WebNovels

Chapter 4 - Babb 4 Kekacauan

Minami tak peduli dengan godaan itu. Matanya hanya melirik botol yang dipegang wanita itu. Tanpa kata, dia meraih botol itu dan meneguk anggur dengan santai. Suara pelan namun jelas terdengar saat dia menghela napas puas, "Hah... enak juga." Wajahnya tetap datar, blak-blakan seperti biasa pemabuk yang tak peduli basa-basi, hanya menikmati kesenangan sederhana di tengah kerumitan sekitar.

Mata Elena semakin bersinar, terpancar kilauan penasaran dan sedikit keheranan yang tak bisa ia sembunyikan. Biasanya, tak ada pria yang pernah menolak rayuannya, tapi kini Minami duduk dihadapannya dengan sikap dingin dan acuh, menolak pesonanya tanpa sepatah kata pun. Senyumnya perlahan menebal, penuh keyakinan dan sedikit tantangan, seperti ingin menguji seberapa jauh pria ini bisa bertahan dari godaan yang ia lemparkan.

Sebab dalam hatinya, ada kekaguman tersembunyi yang tak bisa diungkapkan secara gamblang campuran antara rasa iri, penasaran, dan semangat berburu yang memacu adrenalin. Elena merasa ini bukan sekadar permainan biasa, tapi sebuah pertarungan yang membuat detak jantungnya berdetak lebih cepat, dan wajahnya semakin hidup dengan ekspresi yang mengundang serta penuh misteri.

Suasana di dalam tenda dipenuhi dengan ketegangan yang tak terkatakan, di mana intrik politik dan strategi perang dibahas dengan serius di balik senyum dan gelak tawa. Namun, di antara semua itu, Minami dan Elena menjadi pusat perhatian, dengan dinamika antara mereka yang penuh teka-teki dan ketegangan yang tak terlihat.

Di dalam tenda yang dipenuhi dengan para petinggi kerajaan Bara, para letnan seperti Andre memilih untuk diam, memahami betul bahwa menjilat seseorang yang baru saja membunuh Sword Master seperti Minami adalah langkah yang bijak untuk masa depan mereka. "Membunuh seorang Sword Master Roderick dengan mudah. Anda memang seseorang yang harus dimiliki oleh kerajaan Bara," kata Andre dengan nada yang penuh hormat.

Minami, yang masih memegang botol anggur Chateau Lafite dengan santai, tersenyum samar-samar.

Dia mengambil tegukan panjang dari botol anggur tersebut, anggur merah itu membasahi bibirnya, dan dia menghembuskan napas dengan lega. "Aku tidak melakukannya untuk kerajaanmu," gumamnya dengan nada yang sedikit cadel, menunjukkan bahwa dia sudah sedikit mabuk.

"Aku melakukannya... karena aku ingin melakukannya. Dan aku akan terus melakukan apa yang aku inginkan, tanpa peduli dengan kerajaanmu atau apa pun."

Suara Minami terdengar sedikit serak karena pengaruh alkohol, tapi ada ketegasan di balik kata-katanya yang menunjukkan bahwa dia tidak akan pernah berkompromi dengan prinsipnya.

Para letnan dan pejabat tinggi di dalam tenda saling menatap, tidak yakin bagaimana harus merespons pernyataan Minami yang begitu blak-blakan dan tanpa berlindung dibalik sesuatu.

Andre, dengan senyum yang tetap terjaga, mengangguk pelan. "Tentu, Yang Mulia. Kami memahami bahwa Anda memiliki visi dan misi tersendiri. Kami hanya berharap dapat mendukung Anda dalam setiap langkah yang Anda ambil."

Minami mengangkat botol anggur itu sekali lagi, mengambil tegukan panjang, dan kemudian menggelengkan kepalanya perlahan-lahan. "Kalian tidak perlu mendukungku. Yang aku butuhkan hanyalah anggur ini," katanya sambil tersenyum samar-samar, menunjukkan bahwa dia lebih memilih untuk menikmati hidupnya sendiri tanpa terlalu banyak campur tangan dari orang lain.

Dengan itu, Minami melanjutkan pesta kecilnya di dalam tenda, menikmati anggur dan mengabaikan intrik politik yang sedang berlangsung di sekitarnya. Kehadiran dan sikapnya yang santai namun penuh wibawa membuat semua orang di dalam tenda tidak bisa berbuat apa-apa selain menerima keberadaannya seadanya.

Andre yang duduk tak jauh dari Minami yang terpuruk di kursinya dengan posisi malas, seolah tak peduli pada semua orang di sekelilingnya.

Pancaran lampu tenda menggoreskan bayangan tajam di wajah Andre, senyum tipisnya menyimpan kalkulasi dan niat tersembunyi.

Ia mengamati Minami yang sombong dan blak blakkan tentang prinsipnya dengan sorot mata yang penuh rencana, sementara di benaknya terngiang, "Sekuat apapun dia, Minami adalah ancaman. Jika ia terus hidup dengan gaya boros dan sembrono, kerajaan akan hancur dari dalam."

Andre kemudian memperbaiki sikap, mencoba berlagak ramah, "Minami, sekali lagi aku katakan, kau memang luar biasa hari ini. Tapi ingat, kemenangan besar selalu diiringi tanggung jawab besar pula," ucapnya dengan suara yang terdengar hangat, namun terasa dingin di ujungnya.

Andre, duduk di dalam tenda bersama Minami dan para petinggi lain, mencoba tetap tersenyum meski nada bicaranya sarat niat tersembunyi. Ia bersuara pelan tapi tegas, "Bagaimana kalau kau dan satu regu mengejar musuh yang kabur? Bukankah ini adalah kesempatan? ." Sorot matanya lekat memantau reaksi Minami, berharap dapat menyingkirkan ancaman itu tanpa harus mengotori tangannya sendiri.

Namun sebelum Andre selesai bicara, tiba-tiba Minami membanting botol anggur kosong ke lantai, suara kaca pecah mengoyak keheningan.

Semua mata langsung berpaling, suasana di dalam tenda membeku dalam sekejap beberapa perwira menegang, bahkan wanita di sebelah Minami menyingkir panik.

Minami mendengus, suaranya serak dan malas, "Sudah cukup dengan perintah, kalau memang ingin aku mati, ngomong langsung saja jangan pakai kata-kata manis Sampah."

Suasana menegang, udara seolah berhenti, dan bisik-bisik cemas mulai memenuhi setiap sudut ruangan.

Andre berdiri dengan langkah percaya diri, pundaknya tampak tegang, dan tatapan matanya mendadak berubah tajam, hampir binatang.

Cahaya lampu tenda memantulkan kilau berbahaya di sorot matanya, membuat beberapa orang di sekitar langsung panik, kursi bergeser, napas tertahan, dan bisik-bisik cemas mulai terdengar. Atmosfer di dalam tenda menegang, rasa takut perlahan merambat seperti kabut dingin di pagi hari.

Minami, dengan ekspresi mata menyipit dan bibir mengejek, meraih gagang sabernya tanpa suara dan hanya dengan memegangnya, aura yang melingkupinya langsung berubah.

Udara di sekitarnya menggetar, berat seolah-olah gravitasi meningkat, membuat para petinggi yang awalnya percaya diri kini menelan ludah penuh kegelisahan.

Andre yang ditatap langsung oleh mata Minami mendadak berhenti bergerak wajahnya memucat, raut percaya dirinya runtuh digantikan kepanikan yang nyata, kerongkongannya bergerak menelan air liur di bawah tatapan membunuh yang begitu dekat.

Andre berdiri kaku, tubuhnya gemetar seperti kelinci terpojok di hadapan pemangsa sorot matanya liar mencari jalan keluar, namun tekanan aura Minami benar-benar mengekang geraknya.

Tenda dipenuhi keheningan mencekam, napas para petinggi dan prajurit seolah berhenti semua mata tertuju pada dua sosok di tengah ruangan, udara terasa berat dan menusuk.

Dalam satu gerakan cepat, Minami mengayunkan sabernya, bilah tajam itu menebas tubuh Andre sebelum siapa pun sempat bereaksi.

Mata Andre membelalak, ketakutan meledak di wajahnya saat ujung pedang menyayat kulit dan daging, nyeri luar biasa menusuk seluruh tubuhnya.

Suara sabre melibas daging diiringi teriakan tertahan, lalu darah memercik liar, membasahi lantai tenda dan menodai wajah-wajah yang menonton dengan pandangan ngeri aroma besi segar memenuhi udara, decak ngeri dan bisikan takut terpapar di setiap sudut.

Semua orang terdiam beku, dunia di dalam tenda seolah berhenti hanya menyisakan suara darah yang menetes dan napas Minami yang berat.

More Chapters