WebNovels

Chapter 8 - BAB 8: TATAPAN DI BALIK RASI BINTANG

Malam telah tiba di Akademi Astrea. Setelah insiden menegangkan di dungeon, suasana menjadi sedikit lebih tenang. Langit dihiasi bintang-bintang, dan angin malam bertiup lembut melewati jendela kamar para murid.

Di salah satu balkon asrama bangsawan, Putri Elysia bersandar sambil menatap langit. Pikirannya masih belum lepas dari kejadian di dungeon. Bayangan Rion yang menyelamatkannya, mengaktifkan kekuatan luar biasa, lalu dengan tenangnya meminta semua yang menyaksikan untuk merahasiakan itu… semuanya berputar di kepalanya.

"Rion..." gumamnya lirih, pipinya merona sedikit.

Seketika, Elysia menggeleng cepat dan menepuk pipinya. "Apa yang kupikirkan ini!? Aku cuma penasaran! Ya… hanya penasaran!" katanya membela diri sendiri, meski tak ada siapa pun di sekitarnya.

Tak butuh waktu lama, Elysia pun memutuskan untuk pergi ke taman belakang akademi, tempat Rion biasa duduk sendiri saat malam. Benar saja, pemuda itu tengah duduk di bangku batu, menatap langit malam seperti biasa dengan wajah datarnya.

“Menikmati malam sendiri seperti biasa ya, Tuan Misterius?” ujar Elysia sambil menyeringai usil.

Rion meliriknya sebentar. “Kau mengikutiku lagi, Putri?”

“Ini akademiku juga, tahu!” balas Elysia dengan pipi mengembung sebal, membuat Rion diam-diam tersenyum tipis.

Mereka pun duduk bersebelahan dalam hening sesaat. Angin malam berembus, dan daun-daun berguguran perlahan.

Elysia menatap ke arah Rion. “Boleh aku bertanya sesuatu?”

“Kalau pertanyaannya tidak aneh, silakan.”

“Apa kau... selalu sendirian seperti ini? Seperti… tidak ingin orang lain mendekat?”

Rion terdiam sebentar. Tatapannya kembali ke langit. “Aku terbiasa. Ada hal yang… tidak bisa kubagi sembarangan.”

Elysia menunduk. “Tapi... kalau kau terlalu menahan semuanya sendiri, apa itu tidak melelahkan?”

Rion menoleh, menatap Elysia. Gadis itu tak lagi tampak seperti putri istana yang anggun dan tak tersentuh. Kini dia hanya gadis yang tulus peduli.

“Kadang melelahkan,” jawab Rion singkat. “Tapi... aku masih hidup. Itu cukup.”

Elysia menatapnya dalam. “Kalau begitu, biar aku bantu membuat hidupmu sedikit lebih ringan.”

“Hah?”

Elysia langsung berdiri dan membusungkan dadanya bangga. “Mulai sekarang, aku—Elysia von Eldoria—akan menjadi partner resmimu dalam suka dan duka!”

Rion mengangkat alis. “...Apa aku punya pilihan?”

“Tidak!” jawab Elysia cepat, lalu terkikik geli melihat wajah Rion yang pasrah.

Rion hanya menghela napas. “Baiklah, asal kau tidak merepotkan.”

“Yaaay!” seru Elysia sambil duduk kembali. Tapi terlalu semangat, hingga terpleset dan hampir menimpa Rion.

“A—ah!”

“Woi—”

Brukk.

Kini wajah mereka hanya berjarak beberapa senti. Mata biru keperakan Elysia menatap mata tajam Rion. Keheningan menyelimuti keduanya.

Wajah Elysia memerah hebat. “A-Aku—maaf!”

Ia cepat-cepat bangkit, membalikkan badan menutupi wajahnya yang seperti kepiting rebus.

Rion hanya menghela napas pelan dan kembali menatap langit. Tapi untuk pertama kalinya, ada senyum kecil yang muncul di sudut bibirnya.

“Dasar Putri aneh…” gumamnya.

“...Kudengar itu!” Elysia menoleh kesal tapi wajahnya masih merah.

Rion hanya menatapnya tanpa ekspresi. “Bagus. Artinya pendengaranmu tidak buruk.”

Elysia mendesah. “Yah, begitulah... kalau partner-mu adalah orang dingin seperti ini, aku harus belajar lebih banyak agar bisa mencairkanmu.”

Rion hanya diam. Tapi dalam hatinya, ia tahu—sejak hari ini, mungkin ia tak sepenuhnya sendiri lagi.

Oke, berikut kelanjutan ceritanya: interaksi Rion dengan para pahlawan lain yang berlangsung keesokan harinya, setelah Rion dan Elysia kembali dari taman dan kembali ke Akademi Astrea.

Esok paginya, mentari bersinar hangat di langit Astrea. Rion dan Elysia berjalan berdampingan melewati gerbang akademi. Tidak seperti biasanya, Elysia tampak ceria, bahkan sesekali melirik Rion dengan senyum yang tak bisa disembunyikan.

“Kenapa dari tadi senyum-senyum sendiri?” tanya Rion tanpa menoleh.

“Bukan urusanmu,” jawab Elysia dengan wajah datar—yang gagal menutupi rona pipinya.

Sesampainya di aula utama akademi, mereka langsung disambut keramaian para murid. Rupanya, hari ini diadakan latihan kolaborasi antara kelas khusus—tempat para pahlawan ditempatkan—dan kelas elite tempat Rion berada.

“Yo, Rion!” Haruto melambai sambil menghampiri.

Rion mengangguk kecil. “Pagi.”

“Akhirnya kita bisa satu latihan lagi! Ah, aku penasaran seberapa kuat kamu sebenarnya... waktu lawan Azazil, kau terlalu... overpowered,” kata Haruto setengah kagum, setengah protes.

“Tapi luar biasa, kau bisa membekukan iblis level 80... Itu bukan hal yang bisa dilakukan sembarang orang,” Rin ikut mendekat sambil tersenyum ramah.

Rion hanya mengangkat bahu. “Beruntung saja.”

Yui menatapnya dengan ekspresi setengah penasaran. “Kau bukan orang biasa, Rion. Tapi rasanya seperti... aku pernah melihatmu di suatu tempat.”

Rion menoleh cepat. Namun, ia kembali menunduk dan menjawab datar, “Kau salah orang.”

Daiki ikut mendekat dan memukul pelan punggung Rion. “Kau ini keren banget waktu itu. Tapi kenapa ya... aku merasa ada aura yang aneh darimu.”

“Karena aku memang aneh,” jawab Rion singkat. Semua tertawa, kecuali dirinya sendiri.

Di antara keramaian itu, Aiko yang sejak tadi berdiri agak jauh akhirnya melangkah mendekat. Ia menatap Rion dalam-dalam, wajahnya agak murung.

“Terima kasih... karena menyelamatkan kami semua waktu itu,” ucapnya pelan.

Rion menatapnya sebentar, lalu mengangguk. “Jangan terlalu dekat dengan jebakan lagi.”

Aiko terkejut, lalu tertawa kecil. “Baiklah, komandan Rion.”

Mereka pun mulai berkumpul sesuai kelompok. Elysia memperhatikan interaksi Rion dengan kelima pahlawan itu dengan mata menyipit sedikit.

(Hmm... kenapa saat bersama mereka... ekspresi Rion sedikit berbeda?) batinnya.

Guru Leo dan guru Lick datang menghampiri dan mulai memberi instruksi.

“Hari ini kalian akan melakukan simulasi penyelamatan dalam dungeon buatan akademi. Tim Rion akan bertindak sebagai penyelamat, sedangkan tim pahlawan akan berperan sebagai pelindung kristal utama.”

“Saling berkompetisi boleh, tapi tetap jaga keselamatan satu sama lain,” ujar Guru Lick dengan suara tenang.

Setelah pembagian tim, Rion, Elysia, dan beberapa murid lainnya memasuki dungeon tiruan. Suasana mulai menegangkan.

Namun, saat semua orang bersiap dengan serius, Rion malah berbisik ke Elysia, “Jangan salah langkah lagi, Putri Pelindung Bangsa.”

Elysia mendengus. “Jangan salah sentuh lagi, Tuan Es Beku.”

Mereka saling tatap dengan ekspresi datar, sebelum sama-sama memalingkan wajah, menyembunyikan senyum masing-masing.

Dari kejauhan, Haruto berbisik ke Daiki, “Apa mereka sedang bertengkar atau sedang... dekat?”

“Kalau itu dekat, definisiku tentang cinta harus direvisi,” balas Daiki.

Mereka pun tertawa pelan, sementara Rin hanya menggeleng melihat tingkah mereka. “Aku mulai paham kenapa suasana sekarang jadi lebih hidup... sejak Rion datang.”

More Chapters