan yang Terungkap

Hari demi hari, Arissa merasa semakin terjebak dalam kebingungannya. Ia bekerja di ICONLAY, yang kini terasa seperti dunia yang sangat asing, meskipun ada beberapa hal yang mengingatkannya pada ICONPLAY—perusahaan yang ia kenal dengan baik. Setiap hari, ia berinteraksi dengan William, yang ternyata adalah versi muda dari Reyhan, tetapi ia merasa bahwa ia tidak bisa mencerna kenyataan ini. Ia mulai meragukan apakah ia benar-benar berada di dunia yang sama.

William yang dulu Arissa anggap sebagai seseorang yang tidak terlalu penting dalam hidupnya, kini mulai mengisi banyak ruang di pikirannya. Ada sesuatu yang memikat dalam sikapnya yang hangat, perhatian, dan juga misterius. Setiap kali Arissa bersama William, ada perasaan aneh yang terus tumbuh—sebuah koneksi yang tak terjelaskan.

Di kantor, mereka bekerja sama dalam beberapa proyek penting. William adalah bagian dari tim pemasaran, sementara Arissa fokus pada desain grafis. Meski keduanya bekerja di bidang yang berbeda, mereka selalu berkolaborasi dalam banyak hal. Dalam setiap pertemuan, Arissa merasa seperti ada sesuatu yang lebih di balik hubungan profesional mereka. Terkadang, pandangan William begitu dalam, seperti ada kenangan yang tersimpan di matanya.

Pada suatu sore, setelah jam kantor selesai, Arissa dan William duduk di kafe yang ada di dekat ICONLAY. Meskipun perasaan Arissa campur aduk, ia tahu bahwa ia harus menghadapi kenyataan. Dunia yang ia kenal di masa depan seolah menghilang, dan ia terjebak dalam masa lalu yang penuh dengan pertanyaan.

"Arissa," William memulai dengan suara rendah. "Kamu merasa ada yang aneh, kan? Aku tahu kita belum pernah berbicara lebih dalam, tapi ada sesuatu yang menarik perhatianku tentangmu."

Arissa menatapnya, merasa perasaannya semakin kacau. "Apa maksudmu?" jawabnya dengan suara yang hampir tak terdengar.

William tersenyum tipis, seolah tahu bahwa Arissa merasa bingung. "Kamu berbeda dari orang-orang yang aku kenal di sini. Ada sisi dirimu yang… aku merasa aku pernah mengenalnya. Aku tidak bisa menjelaskan ini, tapi aku merasa ada koneksi yang lebih dari sekadar pertemuan kebetulan."

Arissa merasa sebuah perasaan hangat mengalir dalam dirinya, namun pada saat yang sama, ia merasa cemas. "Aku tidak tahu apa yang kamu maksud, William," jawabnya, mencoba mengalihkan pembicaraan. "Mungkin kita cuma rekan kerja."

William tidak menjawab langsung. Sebagai gantinya, ia menatap Arissa dengan intens, seolah mencoba mencari tahu lebih dalam. "Mungkin saja. Tapi… apakah kamu tidak merasa kita lebih dari sekadar itu?" tanyanya.

Arissa terdiam, memandangi kopi yang ada di depannya. Dalam hati, ia merasa sebuah tarikan kuat yang sulit dijelaskan. Tetapi, ia juga tahu bahwa dia tidak bisa membiarkan dirinya terperangkap dalam perasaan yang rumit, apalagi dalam dunia yang penuh dengan kebingungan ini.

Memilih antara Dua Dunia

Semakin lama Arissa berada di masa lalu, semakin ia merasakan adanya ketegangan antara dua dunia yang berbeda. Di satu sisi, ia tahu bahwa ia memiliki kehidupan yang stabil di masa depan bersama ICONPLAY, tetapi perasaan yang ia rasakan terhadap William—atau lebih tepatnya, Reyhan—menariknya lebih dekat ke dunia ini. Perasaan cinta yang dulu ia tinggalkan, kini mulai tumbuh kembali, meskipun ia tahu bahwa dunia mereka tidak mungkin kembali seperti dulu.

Di sisi lain, Arissa tahu bahwa dunia masa depan yang ia kenal juga memiliki tempat yang penting dalam hidupnya. ICONPLAY adalah bagian dari dirinya, tempat ia bekerja keras untuk meraih kesuksesan. Tetapi, setiap kali ia memikirkan masa depan, ia merasa semakin tidak terhubung dengan dirinya sendiri. Seolah, waktu telah berputar dan memisahkan dirinya dengan dunia yang dulu ia kenal.

Pada malam yang sunyi, Arissa berdiri di depan jendela kantornya, memandang kota Jakarta yang gemerlap. Ia merasa seolah waktu berjalan mundur, membawanya ke masa lalu, ke saat-saat indah bersama Reyhan yang kini kembali hadir dalam wujud William. Tetapi ia juga tahu bahwa ia harus memilih—antara hidup di dunia yang baru ini, atau kembali ke dunia yang telah ia bangun di masa depan.

Ponselnya bergetar, dan sebuah pesan dari William muncul di layar:"Arissa, aku ingin bicara lebih banyak tentang kita. Aku tahu kamu merasa bingung, tetapi aku tidak bisa terus hidup dalam ketidakjelasan. Mari kita bertemu besok."

Arissa menggigit bibirnya, merasa hatinya semakin berat. Ia tahu bahwa keputusan ini tidak bisa ditunda lebih lama lagi. Ia harus memilih. Tapi memilih antara dua dunia yang begitu berbeda adalah pilihan yang sulit, dan Arissa tidak tahu apakah ia siap untuk menghadapi konsekuensinya

Menyusuri Jejak Waktu

Arissa melangkah keluar dari gedung ICONLAY, menyusuri trotoar kota yang mulai sepi. Malam itu, angin berhembus pelan, dan ia merasakan ketegangan di udara. Semua yang terjadi dalam hidupnya kini terasa seperti sebuah puzzle yang belum terpecahkan.

Ia bertemu dengan William di taman dekat kantor, di tempat yang sepi. "Kamu datang juga," kata William, tersenyum, namun ada rasa cemas di matanya.

"William…" Arissa memulai dengan suara gemetar. "Aku tidak tahu apakah aku bisa melakukan ini. Semua ini terasa salah. Aku kembali ke masa lalu, dan aku merasa seperti terjebak antara dua dunia."

William mengangguk pelan. "Aku mengerti. Tapi aku tidak bisa memaksamu, Arissa. Aku hanya ingin kita mencoba. Kita tidak bisa terus hidup dalam kebingungannya. Jika kamu memilih untuk kembali, aku akan menerima itu. Tapi aku tidak bisa terus hidup dengan perasaan ini tanpa tahu apakah kita punya kesempatan."

Arissa menatap William, matanya penuh kebingungan. Dia tahu bahwa perasaan ini tidak akan mudah untuk dilepaskan, tetapi hidupnya di masa depan juga sangat penting. "Aku… aku belum siap, William. Aku takut mengambil langkah yang salah."

William mendekat dan menggenggam tangannya. "Tidak ada yang salah jika kamu mengikuti hatimu, Arissa. Apa pun yang kamu pilih, aku akan mendukungmu."

Pilihan Terakhir

Malam itu, Arissa duduk di balkon apartemennya, memandangi bintang-bintang yang mulai bermunculan di langit Jakarta. Angin malam berhembus pelan, dan suasana kota yang selalu sibuk tampak lebih tenang. Namun, di dalam hati Arissa, ada pergolakan yang tak kunjung reda. Keputusan besar yang harus ia buat semakin terasa berat.

Ponselnya bergetar, dan sekali lagi, sebuah pesan dari William muncul di layar:"Arissa, aku tahu ini sulit, tetapi aku ingin kamu tahu satu hal. Apapun yang kamu pilih, aku akan ada di sini. Aku tidak akan memaksamu, tapi aku berharap kita bisa mencoba."

Arissa menatap pesan itu lama. Kata-kata William terasa begitu penuh harapan, namun ia tahu, apa pun yang ia pilih, tidak ada jalan yang kembali. Masa depan yang penuh dengan janji dan tantangan atau masa lalu yang penuh dengan kenangan yang belum selesai—semuanya terbaring di hadapannya, seperti dua jalan yang tak bisa ia lewati sekaligus.

Selama berhari-hari, Arissa telah mencoba mengabaikan perasaan yang tumbuh di dalam dirinya—perasaan yang mengikatnya pada William, atau lebih tepatnya, pada Reyhan yang pernah menjadi bagian penting dalam hidupnya. Namun, saat ini, ia tahu bahwa ia tidak bisa lagi menghindari kenyataan.

Keputusan ini bukan hanya tentang memilih antara dua dunia, tetapi juga tentang memilih dirinya sendiri—tentang apa yang benar-benar ia inginkan dalam hidup ini.

Keesokan Harinya

Pagi itu, Arissa memutuskan untuk pergi ke ICONLAY lebih awal. Meskipun ia tahu pekerjaannya akan terus menunggu, ia merasa bahwa ia perlu menghadapi keputusan ini dengan kepala dingin. Pagi itu, ia mengenakan blazer biru yang biasa ia pakai ke kantor, tetapi ada sesuatu yang berbeda. Ia merasa lebih kuat, lebih siap.

Sesampainya di kantor, Arissa melihat William sedang berdiri di dekat pintu masuk, menunggunya. Wajah William tidak menyembunyikan harapan yang ada di dalam hatinya. "Kamu datang juga," katanya dengan senyum yang lemah.

Arissa mengangguk, namun ada ketegangan di matanya. "William, aku telah memikirkan ini selama berhari-hari. Aku tahu, aku harus membuat pilihan, dan aku tidak ingin menyakitimu."

William mendekat, matanya penuh pengertian. "Aku tahu, Arissa. Apa pun yang kamu pilih, aku akan menerima itu. Aku hanya ingin kamu bahagia."

Arissa menghela napas dalam-dalam. "Aku… aku memilih untuk tetap di sini. Di masa depan. Aku sudah menjalani hidup yang aku bangun dengan susah payah, dan aku tidak bisa membiarkan perasaan itu menghancurkan semuanya. Tetapi aku juga tidak bisa menolak kenyataan bahwa masa lalu bersama Reyhan—eh, maksudku, William—memiliki arti yang besar. Kita tidak bisa kembali, tetapi kita bisa mencoba untuk memulai sesuatu yang baru. Mungkin kita bisa memulai sebagai teman."

William terdiam sejenak, menatapnya dengan mata yang penuh perasaan. Lalu, ia tersenyum tulus. "Kita akan coba, Arissa. Tidak ada yang perlu dipaksakan, tapi kita akan coba bersama-sama."

Arissa merasa lega, meskipun masih ada keraguan di hatinya. Ia tahu bahwa hubungan mereka tidak akan pernah sama lagi, tetapi setidaknya mereka bisa memulai sesuatu yang baru tanpa membiarkan masa lalu mengendalikan mereka.

Satu Minggu Kemudian

Minggu-minggu setelah keputusan besar itu terasa lebih ringan bagi Arissa. Ia mulai menjalani hidupnya dengan perspektif baru. Setiap hari di ICONLAY terasa lebih berarti, karena ia tahu bahwa ia memiliki pilihan untuk membuat masa depan yang lebih baik. William, meskipun sempat merasa cemas, akhirnya menjadi rekan kerja yang lebih baik dan lebih dekat dengannya. Mereka bekerja dengan lebih harmonis, dan meskipun mereka belum sepenuhnya bisa mengabaikan kenangan masa lalu, mereka tahu bahwa mereka sedang membangun kembali hubungan yang lebih sehat.

Suatu malam, setelah kerja lembur, Arissa dan William duduk di kafe dekat kantor. "Kamu tahu," kata William sambil tersenyum, "aku senang kita bisa menjalani ini bersama. Tidak mudah, tapi kita sudah melangkah jauh."

Arissa tersenyum, merasa damai untuk pertama kalinya dalam beberapa minggu terakhir. "Aku juga, William. Aku tidak tahu apa yang akan datang, tetapi aku siap menghadapinya—bersama kamu."

Akhir Cerita

Cerita ini berakhir dengan sebuah keputusan yang membawa Arissa pada pemahaman tentang diri sendiri. Meskipun ia tidak bisa kembali ke masa lalu yang penuh kenangan dengan Reyhan, ia memilih untuk tetap maju dengan kehidupan yang ia bangun. Di ICONLAY, ia menemukan jalan untuk meraih kebahagiaan dan keberhasilan, sambil tetap menjaga hubungan baik dengan William, yang kini menjadi teman dan mitra dalam perjalanan baru mereka.

Arissa tahu, hidup tidak selalu berjalan sesuai rencana, tetapi kadang-kadang, pilihan yang kita buat adalah yang membentuk siapa kita sebenarnya—dan ia siap menjalani masa depannya dengan penuh harapan.

AkhirCerita ini memberikan kesan bahwa, meskipun masa lalu selalu memiliki tempat dalam hati kita, keputusan untuk maju dan memulai sesuatu yang baru adalah bagian penting dari perjalanan hidup. Arissa memilih untuk menerima perubahan, meskipun penuh dengan ketidakpastian, dan itu adalah langkah yang membawanya menuju kedamaian dan kebahagiaan sejati.