WebNovels

NODA RAHASIA DI SEKOLAH

Widasu
7
chs / week
The average realized release rate over the past 30 days is 7 chs / week.
--
NOT RATINGS
415
Views
Synopsis
(21+ CERITA INI MENGANDUNG UNSUR DEWASA, MOHON BIJAK DALAM MEMILIH DAN MEMBACA, PASTIKAN ANDA SUDAH DEWASA DAN TAU RESIKONYA) Ayo Berlangganan Cukup Dengan Paket Professional Rp. 100,000 Kalian Sudah Bisa Mengakses Semua Konten Saya Dalam Karyakarsa Mulai Dari Konten Cerita, Doujin, Manga, Manhwa, Dan Hentai Dll. Dukung dan Support Supaya Saya Bisa Meluaskan Bakat Saya Ini.. Jangan Lupa Follow Semua Sosial Media Saya
VIEW MORE

Chapter 1 - CHAPTER 01 KEPALA SEKOLAH BARU

Ghadah baru saja masuk kerja setelah mengambil cuti beberapa hari lantaran sedang melangsungkan pernikahan. Sudah seminggu ia resmi menjadi istri dari pria tampan bernama Brantley yang berprofesi sebagai polisi. Dengan menggunakan baju dinas coklat dan kerudung berwarna senada, Ghadah masuk ke kantor sekolah SMA Dirgantara. Ia langsung disambut oleh rekan kerjanya.

Bu Rahimah : "Ciyeee... ada pengantin baru, nih. Ehem... keliatannya happy banget. Pasti semalam gerah, ya?" sambut seorang guru bernama Bu Rahimah.

Ghadah tersipu malu tapi tidak bisa menyembunyikan senyumannya. "Ah, ibu bisa aja. Jangan ngomong gitu, ihh... Malu."

Ghadah celingak-celinguk. Jaga-jaga siapa tau ada yang menguping pembicaraan mereka, terutama bapak-bapak guru rekan kerjanya yang kadang sering cari perhatian kepadanya. Mendengar kabar pernikahan Ghadah adalah sebuah hari patah hati di sekolah itu. Terutama bagi seorang guru laki-laki yang sudah menyukai Ghadah sejak lama.

Bu Rahimah : "Hehehe… gak papa. Saya juga pernah ngalamin, kok. Jadi mba Ghadah gak perlu sungkan buat cerita sama saya. Kalo perlu mba Ghadah bisa konsultasi soal posisi-posisi yang uenak tenan," ujar Bu Rahimah dengan gamblang. Dia memang guru yang suka ceplas-ceplos. Umurnya memang tidak muda lagi, tapi soal jiwa, dirinya lebih muda daripada guru-guru yang lain.

Mata Ghadah membulat. "Ya, ampun! Ibu ini ngomong apa, sih? Posisi apa? Striker atau kiper? Sialnya aku paham lagi dia lagi bahas soal apaan," batin Ghadah.

Menurutnya, hal-hal berbau ranjang terlalu vulgar untuk diceritakan kepada orang lain. Meskipun itu sesama wanita. Ghadah tetap saja tidak nyaman. Belum sempat Ghadah menjawab pertanyaan Bu Rahimah, rekan kerjanya yang lain datang dengan sebuah berita.

Bu Ghaliyatul : "Eh, udah pada tau belum? Hari ini kepala sekolah yang baru mau dateng," ucap Bu Ghaliyatul penuh antusias.

Bu Rahimah : "Terus kenapa kalo dateng hari ini?" Seminggu yang lalu juga udah dikasih info sama pihak yayasan," jawab Bu Rahimah acuh.

Bu Ghaliyatul : "Aku cuma penasaran kepala sekolah yang baru itu ganteng, badan tegap atau gimana?" Bu Ghaliyatul berkhayal sambil memegangi kedua pipinya yang memerah.

Bu Rahimah : "Huh. Yang dipikirin cuma itu. Dasar perawan tua." ujar Bu Rahimah dalam hati. Biarkan saja. Bu Ghaliyatul memang sedang gencar-gencarnya mencari pasangan hidup mengingat usianya sudah kepala tiga.

Tapi mau gimana lagi kalo tipe yang dicarinya terlalu berlebihan soal fisik. Maunya yang masih muda terus badannya berotot. Nikah aja sama pegulat UFC kalo gitu. Guru yang lain tidak menanggapi dan memilih untuk pergi. Ghadah juga berjalan menuju meja kerjanya. Tak lama kemudian, bel berbunyi menandakan akan segera dilangsungkan upacara bendera karena hari ini adalah hari senin. Para siswa-siswi berbaris di lapangan upacara. Saat upacara bendera, disitulah diperkenalkan kepala sekolah baru. Semua orang baik guru maupun siswa begitu antusias melihat kedatangannya. Mereka berharap kepala sekolah yang baru bisa lebih bijaksana dan tidak galak. Saat aba-aba pembinaan upacara memasuki tempat upacara, di situlah kepala sekolah yang baru hadir di antara mereka. Tampak raut cemberut dari Bu Ghaliyatul ketika melihat sosok kepala sekolah yang baru. Ghadah malah menahan tawanya melihat rekan gurunya itu menunjukkan wajah kecewa. Kemunculan kepala sekolah baru sangat jauh dari harapan Bu Ghaliyatul. Dia tua. Rambutnya botak di bagian depan dan beruban di bagian belakang. Kumis lebat dan perut buncit. Wajahnya juga tidak bisa dibilang tampan. Ghadah merasa familiar ketika melihat wajah kepala sekolah tersebut. Meski pada akhirnya dia gagal mengingat siapa pria paruh baya itu. Kepala sekolah memperkenalkan diri. Namanya Brandon. Lelaki yang memiliki perut buncit itu mulai berbicara kepada audiens. Ia bersyukur bisa diterima di sekolah barunya ini. Ia pun berjanji akan bekerja sekeras mungkin demi menyukseskan sekolah barunya. Sebuah pidato yang membosankan bagi sebagian siswa. Upacara selesai, para siswa kembali ke kelasnya masing-masing. Guru-guru juga kembali ke ruangan mereka. Di kantor guru, kepala sekolah kembali menyampaikan pengarahan. Aturan yang berlaku dalam kepemimpinannya ke depan. Semua guru dan staf mendengarkan dengan penuh perhatian. Tapi sesaat kemudian, kepala sekolah menoleh ke arah Ghadah dan melakukan kontak mata dengannya lama. Cukup lama sampai membuat Ghadah menoleh ke kanan-kiri nya salah tingkah.

Ghadah : "Duh, itu pak kepsek ngeliatin siapa, sih?" gerutu Ghadah dalam hati.

Pupil matanya lebar. Ekspresinya tenang serta suaranya berat. Auranya mengintimidasi dan memerintah. Benar-benar sosok pemimpin yang ideal. Pengarahan pagi berakhir. Pak Brandon berjalan menuju meja Ghadah sambil terus menatap wanita itu. Ghadah melirik sekilas, saat dia tahu pak Brandon mendekatinya sambil menatap wajahnya, buru-buru dia berlagak seperti orang sibuk. Menulis di kertas kosong yang diisi tanda tangan ngawur.

Ghadah : "Waduh, pak kepsek malah ke sini lagi. Aku harus ngapain ya biar gak ditegur," pikir Ghadah.

Pak Brandon : "Hai Ghadah, ya? Lama banget gak ketemu. Gimana kabar kamu sekarang?" Sapa Pak Brandon yang membuat Ghadah terkejut.

Ghadah secara refleks mengangkat kepalanya. Dia pikir kepala sekolahnya yang baru tau namanya dari melihat name tag yang ada di dadanya. Tapi saat itu dia lupa tidak memasangkannya.

Ghadah : "Baik pak. Eh maaf, apa sebelumnya kita pernah kenal, ya? Saya gak inget," ujar Ghadah sambil tersenyum canggung dengan perasaan tidak enak.

Pak Brandon terkekeh membuat Ghadah semakin penasaran. "Ghadah, kamu gak inget sama saya? Saya ayahnya Hayah, teman SD-mu dulu."

Tiba-tiba mata Ghadah melebar. Diperhatikannya baik-baik wajah pak Brandon. Yah, wajahnya terlihat sangat familiar. Ghadah ingat, wajah yang diukir itu adalah wajah ayah sahabat pertamanya. Dia segera berdiri dan membungkuk. "Ya ampun! Iya! Maaf pak, bapak bikin pangling. Udah lama banget ya pak. Gimana kabar sekeluarga?" Ghadah bangkit lalu menangkup kedua tangannya di depan sebagai rasa hormat.

Pantas saja Ghadah pangling. Dulu jaman masih sekolah TK sampai SD Ghadah selalu main di rumah Hayah karena ayah ibu Ghadah sibuk bekerja. Pak Brandon ini bapaknya Hayah yang sering mengajak mereka pergi jalan-jalan. Beliau menyayangi Ghadah seperti menyayangi putrinya sendiri. Ketika Hayah mendapatkan A maka dia juga mendapatkan A. Ketika Hayah dapat B dia juga dapat B. Pak Brandon tidak pernah membeda-bedakan antara mereka berdua. Dulu bahkan Ghadah sangat suka digendong oleh pak Brandon. Kadang-kadang sambil dicium pipinya gemas yang membuat Hayah menangis karena iri. Begitu juga sebaliknya, Ghadah akan menangis merengek ketika Hayah digendong dan dicium pipinya oleh pak Brandon. Yang kalau diingat-ingat sekarang benar-benar membuat Ghadah malu. Dulu penampilan pak Brandon tidak seperti sekarang. Dulu pak Brandon memiliki badan yang tegap, gagah, kekar, maskulin. Bahkan perutnya membentuk sixpack. Itu Ghadah suka tertawa dengan Hayah dan sering menyebutnya duren karena bentuknya seperti duren dibelah.

Pak Brandon terkekeh menjawab. "Sekeluarga baik. Hayah juga udah nikah, udah punya anak satu. Tapi dia ikut sama suaminya di balikpapan."

Ghadah : "Oh, kalo ibu?" tanya Ghadah lagi. Tidak dipungkiri dia memang begitu dekat dengan keluarga sahabatnya itu dulu. Tiba-tiba wajah pak Brandon berubah jadi sendu.

Pak Brandon : Ibu di rumah. Tapi sekarang enggak bisa apa-apa karena kena penyakit stroke.

Ghadah : "Astaghfirullah." Ghadah mengelus dadanya sendiri begitu sedih mendengar kabar tersebut. Teringat dulu Ghadah sering dimandikan oleh ibunya Hayah yang bernama Bu Ghina, dimasakkan, didandani sama seperti Hayah. Beliau sangat baik kepadanya.

Pak Brandon : Iya, sekarang di rumah sendirian. Kadang bapak minta tolong sama tetangga dekat rumah buat jagain pas bapak lagi kerja.

Ghadah mengangguk sembari menatap lantai putih kotak-kotak dengan wajah sendunya. Memorinya terbang ke masa lalu dimana dia begitu dekat dengan istri pak Brandon itu. Bagaimanapun Bu Ghina sudah ia anggap seperti ibu kandungnya sendiri.

Pak Brandon : "Ibu pasti seneng kalo kamu bisa tengokin dia. Dulu kan ibu sayang banget sama kamu." Ghadah mengangkat wajahnya.

Kalau dipikir-pikir benar juga. Ghadah pun kangen dengan sosok Bu Ghina. Malah dulu dia lebih dekat dengannya daripada ibu kandungnya sendiri.

Ghadah : Boleh, pak. Nanti saya cari waktu dulu, deh.

Pak Brandon : Kalo nanti sore, gimana? Setelah pulang kerja.

Ghadah : Duh, kalo nanti sore saya gak bisa pak. Saya belum ijin sama suami saya, juga udah ada janji mau pergi sama dia.

Pak Brandon sedikit terkejut. "Oh, jadi kamu udah nikah. Maaf, bapak gak tau." Ghadah hanya tersenyum sambil mengangguk.

Bu Ulya : "Pengantin baru, pak. Hehehe..." celetuk Bu Ulya di sebelah meja Ghadah yang membuat wanita cantik itu bersemu merah.

Eh, diam-diam ada yang menguping pembicaraan mereka. Ghadah melirik tajam ke arah Bu Ulya yang ember itu. Ghadah malah menunduk dengan kedua tangannya tertaut di bawah seperti orang sedang kena omel. Dia tidak enak saja dengan pak Brandon kalau harus membahas kehidupan pernikahan yang baru seumur jagung itu.

Pak Brandon : "Oh, pengantin baru toh." Pak Brandon manggut-manggut. "Ya, sudah. Kamu ijin dulu sama suami kamu. Nanti kabarin bapak, ya," ujar pak Brandon kemudian.

Ghadah hanya tersenyum sambil membungkukkan badannya sebagai tanda hormat. Setelah itu bel berbunyi tanda pelajaran pertama akan segera di mulai. Ghadah sedang menyiapkan beberapa buku materi yang akan dibawanya ke kelas. Sampai di situ Bu Ulya mendekat.

Bu Ulya : "Aduduh… baru hari pertama udah ada koalisi sama kepala sekolah. Ehem... ehem..." celetuk Bu Ulya dengan nada sindiran.

Ghadah hanya melirik sekilas lalu kembali menyiapkan buku-bukunya. "Beliau itu ayahnya sahabat saya waktu SD dulu, Bu," jelas Ghadah singkat.

Bukannya dia tidak suka dengan rekan kerjanya itu. Tapi sifatnya yang sering sekali iri dengan orang lain membuatnya malas menanggapi obrolannya. Tidak ada waktu untuk bicara karena dia harus segera mengajar. Ghadah pun berjalan ke arah kelas yang dia ajar. Namun saat sedang menaiki tangga tiba-tiba ada orang yang memanggil.

"Ghadah," sapa orang itu. Ghadah yang merasa dipanggil pun menoleh. Tampak seorang lelaki gagah berseragam coklat menghampirinya.

Ghadah pun mundur selangkah. Wajahnya berubah tegang menatap sosok pria di hadapannya. "Kamu udah berangkat?" tanya lelaki itu.

Namanya Brendan. Dia adalah lelaki yang paling gencar mendekati Ghadah dari para guru-guru yang lain. Dan kabar mengenai pernikahan Ghadah benar-benar membuat hatinya hancur. Terakhir kali mereka berbicara adalah di telfon saat malam sebelum Ghadah melangsungkan pernikahan. Waktu itu mereka berdebat cukup lama. Sebelumnya Brendan merasa Ghadah memberikannya harapan kepadanya, tapi berakhir dengan Ghadah yang menerima pinangan dari pria lain. Sampai saat ini juga sorot matanya masih sama. Masih menatap Ghadah dengan penuh cinta. Walaupun sekarang dia terus mencoba untuk berdamai dengan keadaan.

Ghadah hanya mengangguk sambil menundukkan kepalanya. "Selamat atas pernikahannya, yah. Maaf aku gak bisa dateng ke acara pernikahanmu," ujar Brendan setengah berbohong.

Dia memang tidak bisa datang, lebih tepatnya tidak sanggup. Bagaimana mungkin dia sanggup melihat wanita yang ia cintai bersanding di pelaminan bersama lelaki lain?

Ghadah : "Iya, gak papa kok," jawab Ghadah singkat. Jujur dia tidak tahu apa yang harus ia katakan. Situasi ini membuatnya terpojok.

Sebenarnya Ghadah juga memiliki perasaan terhadap Brendan. Dia bukan wanita yang sembarang membuka hati kepada semua pria. Tiga tahun saling mengenal bukan waktu yang singkat bagi mereka. Namun sikap Brendan yang lamban dan terkesan menggantungnya membuat Ghadah akhirnya menjatuhkan pilihan kepada lelaki lain yang melamarnya duluan.

Ghadah : "Kalo gitu aku permisi dulu. Ada jam pelajaran yang harus aku isi," pamit Ghadah demi menghindari interaksi yang membuat hatinya tidak karuan.

Sama halnya dengan Brendan yang hanya menatap punggung Ghadah yang semakin menjauh dan menghilang. Dia termenung. Memang salahnya sendiri yang tidak bergerak cepat. Ghadah wanita yang cantik. Banyak yang ingin menjadikannya pasangan hidup. Wanita itu tidak akan menunggu seorang lelaki yang bahkan tidak pernah menyatakan perasaannya secara resmi, atau sekedar mengajaknya pacaran.

Hari kerja pun berakhir. Ghadah pulang dengan mengendarai motor matic kepunyaannya. Kaca helm bogo miliknya dibuka saat memasuki teras rumahnya.

Ghadah : "Assalamualaikum," sapa Ghadah. Dia langsung disambut oleh suaminya yang memang memiliki hari cuti yang lebih panjang.

Brantley : "Waalaikumusalam." Ghadah dengan hormat mencium punggung tangan suaminya itu.

Saat menikah, Suaminya memang sudah mempersiapkan hunian agar mereka bisa langsung pisah tinggal dengan orang tua. Menurutnya itu adalah salah satu kunci hubungan rumah tangga yang harmonis.

Brantley : "Gimana hari pertama masuk kerja lagi? Ada yang godain, gak?" ujar Brantley, suami Ghadah sembari tersenyum geli.

Ghadah menjatuhkan bokongnya di sofa ruang tamu, tepat di sebelah suaminya. Merebahkan kepalanya di pundak sang suami.

Ghadah : "Biasa, mas. Ibu-ibu yang kepo. Malah ada yang mau kasih tau posisi-posisi yang uenak," jawab Ghadah yang membuat Brantley tertawa.

Brantley : "Hahaha... kalo gitu udah tau, dong? Mau coba praktek?" goda Brantley seraya menaik turunkan alisnya.

Ghadah : "Mas, ihh...!!!" Ghadah memukul lengan suaminya kesal.

Brantley : "Hehehe... kalo yang itu?" Brantley berkata lagi.

Ghadah : Yang itu?

Brantley : Mantan pacar kamu itu.

Ghadah : Siapa?

Brantley : "Si Brendan," ujar Brantley kini mulai serius.

Tiba-tiba raut wajah Ghadah berubah. "Dia bukan mantan pacarku, kok. Orang cuma temen."

Brantley : "Tapi dia suka sama kamu, kan?" kejar Brantley lagi.

Ghadah : "Ih, mas Brantley. Jangan bahas soal itu terus ngapa." Ghadah mencebikkan bibirnya kesal. Namun wajah terlihat sangat lucu.

Brantley : "Iya-iya, maaf. Mukamu gemesin kalo lagi ngambek gitu." Brantley mencoba mencium bibir istrinya, namun Ghadah yang masih kesal buru-buru menghindar. Alhasil hanya ujung bibirnya yang terkena.

Brantley tidak tinggal diam. Ditariknya rahang Ghadah hingga menghadap ke arahnya. Kesempatan itu tidak disia-siakan oleh Brantley yang langsung memagut bibir istrinya itu. Awalnya Ghadah diam saja mengatupkan bibirnya erat. Namun lama kelamaan dia pasrah juga dan membalas ciuman suaminya. "Mmmhhh... sssppp... mmmhhh..." Ghadah mendorong dada Brantley hingga tautan bibir mereka terlepas. Ghadah menghapus jejak bibir suaminya menggunakan punggung tangan. Dia belum terbiasa bibirnya bersentuhan dengan bibir orang lain, meskipun itu suaminya sendiri. Maklum sebelum menikah Ghadah benar-benar awam soal begituan. Malam pertamanya saja Brantley harus ekstra bersabar menghadapi istrinya itu. Belum dimasukkan saja Ghadah sudah berteriak heboh. Namun ciuman yang dilakukan Brantley cukup manjur. Terbukti kini Ghadah sudah tidak marah lagi, malah wajahnya berubah merah karena malu.

Ghadah : "Eh, mas. Aku mau cerita." Ghadah mulai menegakkan badannya, hingga ada jarak di antara mereka.

Brantley : Cerita apa, sayang?

Ghadah : Tadi kepala sekolah yang baru dateng. Terus mas tau gak dia siapa? Ternyata dia pak Brandon, ayahnya Hayah. Sahabat kecil aku.

Brantley menganggukkan kepalanya. Dia pernah diceritakan oleh Ghadah tentang sahabatnya itu. "Jadi Hayah itu udah nikah terus ikut sama suami di luar kota, aku lupa kota apa tadi pak Brandon bilang. Terus di rumah pak Brandon cuma berdua sama istrinya. Kasian istrinya kena penyakit stroke. Dulu dia yang ngurusin aku waktu kecil."

Brantley mendengarkan dengan seksama ucapan Ghadah. "Terus?" ujar Brantley menanyakan kesimpulan dari cerita istrinya itu.

Sejenak Ghadah menatap suaminya dengan cemas. "Emm... besok boleh gak kalo semisal pulangnya aku mampir ke rumah pak Brandon. Aku mau jengukin Bu Ghina. Aku juga kangen sih sama dia. Pasti dia kesepian karena anaknya jauh."

Brantley mulai berpikir. Ghadah menampilkan senyum terbaiknya untuk merayu Brantley agar mengijinkan dirinya untuk menjenguk Bu Ghina.

Brantley : Ya udah, tapi pulangnya jangan malem-malem, ya. Besok aku juga udah mulai berangkat kerja.

Ghadah tidak bisa menyembunyikan rasa bahagianya. Dia pun memeluk Brantley yang disambut oleh suaminya itu. "Makasih, mas."

Brantley : "Sekarang cium lagi, dong," pinta Brantley sambil memonyongkan bibirnya. Tapi Ghadah menolak.

Ghadah : "Jangan sekarang, mas. Aku baru pulang, belum mandi. Masih bau acem. Entah malem aja ya. Aku kasih lebih, deh," ucap Ghadah masih malu-malu.

Brantley : "Hmm... ya udah deh kalo gitu." Akhirnya Brantley pasrah. Ketika Ghadah hendak bangkit dari duduknya, Brantley sempat meremas payudara kiri Ghadah, membuat wanita itu menepis tangan suaminya secara reflek. Tapi setelah itu Ghadah justru tersenyum mengingat yang meremas payudaranya adalah suaminya sendiri, bukan lelaki lain.

Ghadah : "Nanti malem, ya mas," balas Ghadah seraya menoel ujung hidung Brantley.

Bersambung…

JANGAN LUPA KOMEN, VOTE DAN FOLLOW, AYOO MARI BANTU ADMIN SUPAYA BISA LANJUTIN KARYA INI...

KALO ADA LEBIH REJEKI BOLEH DONASI KE ADMIN SUPAYA LEBIH SEMANGAT LAGI UPDATE NYA...

JANGAN LUPA JUGA FOLLOW SOSIAL MEDIA ADMIN

INSTAGRAM : @WIDASU.ID

INFORMASI!!! NANTI AKAN ADA KONTEN PREMIUM BERGENRE : NTR, GANGBANG, PEMERKOSAAN, CUKOLD DLL DARI KARAKTER YANG UDAH GW BUAT DI KARYA INI...

JADI BUAT KALIAN YANG MINAT BELI KONTEN PREMIUM GW, BISA KONTAK SOSIAL MEDIA GW ATAU KE PLATFORM SEBELAH YAITU KARYAKARSA!!!

TERIMAKASIH KEPADA PEMBACA YANG SUDAH DUKUNG KARYA INI...