WebNovels

Chapter 1 - Api Neraka Menyelimuti Kerajaan Deaju

Nuansa atmosfer pada malam itu berubah mendadak menjadi dingin dan sunyi. Merah jingga menyelimuti langit tanah Daeju. Udara hangus membawa kabar kehancuran, dan rakyat hanya bisa menatap langit yang tak lagi bersahabat.

Kobaran api raksasa menari-nari di atas istana, menerangi kehancuran yang mengerikan. Bayangan-bayangan manyat berkelebat di antara reruntuhan, mencari sisa-sisa kehidupan di tengah keputusasaan. Rumah-rumah yang dulunya berdiri kokoh kini menjadi tumpukan puing-puing yang hangus, mengeluarkan bau daging terbakar yang menyengat menempel di hidung dan tenggorokan. Jeritan pilu bercampur dengan derap kaki kuda yang liar dan dentingan senjata yang mematikan, menciptakan simfoni kematian yang mengerikan. Kota Daeju, yang sebelumnya meriah dan hidup, dalam sekejap berubah menjadi lautan darah.

Di balairung utama, suasana mencekam dan dipenuhi bayangan api dari luar, Raja Jeon Hyun Joong duduk membatu di atas singgasana yang agung. Tatapannya kosong, sang raja terpaku pada nyala api yang berkobar ganas dan seakan menelan langit pada malam itu. 

Pada usia empat puluh tahun, Raja menanggung beban berat kerajaan. Air matanya berlinang hingga ke pelipis, mengingat rakyatnya yang kini menderita. Di tengah knsedihannya, seorang prajurit datang membawa kabar duka.

"Yang Mulia Paduka Raja... kabar buruk menimpa kita. Pasukan pertahanan selatan telah dikalahkan, gerbang kota telah hancur, dan banyak prajurit kerajaan yang gugur.

Hanya heningan. Sang Raja tak mampu berkata-kata. Helaan nafasnya terdengar kencang,tangannya menggenggam erat gagang kursi singgasana, jemarinya gemetar.

"Kenapa... bisa secepat ini?" bisikn.ya lirih

Di sebelah kanan dan kiri sang Raja, para menteri berdiri berjejeran. Do Gwan, salah satu Menteri yang memiliki wewenang di bidang militer Kerajaan Daeju, sosok tegar dan tenang yang selama bertahun-tahun menjadi pilar kerajaan. Tubuhnya tinggi dan tegap, jubah hitam polosnya berkibar pelan. Wajahnya tegas, matanya tajam mencerminkan kecerdasan dan kedisiplinan. "Yang Mulia," ucapnya dengan suara berat, "situasi di medan perang semakin kritis. Pasukan kita telah kehilangan banyak prajurit, dan pertahanan selatan nyaris runtuh. Kita membutuhkan keputusan segera."

Cahaya api memantul di mata sang raja, membuat sorotnya tampak lebih gelap dan kosong. ucapan do Gwan menebus telinganya.

Jeon Hyun Joong berdiri tegak, dengan suara lantang dan bergetar. "Do Gwan,,,, Katakan padaku, Pemberontak mana yang berani mencemari tanah kekuasaanku dengan api dan darah? 

Do Gwan terhenti sejenak. Rahangnya mengeras, namun ia tetap menjaga ketenangan. Ia memejamkan mata, menarik napas perlahan, lalu menunduk hormat sebelum berbicara.

"Yang Mulia, identitas penyerang masih belum dapat dipastikan. Namun, pola serangan dan skala kerusakan yang terjadi menunjukkan ini bukan sekadar pemberontakan biasa. Kekacauan ini terencana dan terorganisir dengan sangat baik. Saya khawatir, di balik ini semua ada kekuatan yang jauh lebih besar dan tersembunyi, Yang Mulia."

Di tengah ketegangan tiba-tiba terdengar dentuman keras, memekakkan telinga seperti suara langit yang terbelah. Tanah seolah berguncang. Salah satu menara pengawas yang menjulang di sisi barat istana runtuh begitu saja, seperti mainan rapuh yang dijatuhkan dari langit. Bongkahan batu besar menghantam dinding luar istana dengan kekuatan brutal, menciptakan gelombang debu dan serpihan tajam yang menyapu halaman dalam.

Getarannya terasa hingga ke dalam balairung utama. Lampu gantung berayun liar, perabotan berderak, dan kaca-kaca jendela bergetar hebat. Pelayan dan dayang yang berada di dalam ruangan menjerit dan panik, beberapa menjatuhkan nampan perak, yang lainnya langsung berlari ke berbagai arah tanpa peduli arah tujuan. Teriakan, tangis, dan suara langkah-langkah panik berpadu menjadi kekacauan yang menyesakkan.

Seorang pelayan perempuan terjatuh dan diseret oleh kawannya agar tidak tertimpa reruntuhan plafon. Debu mengepul menutupi pandangan. Di tengah kekacauan itu, suara perintah dari penjaga terdengar samar, tapi nyaris tak dihiraukan.

Istana Daeju tak lagi terlihat seperti pusat kekuasaan, melainkan seperti kandang yang baru saja diguncang oleh dewa kemarahan.

"dengan langkah tergesa-gesa, napas yang memburu rawut wajah yang pucat , seorang Kasim menerobos masuk ruang rapat kerajaan ." yang mulia Baginda raja, musuh telah menembus pertahanan istana". 

Raja Jeon Hyung Joon, yang berdiri di atas podium batu berlapis karpet merah, memandangi kasim itu dengan mata tajam. Tubuhnya tinggi, jubah kebesaran ungu tua bergoyang pelan saat ia melangkah maju. Di wajahnya tidak terlihat kepanikan, hanya kerutan dalam di kening.

"Apa maksudmu, tembok dalam sudah jatuh?" tanyanya pelan tapi menggetarkan seluruh ruangan.

"Benar, Paduka... barisan penjaga timur... habis. Mayat mereka... digantung terbalik di gerbang!" Kasim itu berlutut, tubuhnya menggigil.

Terdengar helaan napas dari para menteri. Beberapa mulai berbisik, saling menatap dengan tatapan ketakutan dan kecurigaan.

"Makhluk apa yang mampu menembus dinding batu itu?" gumam salah satu menteri dari sisi kanan, suaranya tercekat.

Menteri Militer Do Gwan melangkah maju. Tubuhnya tegap, sorot matanya dingin dan penuh ketegasan. Ia menatap lurus ke arah raja.

"Paduka, beri perintah. Izinkan saya memimpin pasukan utama ke gerbang barat. Jika kita kehilangan sisi timur, kita masih bisa bertahan di dalam pelataran."

Namun sebelum raja sempat membuka suara, terdengar teriakan keras dari kejauhan. 

"Gerbang dalam telah diruntuhkan!" teriak seorang penjaga dari luar pintu, tubuhnya berdarah, wajahnya penuh debu.

Jeon Hyung Joon mengepalkan tinjunya. "Segera amankan Ratu, Ibu Suri, dan Putra Mahkota ke ruang perlindungan bawah tanah. Kunci semua jalur menuju aula utama setelah mereka masuk."

Ia memandang ke barisan kiri, ke arah Menteri Dalam Negeri.

"Kirimkan pesan kepada seluruh satuan bayangan. Jika ini serangan dari makhluk dunia lain, kita tak bisa menggunakan cara biasa."

"Paduka," kata Do Gwan perlahan, menundukkan kepala, "izin untuk memimpin dan... menghabisi mereka."

"do Gwan, ikut dan lindungi putra mahkota, yang lain Bawa lima regu. Jangan biarkan satu pun makhluk itu melangkah ke aula utama," jawab raja tegas.

Do Gwan dengan sigab memerintahkan prajuritnya yang tersisa, "cepat lindungi putra mahkota dan Ratu, serta yang lainnya", perintah di lancarkan.

" yang mulia Baginda raja, mari ikutlah dengan yang lain untuk berlindung" cetus do Gwan 

Suasana membeku.

Raja Jeon Hyun Joong menatap wajah menteri yang selama ini menjadi andalannya. Di tengah kekacauan, hanya Do Gwan yang terlihat seperti bisa berpikir jernih.

"aku tetap di sini untuk melindungi tanah ku dan berjuang bersama prajuritku" sambil menarik pedang sang raja berdiri kokoh dan memberi perintah.

Do Gwan tersentak" yang mulia. tidak mungkin hamba meninggalkan yang mulia".

" ini perintah" ucapan terakhir sang raja jeon Hyun Joong dengan tegas.

air mata berderai di pipi Do Gwan, meninggalkan raja sangat lah berat baginya. namun apa boleh buat. demi kelangsungan kekuasaan kerajaan daeju tetap ada, Do Gwan pergi bersama putra mahkota serta lainnya.

gerbang istana berhasil di tembus pasukan iblis, pasukan istana bersama sang raja telah siap siaga.

"Aku sudah melihat banyak hal dalam hidupku, Kapten... tapi tidak pernah melihat makhluk seperti ini..." gumam prajurit muda dengan napas terengah.

Kapten itu menjawab lirih, "Mereka bukan apa-apa. Mereka... hanya sampah." di sini kita berdiri bersama sang Baginda raja, disini kita akan mati bersamanya".

"serangggggg" seruan pecah perperangan tidak terelakkan.

dari kejauhan Di antara asap dan reruntuhan, siluet-siluet makhluk tinggi bergerak lincah, tubuh mereka hitam, matanya merah menyala.

Sementara itu, jauh di utara... Angin dingin berdesir di celah-celah pegunungan.

Seorang pria berdiri di tepi jurang, jubahnya berkibar tertiup angin. Wajahnya tenang namun dingin, seperti malam itu sendiri.

Gyunmon.

Tubuhnya kurus berotot, postur tegap dan lentur. Matanya gelap, seolah menyimpan banyak hal yang tak ingin diungkap.

Ia mengangkat kepalanya, menatap ke langit merah dari kejauhan. Udara di sekelilingnya tiba-tiba menjadi sunyi. 

"Aroma busuk ini" hahaha, disini kau bersembunyi rupanya" Gyunmon mengelus rambutnya pelan.

"...Api neraka telah sampai ke Daeju."

Kembali ke istana, para pelindung kerajaan mati satu per satu. Tapi tak semuanya menyerah.

Di lorong bawah tanah, para selir dan pelayan diseret menuju perlindungan. Anak-anak menangis, para ibu berusaha menenangkan. 

Di ruang takhta yang porak poranda, Raja Jeon Hyun Joong duduk membisu untuk terakhir kalinya. Tubuhnya bersandar lemas di singgasana, dengan mata terbuka menatap kosong ke langit-langit istana yang retak. Di tangan kanannya, pedang pusaka kerajaan masih tergenggam erat, berlumur darah, entah darah musuh, atau darahnya sendiri. Di sekelilingnya, tubuh-tubuh pasukan pertahanan berserakan, dingin dan tak bernyawa. Udara dipenu

hi bau logam dan abu. Perang telah usai, dan sang raja telah gugur bersama kerajaannya.

Suara serak dan halus.

"Sigeumheon..."

More Chapters