Orang-orang berpakaian mewah, mengenakan topeng yang sama, mereka duduk rapi sambil menunggu tirai beludru berwarna merah terbuka, seolah menantikan harta karun.
Licht duduk di sebelah kanan Paul, theodore dan Ren duduk di kursi barisan belakang. Licht menoleh ke atas bangunan tingkat, beberapa kursi yang terlihat kusus tersusun di sana.
Tidak lama seorang pria berambut hitam sedikit acak acakan, mengenakan setelan jas mewan duduk di kursinya dan dua pelayan berbaris di belakangnya. Wajahnya memiliki bekas sayatan dan luka bakar di bagian lehernya. Usianya sekitar 27 tahun, di sampingnya pria berumur sekitar 32 tahun mengenakan pakaian Polisi kerajaan dan lencana direktur kepolisian.
"Siapa dia?" Pikir Licht, alisnya mengerut di balik topengnya. Tatapanya menyisir kedua orang tersebut."Mereka menyuap hukum? tidak heran, mungkin orang-orang yang hadir disini kebanyakan adalah orang penting" Pikir Licht.
Tidak lama pria lain dengan santai berjalan masuk ke panggung dengan topeng yang sama seperti peserta lainya.
"Selamat malam, nyonya dan tuan." Sapanya, dengan santai, meskipun tanpa menggunakan Micrphone suaranya terdengar cukup jelas.
"Seperti yang tertulis di surat undangan, pelelangan budak akan di buka." Lanjutnya, ia berteput tangan seolah sedang ada pesta meriah, beberapa detik tirai beludru terangkat, menunjukan pemandangan yang baru pertama kali di lihat oleh Licht.
Manusia yang di dalam jerusi besi kotak besar layaknya penjara. Tangan, kaki serta leher mereka di borgol, seolah mereka adalah hewan.
Jantung Licht seolah jatuh dari tempatnya melihat pemandangan tersebut, bibirnya sedikit bergetar. Meskipun ia sering mendengar atau mengetahui soal perbudakan ilegal, baginya ini adalah hal pertama yang ia lihat secara langsung.
Orang-orang yang terbelenggu di balik sel, tubuhnya kering, kotor dan lusu. Rambut mereka kusut dan berminyak.
Sang pembawa acara memperkenalkan barang—Manusia yang mereka jual.
"Ini adalah barang terbaru kami." Ia menarik gadis yang keluar dari sel, selayaknya benda mati.
Gadi berambut hitam acak acakan, mengenakan pakaian compang camping, matanya tidak menyilaukan cahaya, seolah sudah mati rasa. Ekspresinya mati.
"Tuan paul. Aku rasa ini sedikit tidak sopan, kenapa anda ingin membeli budak?" Tanya Licht, suaranya tertahan.
Paul terkekeh pahit."Jujur saja. Sebenarnya aku tidak tahu, Aku hanya sedikit penasaran awalnya Namun setelah aku melihat ini minatku berkurang—tidak, tapi hilang." Jawab paul, jujur. Tatapanya menuju budak budak yang terkurung.
...
Aino berjalan di lorong dengan lampu redup, lorong yang cukup sempit. Langkahnya sedikit hati hati namun menyimpan keraguan dan ketegasan. Setelah berjalan di lorong beberapa meter, dia menemui pertigaan.
Setelah sampai di pertigaan Lorong, dia terhenti.
"Tempat macam apa ini! tidak kah ada peta." Komentar aino, setelah terdiam beberapa saat. Aino menghela nafas.
Dia melangkah ke arah lorong kiri, Namun beberapa meter melangkah dia memutar berlawanan arah.
"Lebih baik menuruti kata hati dari pada pikiran!" Katanya, tersenyum masam sambil berjalan dengan cepat.
Beberapa dia berjalan dan keluar dari lorong memasuki sebuah ruangan gelap.
"Bau mesiu.." Aino melihat sekeliling menyadari beberapa bahan peledak yang tersusun rapi, Aino berjalan menuju pintu yang tertutup.
Clek
Suara kenop pintu terbuka, aino berjalan menyadari bau menyengat tampa sadar ia menutup hidung topengnya melihat sekeliling. di depanya terdapat sel-sel penjara yang tersusun layaknya sebuah tahanan.
Tubuhnya bergedik.
...
Peserta pelelangan budak mulai melakukan pelelanganya.
Ren duduk di kursi barisan belakang Licht dan paul, mencengkram biolanya, menggigit bibirnya menyaksikan pemandangan di depan panggung.
Menyadari pergerakan tubuh Ren, Theodore menoleh. "Ada apa?" Tanya theodore santai.
"Tidak, bukan apa apa." Jawab Ren, singkat sambil mengubah ekspresinya di balik topeng.
Licht menghela nafas melihat apa yang baru saja terjadi di depan matanya, walaupun hatinya merasa sakit, ia hanya bisa terdiam.
"Mana mungkin aku bisa menyelamatkan mereka.." Pikir Licht, menyandarkan tubuhnya di kursi.
Di lantai atas, Pria yang telah di hajar aino mendekat ke arah Maevi yang berdiri di pinggir kursi terlihat seperti bosnya.
"Penyusup?" Tanya Maevi, tenang. Ia mengangguk. "Cari penyusup itu." Perintahnya.
"Ada apa?" Tanya Pria dengan luka sayat di bagian pipi kanannya dan luka bakar di bagian lehernya.
Maevi membungkuk, berbisik kepadanya."Ada penyusup, Hanya satu orang." Jawab Maevi. Jun mengangguk, lalu menambahkan."Cari dia, Juga jaga sel bernomor 22, gadis itu barang penting." Perintahnya dengan tenang.
"Ada apa Jun?" Tanya Direktur polisi itu, mengangkat alisnya.
Pria bernama Jun itu menggelengkan kepalanya tanpa menjawab.
...
Tubuh aino menegang, setelah melihat gudang besar yang ia masuki, orang-orang yang di jadikan budak berdian diri di sel mereka, pasrah dan kehilangan semangat mereka. Beberapa dari mereka ada wanita, pria, Gadis kecil, Wanita hamil dan pria tua ekspresi mereka sama, begitupun penampilanya, namun aino segera sadar akan tubuhnya dan pikirannya, ia melewati beberapa sel.
"Mungkin aku ingin menyelamatkan mereka..tapi aku pun ingin menyelamatkan orang yang kusayangi.." Pikirannya beradu dan dilema, ia berjalan di beberapa sel-sel tanpa perjagaan.
Setelah beberapa meter ia terhenti. Menemukan gadis yang bersandar di dinding sel yang kotor, gadis itu tidak asing baginya. Anna.
"Anna." Panggil Aino, pelan dan tidak percaya.
Gadis muda, berambut pirang cerah dan setelan biarawati sedikit kotor dan lecek. Menoleh ke arah sumber suara.
"Kak aino.." Anna perlahan bangkit dan berjalan menuju pintu jeruji, kakinya yang di rantai dan tanganya di rantai membuatnya jatuh namun bangkit.
"Menjauh sedikit, aku akan membuka ini!" Perintah aino dengan lembut dan tenang. Anna mengangguk.
Jari jari aino menggenggam gembok jeruji besi dan menghasilkan api, apinya cukup panas hingga membuat kulit tanganya sendiri melepuh akibat sihirnya. Wajahnya sedikit meringis menahan jari jarinya yang melepuh
Gedebuk.
Suara gemok yang berukuran cukup besar jatuh meleleh. Aino berhasil dan membuka pintu sel tubuhnya melemah karena menggunakan sihir berlebihan. Namun dia tidak memperdulikanya ia memeluk anna, anna menangis di pelukannya.
"Ayo pergi" Ajak aino, ketika hendak menggendong anna, Tiba tiba gadis pirang itu menghentikanya."Nona di sana harus di selamatkan juga, dia membantuku agar tidak takut." Ucap anna, menunjuk ke dinding gelap, di sana seorang wanita mengenakan jubah hitam bertudung menutupi wajahnya dengan bayangan.
"Apa?" Tanya aino tidak percaya, meskipun sebelumnya ia yakin anna hanya seorang diri di sel ini, ia tidak dapat merasakan keberadaanya.
Namun sebelum aino bereaksi, wanita dengan jubah hitam bertudung bangkit.
"Gadis yang baik.." Wanita misterius itu tersenyum di balik tudung jubahnya, lalu bangun, kedua borgol dan rantai di kakinya tiba tiba hancur. Dia berjalan dengan tenang menuju keduanya dan mengelus rambut pirang anna.
Dia berkata. "Pergilah..Tempat ini tidak aman sebentar lagi." Wanita itu berjalan keluar sel penjara dan berjalan santai dan seketika cahaya beriak muncul dari tubuhnya dan bubar menjadi kupu kupu berwarna warni dan menghilang.
Tubuh aino bergetar, menyaksikan wanita misterius itu pergi dan menghilang dalam beberapa detik. begitupun anna, namun gadis itu tidak terlalu terkejut.
"Nona itu sangat mengagumkan.." Kata anna tiba tiba, namun segera aino menghilangkan kekagumanya.
"Ayo kira pergi." Ajak aino, namun dia menyadari langkah kaki berlari, langkah kaki yang cukup ramai.
"Sial...aku ketahuan.." gerutunya dalam hati, meski tubuhnya kelelahan ia hanya bisa memaksakannya dan berlari ke arah berlawanan dari lorong sebelumnya yang telah dia lewati. Aini berlari sambil menggendong anna.
...
Di luar bar, Di atas gedung Aphrodite's den.
"Dia sangat nekat.." Ucap Pria Merah gelap dengan tudung. Dia menggunakan topeng berwarna merah polos hanya ada ukiran mukut tersenyum seperti bulan sabit. Suaranya sedikit santai.
"Semua bidak telah berjalan, Kekacauan akan tiba sebentar lagi." Kata rekanya. Dia juga menggunakan jubah berwarna putih dengan tudung serta topeng putih dengan corak mata satu di tengah, mata yang besar dan kosong.
Jubah mereka berkibar di angin malam.
"Heh.." Pria bertopeng senyum bulan sabit terkejut."Kalian benar benar memprovokasi organisasi mereka menggunakan Nama organisasi Brengsek Jun, ini?"
"Ini adalah rencana yang di buat Dux, Meskipun rencana ini cukup Menjijikan tapi Efektif. Begitullah katanya." Pria berjubah putih menjelaskan. Sebelum rekanya berbicara Dia menambahkan."Ayo pergi." Matanya melirik ke arah jalanan yang sepi namun beberapa detik kemudian sekumpulan orang-orang berjalan menuju ke arah bar.
